Selasa, 08 Desember 2009

Reuni

Hari Jumat 4 Des 09 minggu kemarin akhirnya reuni sd/smp berlangsung juga. Setelah 13 thn-an berpisah akhirnya kerinduan terobati juga. Bahkan sebelum reuni berlangsung, berbagai persiapan sangat menggelitik rasa semangat utk ber-reuni. Panitia, yang sudah 3 thn mempersiapkan reuni dengan dedikasinya, tampak sibuk berseliweran mengedarkan undangan, menghubungi para peserta utk mendaftar, mengkonfirmasi bukti transferan, mencari foto-foto jadul, mengundang para guru, dan sebagainyaaa. Aku pribadi, meski tak ikut berpanitia-ria, tetap merasa excited dengan semua kesibukan ini dan tentu menikmati reuni pada hari H. Apa ya, yg membuat kita semua rata-rata (mungkin ada yg tidak merasa seperti ini) merasa excited utk ber-reuni (termasuk pertemuan lain di luar kegiatan reuni hari H itu)?

Aku ga tau persis jawaban masing-masing orang utk pertanyaan tadi. Untuk aku, aku merasa senang karena bisa mengetahui keberadaan teman-teman dari masa lalu, merasa terhubung kembali dengan masa lalu yg tentu sadar tak sadar membentuk aku yg sekarang, ingin sharing pengalaman, jika mungkin, tentang berbagai pengalaman hidup, dan sedikit ingin kembali mencicipi suasana masa dulu (yg pasti beda ya sama sikon dan tuntutan hidup sekarang). Ternyata masa lalu penting, ya... ternyata masa lalu yg sudah tak bisa terulang itu sadar tak sadar membuat sejarah diri kita masing-masing menjadi lengkap. Maka ketika kita menghadiri suatu acara reuni, kita merasa terlengkapi kembali. Merasa memiliki memori masa kecil kita, baik yg bahagia maupun duka. Dengan terhubungkan kembali dengan teman-teman dan guru-guru masa kecil kita, kita merasa di "rumah" lagi... Merasa diterima seperti apa adanya kita. Terlepas apapun peran yg kita jalankan sekarang, ada rasa aman bisa kembali ke masa lalu meski sebatas memori saja.

Tapi... mungkin ada juga yg menghindari reuni... Mungkin karena ada memori buruk yg pernah terjadi di masa lalunya sehingga justru menghindari reuni itu sendiri. Ah, untuk bagian yang ini untung aku tak mengalaminya. Meskipun ada mungkin sedikit, ternyata tidak membuatku merasa ingin menghindarinya... Ya, bersyukurlah aku. Karena mungkin sebagian kecil (atau besar? ) orang ada yang merasa tidak nyaman untuk kembali berkumpul demi memori masa lalu.

Apapun arti memori dalam suatu reuni, disana kita menemukan arti diri kita. Peranan diri kita bagi orang lain, seberapa jauh diri kita berubah seiring waktu dan seperti apakah kualitas perbedaan yang telah kita jalani. Memori, bisa dikubur seiring waktu dan sifat lupa manusia. Namun pasti akan ada saatnya ketika manusia kembali diingatkan bahwa kehidupan terdiri dari masa lalu, sekarang dan mendatang. Suatu siklus kehidupan yang memberi kesempatan untuk memupuk harapan, menciptakan rencana, mewujudkan mimpi dan terus menjadi lebih bahagia dari sebelumnya.

So guys, selamat bereuni-ria, dengan semua sosok di masa lalu dan terutama dengan memori diri kita di masa lalu. Semoga kita semakin didewasakan dengan semua pengalaman hidup kita.

Jumat, 04 Desember 2009

Kecewa

Kecewa
pertanyaan keraguan menjadi nyata
meninggalkan ruang kosong dalam relung hati
menanti harapan yang telah mati

Kecewa
ketika tau realita
kau tak seperti yang kusangka
betapa sakit didada

Kecewa
harus kuakui secara jujur agar hati tak lagi bertanya
agar jiwa tak lagi terluka
menerima semua yang ada secara nyata

Kecewa
biar tertinggal di masa sekarang
agar esok tetap cerah terbentang
agar konsekuensi diterima bukan ditentang

Kamis, 26 November 2009

Addicted Feeling

Bila anda seorg full time mom, sepertiku, maka rasanya akan ketagihan bila :

hari libur, anak ditemani papa, sehingga kita sebagai ibu2 tidak bertugas se-full biasanya.

hari biasa, anak ditemani si asisten, sehingga kita bs bebas me time atao mengejar kejar tayang kerjaan proyekan atau kegiatan lainnya yg tentu temanya 'memanjakan diri'

menunggui anak sekolah, menyaksikan si kecil mengacungkan jari setiap bu guru menanyakan sesuatu, atau mendengarkan keberanian si kecil bernyanyi di depan kelas, atau mengintip betapa sigap, mandiri serta tertibnya si kecil mengikuti instruksi bu guru mewarnai atau melipat kertas menjadi berbagai bentuk, atau betapa lincahnya si kecil berlarian serta memanjat berbagai permainan di taman bermain.

mendengarkan berbagai celotehannya kepada teman-teman berbulu dan empuk itu, atau mendengarkan keceriaan tawanya ketika dikitiki dan main 'gemes-gemesan', atau ikut asik jadi pasien si kecil sebagai dokter

ah.... semua itu bikin ketagihan, membuat pingin lagi, lagi, dan lagi... (spt iklan kan... hehe..)

seperti seorang terkasih berkata, nikmati setiap moment dg si kecil selagi bisa. karena tak akan terulang lagi di kemudian hari. sekarang ia masih lengkett dengan kita, sebagai satu2nya tmpt berlindung dan bersenang-senang. tapi di hari esoknya, akan ada banyak pihak yang semakin memperluas lingkungan sosialnya, sehingga tentu menempatkan kita, sebagai ortu di posisi yang sedikit berbeda. semoga ketika saat itu datang, kita tak merasa kehilangan karena pada masa sekarang kita sudah menikmati waktu "lengketnya" si kecil dan memahami setiap saat perkembangannya memiliki ciri khasnya masing-masing yg sangat indah utk dinikmati.

jadi selamat menikmati, selamat memuaskan rasa ketagihan kita, sebagai orangtua, sebagai orang yg beruntung karena diberikan kesempatan merasakan pengalaman yg demikian berharga.

selamat... dan mari... menikmati :D

Senin, 23 November 2009

Sekarang Aku Tau

Sekarang aku tau
kenapa :

kebanyakan ibu2 memilih memotong rambutnya pendek atau kalo yang rambutnya panjang ya dijepit ke atas
karena butuh kepraktisan dan ga ada banyak waktu utk menata rambutnya, mengingat ada si kecil dan si suami yang membutuhkan tenaga dan waktunya

kebanyakan ibu2 memilih menggunakan tas berukuran besar
karena perlu selalu menyediakan berbagai keperluan si kecil dimanapun kapanpun

kebanyakan ibu2 cerewet
karena butuh katarsis dan tuntutan peran sepertinya hihihi...

kebanyakan ibu2 memilik badan yg berisi
karena pasti jadi tempat pemberhentian terakhir bagi makanan anaknya yang ga abis, daripada mubazir... dan juga ga ada banyak waktu utk olahraga atau atur diet. malah kadang2 makanan bisa jadi penghibur...

kebanyakan ibu2 memilih sepatu berhak pendek/teplek sama sekali
karena memiliki mobilitas yang tinggi dan menghindari resiko penyakit syaraf serta tulang akibat high heels...

kebanyakan ibu2 males beraktivitas serius di luar area rumah tangga
karena urusan rumah tangga udah cukup bikin pusiingggg....

kebanyakan ibu2 suka membandingkan anak2 mereka
karena keberhasilan seorang anak menggambarkan image ibunya, keberhasilan anak adl titik ukur keberhasilan seorang ibu

kebanyakan ibu2 suka berdandan yang kadang kurang sip gitu
karena kurang waktu belanja belenji utk dirinya sendiri, begitu sampe pasar/supermarket yang kepikiran, masak apa ya besok or mana ya baju sekolahan si dede, etc etc...

well, ga nyalahin siapa2 utk semua keadaan ibu2 itu
hanya, semakin tau aja, bagaimana perputaran dan perjuangan dunia ibu2 :D

Kamis, 19 November 2009

Mencari

Mencari apa? dimana?

klik sana
klik sini
ketik ini
ketik itu
masih belum puas?
browsing anu
seaching inu

ahh.... kenapa masih belum terisi
masih ada yg kosong
melompong

ahh.... dimana sihhhh
yg kucari...
apa ya yg kurang
apa ya yg hilang
hilang dimana

entah
apa dimana siapa kapan

entah...

Selasa, 17 November 2009

Realitakah?

Masa ini penuh kebingungan
mana yg benar
mana yg salah
mana yg tepat
mana yg melenceng semuanya dibuat kabur
semua tercampur
yg rasanya membingungkan
apalg utk yg awam

Masa ini penuh ketidakpastian
akan harga-harga sembako
akan biaya kesehatan
akan biaya pendidikan
akan faktor resiko berekonomi

pun
akan nilai-nilai kebajikan
akan nilai-nilai kemanusiaan

Masa ini penuh kecurigaan
akan adanya konspirasi ini itu
si ini menyuruh itu pada si anu
si anu membunuh mister X
si mister X ternyata pejabat
yg istrinya nyeleweng dengan si koruptor itu

Ah, ini kok seperti dagelan
berputar-putar
layaknya alur sinetron yg dibikin berbelit
tak tau ujung pangkal dan akhir

Efek dagelannya ga lucu lagi
sering membuat rakyat terpuruk
sering menjerumuskan yg tak bersalah
sering menginjak2 kaum tertindas
mengecilkan kaum papa

Mungkin kaum tertindas sudah biasa tertindas
mungkin kaum ilmuwan sudah biasa mengkritisi tanpa didengar
mungkin kaum awam sudah biasa mendengarkan tanpa bs bersuara
mungkin kaum pejabat sudah biasa menggelapkan hati nuraninya
mungkin kita terbiasa mencari selamat sendiri

Masa yang bikin suntuk
dan kaum-kaum yg merupakan korban situasinya masing-masing
sambil merutuki nasib
saling menuding mencari kambing hitam

Apa memang realita ini yg tergambarkan pada masyarakat negri ini?

Kamis, 05 November 2009

Semoga Cinta...

Aku berangkat menaiki burung besi nan gagah itu menuju sebuah pulau untuk berlibur. Sebuah perjalanan yang lama kuimpikan. Setelah sekian lama bersibuk ria dengan kemacetan Jakarta serta polusi dan rutinitas pekerjaan yang mengasyikkan bin membosankan di satu sisi. So, here I am. Menghirup kesegaran aroma bebas (sementara) dari semua kelelahan. Ingin mendapat sesuatu yang fresh. Semua sudah aku persiapkan, dari baju renang, lengkap dengan lotion sunblock, agar bebas bermain di pantai sepanjang hari. Tidak lupa sepasang sendal jepit andalan, beberapa pasang baju yang santai dan loose, kaca mata hitam, buku novel yang telah lama ingin kuselesaikan, dan perlengkapan lain yang sudah tersimpan rapi dalam koper hijauku.

Penerbangan berlangsung aman terkendali... halah, kayak aku tau aja apa yang terjadi di kabin pilot... hehehe... Intinya, aku menikmati setiap detik liburanku ini. Semua terasa indah. Meski aku sendirian, aku tak merasa sepi. Aku memang memilih pergi berlibur sendiri, agar bebas menentukan ini-itunya. Tak mau direpotkan oleh kompromi apapun. Enuaakkknyaaa... pikirku sambil tersenyum kecil.

Aku pun menginjakkan kakiku di sebuah hotel yang tak begitu mewah namun terasa homy. Di belakang hotel itu terlihat pemandangan favoritku. Sebuah kolam renang, dengan pantai di belakangnya. Hamparan langit nan cerah telah menyambutku. Aku pun cepat-cepat menaruh semua barangku di kamar yang telah aku pesan sebelumnya. Aku langsung turun membawa semua perlengkapan untuk berada di luaran. Aku menikmati angin pantai yang seakan memelukku. Aku berjalan mengitari kolam renang yang tampak menyegarkan itu... Namun, tujuanku adalah pantai. Pantai membawa sejuta arti pribadi bagiku. Entah kenapa, sejak kecil aku senang berada di pantai.

Kurasakan perlahan pasir memijat kakiku lembut. Deburan ombak kecil mulai menghiasi pendengaranku. Terdengar sayup bunyi burung khas pantai. Aroma air asin pun tercium. Ah, aku merasa aku dibersihkan dari semua beban. Aku merasa ringan. Aku duduk di atas pasir. Sambil merenggangkan kaki ku, aku mengangkat tanganku tinggi, dan menarik napas sedalam yang kubisa. Kubiarkan udara segar memasuki paru-paruku yang setelah sekian lama terkontaminasi polusi kota besar. Kubiarkan udara segar mengusir semua racun dari pikiran dan jiwaku. Aku bangkit dan maju sedikit untuk merasakan sedikit demi sedikit sensasi air laut yang menghangat di kakiku. Hem, aku pun semakin merasa ringan. Tanpa beban. Seakan siap terbawa ombak kemanapun saja.

Aku memilih duduk di pasir dan membiarkan setengah kakiku berada di dalam air pantai. Hem, nyaman sekali... Entah apa yang aku lakukan persisnya, namun aku ternyata menghabiskan waktu satu jam lamanya di pantai. Aku tersadar ketika perutku mulai keroncongan minta diisi. Maka aku bangkit menuju sebuah meja berpayung besar di sisi kolam renang. Seorang pelayan datang menghampiri dan menyodorkan selembar menu. Aku memilih udang mayonaise dan sebuah menu lokal. Minumannya juice mix. Sambil menunggu pesananku datang, aku menuju sebuah pancuran untuk membilas pasir-pasir yang membalut tubuhku. Sambil mengamati air turun... aku teringat sesuatu. Aku lupa mengabari Mamaku. Mamaku minta dikabari bila aku sudah sampai di sini. Setelah bersih dari pasir, aku mengambil handuk besar yang disediakan hotel itu dan mengeringkan diri seadanya. Langsung kuraih telpon selulerku yang sedari tadi tetap kubiarkan dalam status diam. Telpon bersambung dan terdengar suara Mamaku di ujung kabel. Kami berbicara sebentar dan aku memutuskan pembicaraan ketika makananku tiba. Aku pun segera mengisi perutku yang sudah tak sabar menyantap semua makanan nan nikmat itu. Hem, enaknya...

Setelah makan, aku memutuskan untuk beristirahat sejenak di kamar. Aku pun naik ke kamar dan segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Setelah bersih, aku merasa amat mengantuk. Tempat tidur adalah jawabannya untuk sekarang ini. Aku pun merebahkan tubuhku, yang ternyata cukup lelah, ke tempat tidur yang amat nyaman. Aku terlelap sampai matahari sore mulai ingin terbenam. Deringan telepon membangunkanku dari mimpi indahku.

Terdengar sebuah suara dari speaker telponku, "Halo, Ning..."

Aku terkesiap... tak mengharap suara itu terdengar... apalagi di tengah suasana liburanku ini..

Aku berusaha kembali ke alam nyata, "Ya.. aku di sini..." jawabku kaku.

"Ning, kamu dimana? Aku perlu bicara denganmu..."

"Untuk apa kamu perlu bicara denganku?" kataku mulai ketus.

"Banyak, Ning. Aku bisa ketemu kamu... sekarang?" katanya agak mendesak.

"Tidak bisa, Di. Tidak bisa." kataku tanpa penjelasan lebih lanjut.

Hening

"Ning, kenapa tidak bisa?" katanya menyesal.

"Pokoknya tidak bisa. Aku harus pergi. Bye." kataku singkat. Aku memutuskan sambungan telpon yang tak mengenakkan itu.

Aku meletakkan telponku di atas meja rias. Dan menatap wajahku di pantulan cermin. Aku pun perlahan duduk. Bertanya akan apa yang terjadi esok lusa, ketika aku kembali ke Jakarta. Bertanya apa yang sebenarnya aku inginkan. Bertanya, dan bertanya... Aku meletakkan kepalaku ke meja dengan bantalan tangan yang terlipat. Suara yang minggu kemarin membawaku ke sini, kembali bergaung di kepalaku.

"Ning, aku ingin menikahimu... Maukah kamu menjadi istriku?" demikian gaungnya. Tanpa bisa kujawab sampai sekarang.

Meski kujawab dengan diam, dia tetap mengejarku. Tanpa memperdulikan lukanya, dia terus memburuku. Penasaran akan jawabanku. Aku malah menjawabnya dengan jarak. Jauh. Dan berangkatlah aku ke pulau ini. Memang benar, ada alasan untuk menyegarkan diri dari kepenatan rutinitas. Namun pernyataannya itu yang benar-benar memicuku untuk memesan pesawat dan hotel ini.

Malam terasa sangat hening. Pikiranku tak tahu harus diisi dengan apa. Hanya gaung suaranya yang masih terus terdengar. Aku memilih makan malam di sebuah restoran seafood di sebelah hotel. Aku memilih tempat duduk yang berada di luar dan memiliki pemandangan ke arah pantai. Pemandangan favoritku. Dan ternyata bulan bulat nan cantik sedang ingin menemaniku dari singgasananya di angkasa. Hem, pemandangan yang sempurna. Pesananku untuk makan malam datang. Untung saja semua kejadian tadi tidak menghilangkan selera makanku. Bukan Nining namanya, kalau melewatkan hidangan lezat semacam ini ;).

Aku makan dengan lambat, menikmati suapan demi suapan yang masuk ke mulutku. Ditemani deburan ombak, rasanya makanan semakin nikmat. Pikiranku sibuk memperhatikan makananku, berusaha menyibukkan diri tepatnya. Agar suaranya yang mengganguku itu dapat hilang ditelan malam.

Makanan pun habis. Aku bersandar dan menyeruput minumanku dalam-dalam. Menarik nafas... mencoba menghirup kesegaran. Kupandang langit, tampak bersih dan berpusat pada si bulan... Tak sadar, hatiku bertanya pada bulan. Sebenarnya mengapa aku tidak mampu menjawab ajakannya untuk menikah? Apa yang aku tunggu? Apa yang aku inginkan? Mengapa aku tidak mampu memutuskan?

Aku bukanlah orang yang sulit dalam memutuskan sesuatu. Aku selalu ingin semuanya bisa aku putuskan sendiri. Aku selalu tahu apa keinginanku. Sampai saat itu. Ketika ia melontarkan sebuah pertanyaan. Pertanyaan yang telah sekian lama aku pikirkan. Namun ternyata ia yang menyuarakannya.

Hubunganku dengannya telah cukup lama terjalin. Kurang lebih 4 tahun lamanya. Cukup lama, bukan? Tapi selama itu kami berdua cukup sibuk dengan karir kami masing-masing. Aku di bidang training sedangkan dia di bidang advertising. Kami sangat menikmati waktu-waktu yang kami habiskan bersama setiap akhir minggu. Bahkan sering kali dihiasi kejutan pertemuan di tengah minggu. Tak ada konflik utama di antara kami. Namun, kami berdua tidak pernah memunculkan topik untuk melanjutkan hubungan kami ke tahap berikutnya, yaitu menikah. Memang secara pribadi, aku pernah memikirkan tentang pernikahan. Pada saat itu ide tentang pernikahan nampak seperti alien bagi duniaku. Sesuatu yang ada di awang-awang, tanpa tau kapan atau apakah benar keberadaannya di dalam duniaku.

Sedangkan dia... aku tak tahu menahu pendapatnya tentang hal ini. Sampai tiba-tiba ia melontarkan pertanyaan alien tadi... apakah aku mau menikah dengannya...

Ya ampun... apa yang ia pikirkan... Kami tidak pernah sekalipun membahasnya. Apa yang kami bicarakan seputar kehidupan karir kami, teman-teman kami, hobi musik kami yang sama, dan banyak topik menarik lainnya. Tapi, tentang pernikahan? Tak pernah sedikitpun kami menyentuhnya... seakan pernikahan adalah menu yang belum pernah kami kenal dalam restoran cinta kami.

Bulan membisu seperti biasa, mengambil peran sebagai pendengar yang baik. Ah, apa yang harus kukatakan padanya... Hatiku, tiba-tiba bersuara...

"Ning, apa kamu tidak mencintainya lagi?"

Aku terkejut, mengapa pertanyaan itu muncul?

"Tentu aku mencintainya. Aku mencintainya..." kataku menjawab buru2... tentu tanpa suara... agar tidak disangkan orang gila yang suka bicara sendiri.

"Lalu mengapa kamu tidak mengiyakan ajakannya? Apa yang kamu harapkan dari hubungan dengannya?" tiba-tiba suara hatiku terdengar lagi. Belum puas rupanya.

"Duh.... aku harus jawab apa... aku ga tau kenapa aku ga menyambut ajakannya... Aku berharap ... dia ada di sisiku terus.... selamanya... Aku ga mau kehilangan dia..." jawabku tambah lirih sambil menutup mata. Seakan kalimat terakhirku menghabiskan sebagain besar energiku. Tiba-tiba aku merasa lelah...

Aku memang tak ingin kehilangannya. Aku tak pernah merasa nyaman dengan laki-laki lain seperti bersamanya. Namun, nyatanya... aku terlalu takut melangkah ke tahap pernikahan. Meski hatiku berontak lagi, karena aku juga ingin terus bersamanya. Sedang ia tampak tidak ingin selamanya dengan status berpacaran...

Wajar, sungguh wajar... tapi, sulit bagiku untuk mengikuti kewajaran itu. Aku masih ingin seperti sekarang bersamanya. Menikmati waktu berdua, menikmati moment kebersamaan nan indah. Tanpa ada komitmen lebih dari itu. Tanpa ada beban lebih. Tanpa harus... menghadapi kenyataan buruk yang mungkin terjadi...

Setelah membayar, aku memutuskan untuk pulang ke kamar hotel. Rasanya mandi air hangat dengan sabun aroma therapy yang khusus kubawa dari rumah, akan membersihkan pikiranku lagi...

Badanpun segar kembali... Setelah sibuk bertanya ini itu dalam pikiranku... aku pun merebahkan diri di atas tempat tidur. Namun berbagai tanya tetap bergema. Kubiarkan jendela kamar terbuka, tanpa ada tirai yang menghalangi aku dan bulan. Bulan masih setia menemani percakapan bisuku dengan hatiku sendiri.

Rasa kantuk melanda... tak kuasa ku tahan...

Aku tertidur...

Namun tak nyenyak..

Sejumlah memori buruk menghampiriku. Memori masa lalu yang tak kunjung sembuh. Tak kunjung hilang meski dipendam ke dunia antah berantah. Ternyata muncul lagi...

Pukulan yang menimpa tubuh Mama, datang bertubi-tubi dari sosok yang kubenci. Tatapan matanya menyorot tajam padaku. Tatapan yang tak pernah aku bisa maafkan. Teriakan kemarahan tak henti ia katakan. Mama hanya bisa diam. Meminta ampun, akan perbuatan yang sebenarnya tak ada celanya. Aku seperti biasa, berdiri kaku, memeluk boneka kainku. Memandang sosok itu tanpa berkedip. Tangan lain aku kepalkan. Seakan siap memukul sosok itu ketika ia lengah.

Sosok yang kubenci berbalik ke arahku. Menghampiriku, berkata dengan nafasnya yang berbau alkohol bercampur rokok, "Kalau sudah besar nanti, janganlah seperti Mamamu. Menurutlah kepada suamimu. Dan ingat! Jangan katakan kepada siapapun tentang kejadian hari ini. Karena perbuatan ini sudah sewajarnya didapatkan Mamamu." Aku tetap menatap ke depan. Tak bergeser seinci pun. Aku tak takut kepadanya. Aku tak sepenuhnya sadar akan apa yang ia ucapkan. Aku hanya ingin ia cepat pergi dari sini. Supaya aku bisa merangkul Mama. Aku hanya ingin ia lenyap dari bumi.

Aku berlari secepatnya merangkul Mama yang tersungkur di lantai. Kami berpelukan... Air mata penyesalan mulai mengalir di pipi Mama, "Nak, maafkan Mama... Maafkan Mama..." Aku hanya bisa memeluknya... tanpa sadar air mata juga ikut mengalir dari mataku...

Tiba-tiba aku terduduk... dengan nafas tak teratur dan mata terasa basah... Rupanya, aku bermimpi. Mimpi buruk tentang masa lalu, yang kuusahakan kupendam dan kulupakan. Namun ternyata terus menghantui.

Bulan masih setia di atas sana... Aku menyeka mataku dan beranjak ke meja pantry mini yang berada di sudut kamar. Aku menuangkan sejumlah air putih ke dalam gelas. Kureguk semua air itu. Seakan membasuh semua air mataku dan air mata Mama... supaya membilas bersih semua memori buruk itu...

Langit tampak memerah... tanda pagi mulai datang... Aku memutuskan untuk sarapan pagi di kamarku. Jam 7 pagi bel kamarku berbyunyi. Tanpa mengintip lewat lubang pintu, aku membukakan pintu.

"Ya... " kataku mengambang di udara... karena ternyata yang datang bukanlah waiter yang membawakan sarapan pagiku.

Dia berdiri disana, dengan senyuman khasnya. Kaos dan jins belelnya tampak segar dikenakannya.

"Selamat pagi, Ning." katanya lembut.

"Di... kamu..." aku tak sempat menyelesaikan perkataanku lagi.

Ia langsung memelukku. Hangat, seperti yang selalu kurindukan.

"Jadilah istriku, Ning. Aku mohon." katanya, mengulangi permintaannya dulu.

Aku hanya mampu memeluknya... dan tak sadar aku berkata lirih hampir menangis, "Aku takut, Di... Aku takut..."

"Tak ada yang perlu ditakutkan... Berilah maaf pada masa lalu, Ning. Aku bukan Papamu. Aku tidak akan memperlakukanmu seperti itu... Aku mengerti ketakutanmu, Ning." katanya pasti.

Kami melepaskan rangkulan kami. Aku berbalik dan menjatuhkan badanku di kursi depan kaca rias. Dia masuk. Pantulan kami berdua tampak di cermin. Tak kelihatan apa yang membuatku takut melangkah dengannya... Perkataannya, senyumnya, sikapnya selama ini... Ah... tak tau lah...

Aku tetap tak ingin terburu-buru mengiyakan... meski terus terang semua kejadian tadi membuat hatiku sedikit berubah... mulai mengintip asa dan ingin menikmati masa depan berkeluarga dengannya. Namun, alih-alih membahas hal itu, aku menatapnya dan berkata,
"Yuk kita jalan-jalan. Refreshing... Biarkan cinta kita yang menjawabnya seiring waktu... "

"Oke... Tapi, kamu harus ingat... aku tetap menunggu jawabanmu..." katanya serius.

Aku hanya mengangguk kecil, menggamit tangannya, untuk menuju ke arah pintu kamar. Keluar, menghirup udara segar pagi hari di pulau eksotik ini...

Kamis, 01 Oktober 2009

Lil Things

Aku senang diajak Mama main ke mall atau kemana saja
Di sana aku pasti meminta Mama bermain ke arena bermain
Aku senang bermain segala macam
mobil-mobilan
kuda-kudaan
prosotan
ayunan
enjot-enjotan
trampolin
loncat2an di atas bangunan balon
main drum
mainan koin
dan segalaaaa macammm mainan lainnya

Mama dan Papa dg sabar menungguiku bermain
Ketika lelah dan kantuk melanda, aku tetap ingin bermain
Tak mau kehilangan semua kesenangan di depan mata
Tapi, Mama dan Papa mengajakku pulang
Beristirahat

Pada akhir hari
bukan berbagai permainan itu yg aku rindukan
tapi...
kitikan dan pelukan Mama
cerita dan tawa Papa
itu yg selalu aku nantikan

Tak usah susah-susah membawaku ke arena hiburan di ujung dunia, Ma&Pa
Karena hanya bersama kasih sayang Mama dan Papalah aku merasa bahagia

*inspired by Teresa*

Setelah aku perhatikan, Teresa seneng sm hal2 sederhana & kecil, sperti main kitik2an, loncat2an di kasur, nonton vcd, main bola, ngobrol, menggambar, prosotan, ayunan, didongengi (baca buku atau cerita boneka).... dan lainnya. Memang hal2 kecil sering kali membawa arti besar, daripada hal2 besar yg kadang kala malah kurang berkesan.Seperti kata orang bijak, "setialah pada hal-hal kecil..."

Rabu, 30 September 2009

Casting

Suatu siang, aku menuruni mobil kami yang berdebu.

"Ayo, Nak. Nanti jangan lupa senyum ya di depan kamera. Terus nanti kalo disuruh sama tante atau Om-nya, nurut ya... Senyum dan da-dah ke kamera. Oke...?" kataku memberikan wejangan terakhir kepada si cantik berkuncir satu, anak semata wayangku itu.

"Iya, Mah..." kata si cantik patuh.

Sampai disana, sudah ada Mbak berbaju ungu menyuruh kami absen. Dengan agak ketus ia menyuruh kami duduk menunggu giliran sesi pemotretan dan pengambilan adegan dengan menaiki odong-odong di halaman depan.

Aku mengintip dan melihat studio foto agak kosong. Aku nekat ke dalam bersama si cantikku.

"Mbak, anak saya bisa dipotret sekarang?" kataku cuek.

"Ooo.. Mbak dari mana ya? dari agen mana? " jawabnya dengan tanya juga, sambil meneliti kami berdua dari kepala ke ujung kaki.

"Kami diminta datang oleh Mbak Vivi. Kemarin bertemu di sebuah mall." aku berusaha menjelaskan.

"Ooo... oke... coba aja masuk ke dalam studio, tunggu giliran sesudah anak itu." ia mempersilahkan kami masuk.

Sesi pemotretan berlangsung singkat dan lancar. Si cantik tidak kesulitan bergaya sedikit di depan kamera, bahkan direkam dengan mengucapkan perkenalan singkat.

Lalu sesi disyut kamera di halaman depan dengan menaiki odong-odong, bersama tiga anak lainnya.

Anakku standar. Tidak tampak banci kamera, tapi juga tidak kaku. Dan juga tidak bergaya aneh-aneh. Anak perempuan di depan anakku tampak sangat terlatih, tersenyum tampak gigi dan menggoyang-goyangkan kepala ke kanan-kiri tak henti mengikuti lagu odong-odong. Anak lelaki di sebelahnya, cukup ganteng dan berisi. Namun tak henti mengedipkan salah satu matanya. Entah mengapa. Kedua orangtua anak lelaki itu beserta kakaknya tak henti mencoba menghentikan kebiasaannya mengedipkan mata itu. Di belakangnya, di sebelah anakku, ada anak perempuan yg sama standarnya dengan anakku. Namun sedikit lebih cemberut.

Lagu berganti-ganti. Beberapa lagu yg familiar bagi anakku. Maka ia sibuk mengikuti kata demi kata lagu itu. Dan anak perempuan di sebelahnya mengikuti kegiatan anakku ini. Akibatnya, instruksi tante sutradara tak terlalu diikuti, yaitu untuk berteriak Horeee dengan gembira sambil mengangkat tangan ke atas. Kadang diikuti kadang tidak. Yang konsisten dan responsif ssi tuntutan sutradara hanya si anak perempuan di depan anakku tadi.

Setelah itu masih ada satu adegan ternyata. Di tengah siang bolong, empat anak balita itu diminta berlarian. Sementara si anak yg baik aktingnya tadi (yg tadi duduk di depan anakku) diminta berakting sedih. Spontan anak tsb menolak.

"Aku ga seneng disuruh sedih..." katanya protes kepada Ibunya.

Dibujuklah ia agar skenario terpenuhi, dengan es krim. Tapi masih belum lancar. Yahh... namanya juga anak2 ya... Maka adegannya dibuat terpenggal. Yang lari dulu, baru yg sedih. Sekali lagi, anakku tak mengalami kesulitan memenuhi peranannya berlari ke arah odong-odong. Karena si Papa ada di ujung menyuruhnya lari ssi aba-aba sutradara.

Maka saatnya kami pulang

Mbak Vivi, yg dari tadi tampak sedikit bangga akan kehadiran anakku, mengucapkan terima kasih dan berjanji akan mengabari kami.

Dalam hati, spontan, terbersit harapan supaya adegan atau usaha semacam tadi berhenti disini. Kurang sreg rasanya utk kembali menjalani proses tadi, meski anakku tampak lancar-lancar saja menjalaninya.

Maka dengan lega hati kami meninggalkan lokasi. Dan mencari es krim, memenuhi rengekan si cantik kecilku.

Setelah makan es krim di mobil, ia pun tertidur. Lelah karena pengalaman baru tadi dan hawa panas yang memang ckp menyesakkan.

***

Di mobil, aku dan suamiku sepakat, akan mengutamakan sekolah dan pengembangan diri lainnya utk anakku. Pengalaman tadi untuk menambah wawasan saja. Tak perlu ngoyo untuk mengejar "pengembangan diri" di bidang entertainment. Dunia yg dari awal memang kurang cocok bagiku pribadi. Ada bbrp alasan mengapa aku tak menyukai dunia yg satu itu. Misalnya, waktu aktivitas yg kadang tak menentu, kurang 'mengajarkan' nilai penting dari suatu proses atau usaha sebelum bisa tampil secara publik, instan, dll.

Buat anakku? Ya, tampaknya dia enjoy aja mengikuti proses casting tadi. Tapi, ga kebayang dan ga mau lah jalanin lagi secara lebih sering proses seperti itu lagi. Melelahkan utk anak seusianya. Lebih baik diisi dengan bermain, bersenang-senang, mengembangkan potensi lain, berteman, bersekolah...


Selasa, 29 September 2009

Merdeka!

(Posted on FB Notes at August 17th 09)

17 Agustus
hari sakral tampaknya
tapi apa benar sakral?
tentu... utk para pejuang, dari yang elite sampe yg di barisan bawah
tapi... utk para muda (kita...) di masa skarang? bagaimana kemerdekaan itu dihayati?

rata-rata dari kita sudah merasakan kebebasan sejak lahir
mendapat semua kebutuhan hidup mendasar
minum, makan, sandang, papan
bahkan banyak yg dari kita (yg tergolong beruntung dibanding lapisan masy. lain) yg bisa rutin berrekreasi, menghibur diri, relaks...

tapi... di luar kelompok rata-rata (meski data statistik menunjukkan kenyataan lain pastinya...) banyaaakk yg sejak lahir sudah mengenal apa yg namanya kemiskinan
miskin ekonomi
yg hampir otomatis membawa kemiskinan lain
miskin pendidikan
miskin kesehatan
miskin .... dsb...

ah... jadi bertanya, betulkah negara ini sudah Merdeka dalam arti yg sesungguhnya?

betul! kita bebas berpendapat tanpa takut dibungkam
(apakah betul? krn kemarin masih kudengar proses pengadilan si Ibu yg menulis surat mengkritik salah satu rumah sakit ituh, masih menggantung entah sampai kapan...)
betul! kita bebas untuk memilih apa yg kita inginkan tanpa disetir keinginan 'penjajah'
(apa betul begitu? krn setiap hari kita terdesak oleh sejuta tawaran konsumerisme yg menjajah pola pikir dan gaya hidup kita, sejumlah tawaran media/para pemilik modal yg tak sehat, sadar atau tak sadar...)
betul! kita bebas utk berjalan kemana-mana... tanpa ada ancaman yg berarti...
(namun apakah betul begitu? mengingat polusi dimana-mana, mengingat premanisme masih terus ada, mengingat ancaman moral masih jg mengerogoti..)
betul! keadilan sudah bisa dituntut dalam sebuah sistem yg siap digunakan
(tapi... masih terus kudengar adanya tragedi kemanusiaan yg tak berpangkal meski menelan jiwa yg tak bersalah, masih ada mafia para penegak hukum, dan sejuta pe-er lainnya..)

eits... itu hanya sejumlah pertanyaan... sejumlah refleksi singkat yg bisa ditambahkan oleh siapapun, tentang apapun lagi...
tidak bermaksud pesimis
hanya bersikap waspada
tdk mau terbuai dg keadaan damai sentosa yg berhembus
sebab nyatanya masih banyak sisi-sisi dan detil-detil yg harus dibangun bersama

dengan semua kondisi itu,
Aku cinta Indonesia... sebuah negri unik tak ada duanya...

utk mencintai sesuatu.. bukan berarti menyoroti kekurangan
tapi, berusaha bertumbuh bersama, agar terus menerus menjadi dewasa...
berusaha 'membangun' dari dalam
bukan merongrong dari luar

mari kita bernyanyi dengan bangga (dengan lantang or dlm hati saja, yg penting penghayatannya...)
"Hiduplah tanahku, hiduplah negriku
bangsaku, rakyatku, semuanya
bangunlah jiwanya, bangunlah badannya
untuk Indonesia Raya

Indonesia Raya, merdeka merdeka
tanahku, negriku, yang kucinta
Indonesia Raya, merdeka merdeka
hiduplah Indonesia Raya!"

Dirgahayu negriku... negri sejuta masyarakat...
meski bernoda bajumu, namun hatimu akan terus dijaga sejuta tangan berbakti
meski lusuh tampangmu, namun jiwamu tetap akan terbakar berjuta semangat perjuangan hidup tak henti

Sebuah Adegan Siang Tadi

Di sebuah restoran cepat saji, seorang anak balita chubby berkulit putih bermata sipit ditemani dua embak pengasuhnya (membuat gw bertanya2,kenapa satu anak perlu ditemani dua orang mbak?). ternyata mereka menemani si anak bermain di playground restoran itu tanpa membeli produk restoran tersebut (udah biasa kali yee...).

Anak : (langsung berlari ke arah perosotan, membuka sendal dengan melemparkannya tanpa peduli kemana sendal itu melayang) ---> terlihat nilai kerapihan yg dibiasakan oleh pengasuh/ortu

Mbak 1 : (ikut naik tangga dan meluncur lewat prosotan) --> bikin gw melongo

Mbak 2 : (menunggui si anak di ujung perosotan, sambil kadang kala menggendong anak yg tiba2 loncat ke tempat penyewaan mobil maenan berbatere di dekat restoran) ---> gendongan menjadi kebiasaan utk mengarahkan anak rupanya, bkn penjelasan

Mbak 1 & 2 : (sibuk membetulkan ikatan rambut mereka, atau foto2 dg HP, sambil mengajak si anak berpose... "action" kata mereka kepada si anak...) --> yaaa... efek konsumerisme HP jaman sekarang apa mau dikata...
(bahkan foto2 tanpa peduli ada anak gw yg pengen naik perosotan) --> krn males menegur, gw ajak anak gw menjauh dulu sementara...

Anak : "orang gila... orang gila..." (tiba2 mengucapkan kata2 ini kepada Mbak 2)
Mbak 2 : "bego...kurang asem... " (langsung berekspresi gemas dan menunggui si anak di ujung perosotan sambil mengganggunya, seakan2 membalas teriakan si anak)
--> ketebak dari siapa si anak bisa bicara demikian...

Kritiikkkk mulu ya gw... tapi... jadi, kebayang kan... apa aja bisa terjadi ketika anak dititipkan pada si pengasuh....? mulai dari kebiasaan yg kurang baik (kerapihan, kata2 kasar) sampai komunikasi yg buruk (mengangkat anak langsung tanpa penjelasan verbal, as if si anak ga ngerti or bukan manusia yg bisa diajak bicara... menyedihkan...)...

Esok Lebih Baik

Ketika mata perih karena lelah
ketika hati menangis karena emosi
ketika badan lunglai karena kurang energi
ketika harapan kelihatan hanya di awang-awang

Kucoba
menahan kantuk
menahan lelah
meneruskan perjuangan
sebab
apalah aku ini
jika tanpa perjuangan
mungkin hanya seonggok daging bertulang
yang hanya berbicara tanpa arti
yang hanya berjalan tanpa misi
yang ada menjadi tak lebih makhluk 'mati'

Ketika aku lelah
aku melihat lagi tujuan perjuanganku
latar belakang semua ini
menatap hari esok yang masih terbentang
menaruh harap
menyusun asa
memetakan strategi
agar esok lebih baik

Esok lebih baik
itu saja...

Perceraian Itu

Pagi tadi sekilas menyaksikan infotainment. Lagi-lagi, berita klise (so sorry to say its cliche) ttg artis : perceraian.Berita yg sll membuat bete.

Perceraian.Perpisahan, dalam konteks pernikahan tentu. Kata orang, ada pertemuan, ada perpisahan. Tapi saya kira (seharusnya) tidak ada istilah itu dalam pernikahan. Katakan aku naif. Tapi, buatku tidak ada kata itu dalam kamusku. Katakan aku tak empatik, tapiii apapun itu, niatkanlah dan jangan biarkan pemikiran itu memasuki pernikahan kita... maka semua daya upaya pasti akan menuju kesana...Katakan aku bodoh, tapi setau aku sedikit saja kita beri celah pada pemikiran negatif (perceraian) maka makin lama angin berhembus makin kencan, merobohkan segala sisa dinding pertahanan. Katakan aku kaku, tapi, dogma agama yg aku pegang, sungguh membantuku menetapkan hati mempertahankan komitmen.
Katakan aku berlebihan, tapi sungguh, tak ada yg bisa diberikan utk healing luka anak yg mengalami perceraian...

Memang,apa yg kutulis sebagian berdasar hanya pada ketakutan dan keprihatinan. Ketakutan akan menghadapi masalah yg sama dengan para pasangan yg bercerai. Keprihatinan akan nasib anak2 yg mengalami peceraian dan juga (mungkin) luka yg dialami masing-masing pasangan. Entahlah... masih buta aku dalam ranah ini. Dan terus berharap buta, sehingga tak harus memikirkan pilihan itu.

Ah, ini hanya sekedar notes pribadi. Tak bermaksud menyalahkan siapapun. Apalagi mereka yg telah memutuskan hal itu. Aku percaya apa yg sudah diputuskan sdh dipikirkan konsekuensinya secara matang... Tapi, utk yg blm "mengarah" ke sana, mari sama2 berusaha... jgn sampai angin negatif itu berhembus sedikit saja dalam pikiran kita. (Amin)

Campur Tangan

Sejak bayi, manusia tak bisa mengelakkan campur tangan orang lain dalam hidupnya. Dari hal yang paling sederhana, seperti pemberian nama... seorang bayi sudah diberikan nama, yg tak bisa dipilihnya, oleh orang tua atau kerabat dekat lainnya. Nama itu akan melekat seumur hidupnya. Sepele memang tampaknya, sebuah nama itu. Hanya bila dipikir lebih lanjut, nama adalah label utk kita sandang seumur hidup kita. Dan tentu tidak lepas dari arti dari nama yang tersurat dalam nama sang bayi. Bayi akan tumbuh dan bertambah usia dari tahun ke tahun. Tanpa nama, bayi kehilangan identitasnya. Jadi pemberian nama adalah logis menurut saya, karena memberikan identitas pertama pada si anak. Misalnya,pemberian nama keluarga kepada bayi, maka bayi memiliki identitas bahwa ia adalah anggota keluarga si A. Pemberian nama pada bayi berdasarkan nama tokoh (agama maupun tokoh umum lainnya), maka bayi diberikan harapan atau teladan hidup yang baik. Nama-nama lainnya, yang mungkin berakar budaya atau tradisi tertentu, juga akan turut membawa implikasi akar asal usul si bayi. Dengan nama, seorang individu akan tampil memperkenalkan dirinya dan juga lingkungan asalnya.

Pemberian nama ini mungkin telah terjadi entah dari kapan, mungkin sejak peradaban manusia terjadi (masih butuh pencarian data lagi ttg hal ini). Dan akan terus berulang, saya rasa, sampai kapanpun. Bila diartikan secara positif, tentu amatlah positif. Mengingat dengan nama, seperti yg dijelaskan di atas, sso mendapatkan identitas (awal)nya. Dan pembentukan identitas tentu akan terus berproses sepanjang hidupnya, misalnya melalui berbagai karya yang dihasilkan.

Secara negatif, atau sisi sebaliknya... dapat dikatakan bahwa adanya peristiwa pemberian nama ini menunjukkan tidak dapatnya manusia mengelakkan campur tangan manusia lainnya ke dalam kehidupan kita. Seperti yang selalu digaungkan, manusia adl makhluk sosial. Dan itu telah ditegaskan sejak lahir, dari penamaan oleh orang tua sampai proses kelahiran yang dibantu staff medis serta peranan orang tua juga tentunya, terutama Ibu.

Selanjutnya si bayi terus bertumbuh, tentu dengan peranan pengasuhan dari berbagai pihak, dengan orang tua yg berperan utama. Lalu ketika memasuki usia sekolah, anak belajar menerima campur tangan dari para guru dan pendidik lainnya. Ketika dewasa, ia akan mulai belajar menerima campur tangan dari teman, pacar, organisasi, rekan-rekan kerja, atasan dalam dunia kerja dan sebagainya.

Hmmm... jadi, bila mulai merasa, kok saya tidak bisa hidup tanpa orang lain? atau sebaliknya, saya ingin hidup tanpa orang lain? Pikirkan lagi, proses yg telah kita jalani dari bayi sampai dewasa, sekarang ini. Apakah memang mungkin kita hidup tanpa orang lain? (misalnya pun, kita hidup di hutan? hehehe....)

Notes ini hanya sekedar pemikiran, yg muncul ketika saya menghadapi sejumlah nama siswa/i dalam laporan yg harus saya selesaikan... :)

Feel Blessed

Sebelum kembali tenggelam dalam laporan, ingin rasanya share perasaan "terberkati" yg akhir2 ini muncul dlm hati...

TERESA

Teresa mjd bukti nyata cinta Dia yg disana utk hidupku. Banyak hal yang aku pelajari dari kehadiran Teresa... spt yg pernah aku tulis di notes sblmnya, mjd ortu membawa byk perubahan, dari yg kecil sampai hal yg besar. Yg kecil2 misalnya, jadwal sehari2, gaya hidup, dll... Hal yg besar misalnya, pemilihan profesi, pengembangan kesabaran, disiplin, lebih concern akan kesehatan, dll...

Setiap saat bersama Teresa, aku merasakan ada bukti nyata bahwa Tuhan hadir, berkarya dan being very kind to me...

Tentu ada masa2 sulit, namanya jg Hidup... kalo pas Teresa ngambek, sulit diatur, makannya diemut, sulit dibangunkan pagi hari utk ke sekolah, minum susunya musti disendokin&lamaaa... bener, dlsbnya....

But at the end of that all... I just feel blessed by her...

TEMAN-TEMAN

Aku adl pribadi yg pada dasarnya mudah berteman dg siapa saja... dan sering kali menemukan kondisi ktk aku kehilangan inti pembicaraan krn ngalor ngidul ngobrol dg teman... Meski sekarang sdg smkn membaik sihhh hahaha... (Really...? hihihii) yg artinya aku sangat menikmati pertemanan, bersosialisasi kata para ahli ;)

Teman, ada yang kayaknya dah life long friends gitu ya... ada yg dari sd, smp, sma sampe skarang masiii kontak terus... meski ga sll bersama, tp yg katanya hati ttp deket itu, kerasa loh... pas chat lewat ym or telp, wahhh bisa ga setop2 ngomongin ini itu... dari curhatan mendalam sampai yg omongan ringan hehehe...

Teman, ada juga yg baru ketemu, tp kok ya baru kenalan 1-2 hr bisa juga tuh ngomong sampe beleber hahaha.... ya namanya nge-klik n auranya nyambung kali ye...

Teman, ada jg yg bkn aku amazed, meski kenal dah lama n ga gitu deket, eh kok ya ada satu kejadian bisa membuat kita setiap hari kontak, terutama tentang masalah cintanya... meski aku merasa tak membantunya apa-apa.. tp tokh ada keterikatan yg terus membuat kita saling kontak dan itulah artinya hubungan 'terapeutik' kali yee... hihihihi...

Teman, ada juga yg 'menghilang' entah ditelan apa juga aku ga tau... tadinya deket tp kok sekarang leng ples aja ilang.... begitu coba dikontak, sulitnya minta ampun, entah dr koneksi komunikasi yg kurang memadai sampai obrolan yg ga nyambung lagi... aneh n masi misteri utkku...

Intinya, dari semua teman itu, banyak pelajaran hidup yg aku dapatkan... Dan really feel blessed of it.

Tv Show (& semacamnya) For Teresa

Televisi sdh jadi bagian hidup sehari-hari. Dan tentu menular ke anak2 dengan mudah dan kadang tak disadari. Padahal sudah cukup rasanya sejumlah ahli dan penelitian yg menyebutkan efek buruk dari aktivitas menonton tv (terlalu banyak) pada anak. Maka atas alasan itu, aku juga memperhatikan acara2 yg ditonton Teresa. Berikut bbrp guidelines yg aku terapkan pada Teresa :

1.Pembatasan jumlah waktu menonton televisi dan semacamnya. Meski masih perlu diperbaiki, tapi kira2 Teresa diberi batasan menonton hanya pada jam-jam tertentu. Dan masih belum memenuhi target ideal dari yg semestinya, yaitu 2 jam per hari.

2. Pemilihan program televisi. Biasanya berikut yg aku perhatikan saat memilihkan acara utk Teresa :
- Jalan cerita dan konten yg ga ribet, dimengerti oleh Teresa
- Tampilan yg ceria
- Berisi nilai moril yg baik
- Sebisa mungkin non violence
- Tidak berisi konten yg mencemarkan RAS tertentu
- Tidak (terlalu) berisi isu bias gender
- Memberi pengetahuan baru
- Menstimulasi bbrp aspek keahlian
- (dan mgkn bbrp hal lain yg masih blm terdeteksi, krn biasanya reflek aja memilih program utk Teresa hehe...)

3. Sebisa mungkin ketika menonton, aku akan menemani Teresa. Bila acara yg ditonton sudah biasa dan dianggap "aman" kadang boleh sesekali ditinggal, misalnya bila aku harus mandi, bikin susu, atau kegiatan "15 minutes" lainnya... Meski, emang ga disarankan menjadikan tv sbg babysitter...hehehe... Yg penting selama "ditinggal" aku sll tetap mengawasi Teresa.

Lalu, berikut ada bbrp acara televisi/vcd yg menurutku oke utk dishare... Meski mgkn tdk mencakup semuanya.. ini yg teringat n sering ditonton aja :

1. Acara Televisi :
Trans Tv :
- Surat Sahabat (masih ada ga ya... udh lama ga ntn trans tv)
Trans7 :
- Si Bolang
- Laptop Si Unyil
- Jalan Sesama
- Koki Cilik
- Cita-citaku
Antv :
- Ciul, Cik cik, Mouchu & Kak Asty (duh, apa nama acaranya ya... lupa euy!)
Global tv :
- Dora the explorer
- Diego
- Wonder Pets
- Backyardigans
- Yogabagaba
- Lupa judulnya : yg ada komidi putar, dg tokoh anjing bulu panjang, seorg anak perempuan pake pita biru,sapi,jack in d boks... Round apa gitu, cuma Sabtu tayangnya.
Daai Tv :
- Rumah Dongeng
- Koki Kecil
- Ziaoi Li Tji (bener ga ya nulisnya... susah euy)
- Tata
- Children of the world
- Mostly semua acara Daai Tv boleh ditonton anak2, tapi disertai penjelasan dari ortu spy lebih dipahami, bagus loh utk meningkatkan sensitifitas anak pada isu2 sosial...
Tvri :(maap, kebanyakan lupa nama acaranya)
- acara dongeng tradisional, yg dimainkan oleh anak2, semacam drama-sinetron gitu
- acara dongeng boneka asuhan Arswendo Atmowiloto
- acara panggung anak2, yg ngisi biasanya anak2 TK...

2.VCD (or mgkn bs ditemukan format DVD nya, krn gw masi pake VCD neh hehe...)
- Teletubbies
- Fimbles
- Barney
- Thomas
- Mickey Mouse
- Winnie The Pooh
- My Friends Tigger & Pooh
- Strawberry Shotcake
- Kids Songs
- Brainy Baby
- Bobi Bola

3. Internet :
- Sesame street
- Strawberry Shortcake
- Pooh
- Elmo's World
- Berbagai video lagu anak2 English n Bahasa
- etc (di internet mah apa aja ada kali yeee... tp ya itu harus strict sm batasan waktu & kriteria program yg baik & cocok utk anak :D )

Semoga share nya bisa memberi masukan utk para ortu :)) Dan tentu aku terbuka utk tambahan guidelines n recomended tv/vcd/dvd programsnya...

Hv fun & hv a blast show time with ur children ! :))

Minggu, 30 Agustus 2009

Secangkir Coklat Hangat...

(inspired by "Chocolate High" - India Arie feat. Musiq Soulchild)

Pagi itu, aku sudah di depan komputer meja kerjaku. Kulirik sebelah kanan mouse yang kugenggam. Sebuah cangkir, bertuliskan Mine, berisi cairan ternikmat, at least for me.... coklat hangat telah tersedia. Menemani aku, seperti anjing setia. Lemak? Ah, siapa peduli! Tokh aktivitas di gym selalu menemaniku di sore hari. Kusesap perlahan coklat hangat itu.

Hmm... nikmat...

Sesekali aku menggantinya dengan teh atau juice, tapi selalu kembali ke secangkir coklat panas. Seperti sesuatu memuaskan dahagaku ketika menyeruput cairan hangat itu. Mungkin memang benar kata para ahli, coklat memberikan rasa santai dan gembira.

***

"Jadi, kamu maunya apa sih?" kataku gemas menatap wajahnya di seberang meja.

" ... " dia terdiam.

"Aku sudah berikan semuanya. Aku berusaha menjadi yang kamu mau. Tapi masih belum cukup rupanya... Apa maumu... Aku ga ngerti lagi... " kataku tak sengaja terkesan putus asa.

"Maafin aku, Say..." dia berusaha menjawab.

"Maaf... gampang... tapi, apa kita mau seperti ini terus? Sudah dua kali! Aku sudah muak...!" kataku tiba-tiba melontarkan magma dari perut gunung merapi cintaku.

"Aku masih sayang kamu... Please..." katanya tak berani menatap wajahku.

"Bull shit!! Kalau kamu sayang aku, kenapa kamu begitu?!" semprotku.

"..." bisu lagi dia.

"Ah aku tak tahu lah... Sekarang aku ingin sendiri... Pergi. Sekarang juga." aku menegaskan keinginanku.

"Tapi say, ..." dia berusaha membantah.

"Pergi. Sekarang." kataku menatap ke luar jendela, tak lagi memberi kesempatan menerima bantahan.

Dia pergi dengan lunglai. Entah lunglai dari hati atau hanya fisik belaka.

***

Secangkir coklat menemaniku sesorean setelah percakapan melelahkan tadi. Aku hanya termenung. Kadang memejamkan mataku. Ditemani sayup-sayup live music dari panggung cafe ini..

Tiba-tiba, ada suara memanggilku, "Arumi... apa kabar?"

Aku menengok ke arah suara itu. Sesosok laki-laki berpakaian casual tersenyum membawa secangkir coklat.

"Oh, hay... Kabarku baik... Apa kita pernah kenal sebelumnya?" tanyaku gagap. Mencoba mengaduk memori tentang teman-teman masa laluku.

"Sudah kusangka kamu lupa. Aku Doni. Aku temanmu semasa SD di Yogya. Ingat? Ga heran kamu lupa, karena setelah kelas 1 SD kamu pindah ke Jakarta." katanya berusaha mengingatkanku akan identitasnya.

Maka akhir hari itu tidak seburuk awalnya. Karena kehadiran seorang teman ternyata cukup dapat mengalihkan luka akibat percakapan dan kejadian sebelumnya. Meski untuk sejenak.

***

Sore sudah mulai lewat. Aku pun tiba di kamar apartemen satu kamarku. Kutaruh tas ku di atas bufet dekat pintu. Sofa menjadi tangan setia memeluk badanku setelah penat hari ini. Kupejamkan mata lelahku. Laksana film rusak, adegan siang tadi berputar.

***

"Adi, tolong datang ke kantorku. Kalau bisa sekarang juga. Ada yg perlu aku sampein ke kamu. Mendesak. " kataku melalui SMS, tanpa basa-basi dan nada manja seperti biasanya.

Tak lewat 2 jam-an, Adi datang. Seperti biasa aroma parfun macho kesukaanku semerbak seiring kehadirannya di kamar kerjaku yang tak begitu luas ini. Rambutnya tersisir rapi, lengkap dengan stel kemeja berlengan panjang dan celana bahan yg rapi terjatuh di atas sepatu mengkilapnya.

"Halo, Say... " katanya terkesan agak gugup, menghampiri pipiku untuk mendaratkan kecupan.

Namun aku mengelak kecupannya, yang pernah aku rindukan. Kujauhkan kepalaku. Sehingga ia pun berada di posisi yg tak seimbang. Untung meja ada di situ, untuk menahan bobot badannya.

"Silahkan duduk, 'di. " kataku dingin tanpa memandang mata dan mengabaikan peristiwa pengelakkan tadi.

Dia duduk. Mulai menarik ekspresi muka ramahnya.

"Sejak perselisihan kita hari Sabtu kemarin, aku berpikir banyak. Merefleksikan apa yg terjadi dalam hubungan kita selama 3 tahun-an ini. Dua kali sudah aku memberimu kesempatan karena pengkhianatanmu. Dan ternyata kesabaran dan kelebaran maafku tak bisa lagi kuberikan untuk yang ketiga kali ini. Dari semua kejadian itu dan perasaan-perasaan yang berkembang akhir-akhir ini, telah membuatku mengambil suatu kesimpulan. Kamu tidak pantas untukku. Dan aku tak bisa lagi bersamamu. " kataku lancar seakan tanpa beban, meski menyimpan pilu di hati.

" ... Say, tolong kasih kesempatan lagi ... aku akan berusaha... " katanya mencoba memelas, masih mencoba mendapatkan hatiku.

Keputusanku sudah bulat dan kokoh. "Tidak bisa, aku ga bisa kasih kesempatan lagi. Tuhan pasti bisa memberikanmu kesempatan lain, dengan orang lain. Tidak denganku. By the way, tolong panggil aku sekarang dengan namaku, Arumi, bukan lagi 'say. Karena aku bukan lagi sayangmu."

"Tapi... aku.. masih sayang kamu.... " katanya menggantung, seakan mengucapkannya untuk kesadaran dirinya sendiri.

"Adi, aku sudah menyampaikan apa yang ingin kusampaikan. Sekarang tolong tinggalkan kantorku. Aku ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Aku doakan yang terbaik untukmu. Selamat tinggal. " kataku, berpura-pura menyibukkan diri dengan berbagai kertas laporan di mejaku.

Semoga dia cepat pergi, batinku. Sebab air mata mulai mendesak keluar dari sudut-sudut mataku. Aku tak ingin ia melihat aliran air mata ini. Biar aku menelan dukaku. Dan akhirnya bangkit sendiri, karena diriku. Bukan karena orang lain.

Dia beranjak dari kursinya, agak lambat laksana adegan slow motion pada film-film drama.

"Baiklah, Arumi. Aku pergi. Selamat tinggal. Ingat, aku masih sayang sama kamu. " katanya lirih namun jelas, kali ini ia mengucapkannya dari dalam hatinya. Bukan lagi mencari kesempatan seperti sebelumnya.

Aku tak sanggup menahan air mataku lebih lama lagi. Kuputar kursi ke arah tembok. Tertunduk pasrah membiarkan kesedihan mengalir deras. Terdengar pintu tertutup. Blam. Tertutup juga cintaku kepadanya.

***

Kubuka mataku. Merasa beruntung tak lagi di kantor, dimana bayangnya meninggalkan pintu itu terus berulang. Aku bangkit dengan malas. Memutuskan untuk ke kamar mandi. Mengguyur badan, agar dinginnya air membekukan luka yang menganga. Dan dilanjutkan dengan tidur sampai pagi. Rasa lapar tidak kugubris. Sampai pagi hari datang, terpaksa kubangun. Menyelesaikan rutinitas hari itu serasa robot.

***

Sore datang. Jam kerja usai. Maka kumelaju ke arah cafe favoritku. Tak ingin rasanya sendiri di kamarku lagi. Mengingat aku tinggal sendiri di kamar apartemenku.

Kuraih cangkir berisi coklat yg mulai menghangat. Sambil terus menerawang ke luar jendela cafe sederhana ini. Alunan lagu "I'll Survive"nya Cake terus menemaniku semingguan ini. Ah.... sure! Aku akan survive... Tapi untuk saat ini, sulit rasanya keluar dari kubangan kesedihanku.

Tentu saja, secara rasional, aku menyadari bahwa putus dengannya adalah keputusan terbaikku selama 3 tahun ini. Memutuskan sesuatu yan membebaskanku dari kekhawatiran akan pengkhianatan yg terus berulang. Memberikanku kebebasan dari tanya, apakah dia mencintaiku atau tidak. Karena akhirnya aku tahu, yang paling penting adalah rasa sayang pada diri dari aku sendiri. Akhirnya aku tak lagi merasa takut akan kehilangan cintanya. Karena aku tahu sekarang, cintanya bukan untukku. Dan rasa sayangku tak pantas diberikan untuknya. Aku ingin mengabdikan cintaku pada orang yang memang benar menyayangiku dengan tulus.

Tiba-tiba, sebuah sapaan terdengar di sisi kiriku. Aku menengok dan menemukan wajah ramah, tersenyum.

"Hay, Don... Kok, bisa sama-sama di sini ya... " kataku sedikit kaget dan bertanya-tanya.

"Hmm... ga tau juga ya. Aku juga kaget. Hmm, sebelum bertemu temanku, boleh aku menemanimu duduk di sini? " tanyanya spontan.

"Tentu. Silahkan.." langsung aku menyambut kehadirannya, dengan sekilas menyadari minuman yang digenggam Doni sama dengan cangkirku di meja. Secangkir coklat hangat.

Maka sore itu menjadi agak cerah, karena kembali hadir seorang teman.

***
Minggu telah berganti bulan dan menumpuk menjadi tahun. Sudah dua tahun semenjak aku memutuskan Adi. Lihatlah hatiku. Tak lagi kuasa berlama-lama menghitung air mata. Dan berhasil menapak dalam hubungan baru. Berusaha meraih harap dan mewujud asa.

Doni telah mengisi hari-hariku. Tanpa mampu aku memberikan arti & harap lebih terhadap sekian tawa dan kerinduan yang selalu hadir di antara kami. Manisnya masa berpacaran, kata banyak orang. Ah, tetap aku menikmatinya.

Dua gelas berisi coklat panas seakan selalu hadir mengingatkan jalinan sederhana yang ada di antara kami. Berisi kehangatan cinta dan rasa manis yang selalu ingin dipeluk raga.

Semoga...

Minggu, 16 Agustus 2009

Merdeka!

17 Agustus
hari sakral tampaknya
tapi apa benar sakral?
tentu... utk para pejuang, dari yang elite sampe yg di barisan bawah
tapi... utk para muda (kita...) di masa skarang? bagaimana kemerdekaan itu dihayati?

rata-rata dari kita sudah merasakan kebebasan sejak lahir
mendapat semua kebutuhan hidup mendasar
minum, makan, sandang, papan
bahkan banyak yg dari kita (yg tergolong beruntung dibanding lapisan masy. lain) yg bisa rutin berrekreasi, menghibur diri, relaks...

tapi... di luar kelompok rata-rata (meski data statistik menunjukkan kenyataan lain pastinya...) banyaaakk yg sejak lahir sudah mengenal apa yg namanya kemiskinan
miskin ekonomi
yg hampir otomatis membawa kemiskinan lain
miskin pendidikan
miskin kesehatan
miskin .... dsb...

ah... jadi bertanya, betulkah negara ini sudah Merdeka dalam arti yg sesungguhnya?

betul! kita bebas berpendapat tanpa takut dibungkam
(apakah betul? krn kemarin masih kudengar proses pengadilan si Ibu yg menulis surat mengkritik salah satu rumah sakit ituh, masih menggantung entah sampai kapan...)
betul! kita bebas untuk memilih apa yg kita inginkan tanpa disetir keinginan 'penjajah'
(apa betul begitu? krn setiap hari kita terdesak oleh sejuta tawaran konsumerisme yg menjajah pola pikir dan gaya hidup kita, sejumlah tawaran media/para pemilik modal yg tak sehat, sadar atau tak sadar...)
betul! kita bebas utk berjalan kemana-mana... tanpa ada ancaman yg berarti...
(namun apakah betul begitu? mengingat polusi dimana-mana, mengingat premanisme masih terus ada, mengingat ancaman moral masih jg mengerogoti..)
betul! keadilan sudah bisa dituntut dalam sebuah sistem yg siap digunakan
(tapi... masih terus kudengar adanya tragedi kemanusiaan yg tak berpangkal meski menelan jiwa yg tak bersalah, masih ada mafia para penegak hukum, dan sejuta pe-er lainnya..)

eits... itu hanya sejumlah pertanyaan... sejumlah refleksi singkat yg bisa ditambahkan oleh siapapun, tentang apapun lagi...
tidak bermaksud pesimis
hanya bersikap waspada
tdk mau terbuai dg keadaan damai sentosa yg berhembus
sebab nyatanya masih banyak sisi-sisi dan detil-detil yg harus dibangun bersama

dengan semua kondisi itu,
Aku cinta Indonesia... sebuah negri unik tak ada duanya...

utk mencintai sesuatu.. bukan berarti menyoroti kekurangan
tapi, berusaha bertumbuh bersama, agar terus menerus menjadi dewasa...
berusaha 'membangun' dari dalam
bukan merongrong dari luar

mari kita bernyanyi dengan bangga (dengan lantang or dlm hati saja, yg penting penghayatannya...)
"Hiduplah tanahku, hiduplah negriku
bangsaku, rakyatku, semuanya
bangunlah jiwanya, bangunlah badannya
untuk Indonesia Raya

Indonesia Raya, merdeka merdeka
tanahku, negriku, yang kucinta
Indonesia Raya, merdeka merdeka
hiduplah Indonesia Raya!"

Dirgahayu negriku... negri sejuta masyarakat...
meski bernoda bajumu, namun hatimu akan terus dijaga sejuta tangan berbakti
meski lusuh tampangmu, namun jiwamu tetap akan terbakar berjuta semangat perjuangan hidup tak henti

(also written at notes FB)

Salut Kepada Para Pengasuh

Mengantar Teresa ke sekolah merupakan pengalaman yang menarik. Salah satunya melihat para pengantar teman-teman Teresa yang bervariasi. Dari orangtua kandung (ada ayah atau ibu), oma, tante, dan tentu para Mbak-mbak dan Babysitter. Nah, yang terakhir ini yang sering menarik bagiku. Kenapa? karena para pengasuh, yg notabene non keluarga itu, mengemban tugas yang tak mudah. Mulai membangunkan anak sejak pagi, which is ga selalu mudah kan.. lalu menyelesaikan rutinitas pagi. Dan terus menemani di sekolah sampai pulang, makan siang, dan segala macam aktivitas sampai akhir hari. Belum lagi jika si anak ngambek, rewel, ga mau disuruh ini-itu, nangis tak berkesudahan. Ga mau makan, mandi, sikat gigi dsb dsb... Tau sendiri kan bagaimana seorang anak bisa beraksi...

Belum lagi menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan dari si orang tua akan pengasuhan anak yang tentu ingin si pengasuh berlaku sebaik2nya (kalo ga mau dibilang sempurna... :P) kepada si anak. Tuntutan ini bisa berupa kebiasaan2 ttt, menjaga kebersihan, kesehatan, nilai-nilai moral, dan segala tetek bengek yang kalo dilist ga akan ada habisnya. Tentu pelaksanaannya tergantung juga dengan pribadi masing-masing pengasuh. Apakah memang berjiwa keibuan? Yah, beruntunglah si anak dan orangtua. krn ga tll banyak pr utk 'membentuk' si pengasuh mjd pengasuh yg 'baik'. Tapi.... ga sedikit dari mereka yg masih senang "bermain", mengingat banyak dari mereka yang masih berusia belia dan sedang senang2nya bergaul sana-sinii.... wajar aja kalo ketika mereka chit chat di hp ktk sedang mengasuh anak or nungguin anak maen di playground. tapi, balik lagi, tentu akan ada saatnya kebiasaan main ini bisa mengganggu tugasnya, yg menuntut kewaspadaan.

Oke lah, mereka memang dibayar... karena mereka berstatus sebagai 'pekerja'. Namun bisakah kita membayangkan... tugas yang tidak hanya menguras tenaga fisik, pikiran tapi juga hati. Selain itu, tentu dituntut (secr langsung maupun tdk lgs) utk bertanggung jawab atas "hidup" seorang anak. Mungkin istilahku berlebihan. Tp itu yg aku rasakan dan amati. Dari sekian puluh jam hdp anak dlm 1 hari, pengasuhlah yang bertanggung jawab atas ini-itu keperluan si anak. Memang keperluan si anak tampak hanya secara fisik. Menemani bermain, memberi makan-minum, memandikan, memakaikan baju, de el el. Tapi, mau ga mau tentu akan ada hubungan emosional di antara pengasuh dan si anak. Eniwey, bisa dibayangkan betapa pentingnya peranan si pengasuh...Karena tanggung jawab yang ia pikul tidaklah sederhana. Bahkan pada akhirnya mempengaruhi perkembangan si anak. Maka sudah selayaknya kita memberikan apresiasi kepada si Mbak-mbak pengasuh... Misalnya selain gaji serta fasilitas yang memadai, ada baiknya jika mereka diberikan hari libur, agar bisa menyegarkan diri dari segala rutinitas mengasuh anak. Sehingga anak pun terhindar dari pengasuh yang bad mood lantaran sdg jenuh dg semua aktivitas pengasuhan.

(written 15 Agt 09, at notes FB)

Fun n Tired

Just wanna share...

Sudah 9 hari, asisten rumah tangga (art) di rumahku pulang kampung. Jadi seperti yang bisa dibayangkan... aku harus menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah tangga plus merawat Teresa, full time... Yah, sudah pasti dong, dibantu suami. Tapi tetep rasanya... hmmmm cuapeeee n menguras energi... bener-bener ga ada waktu untuk yang laen... ini aja disempet2in ngetik notes... hihihi.... Bolehlah mereward diri sendiri setelah beberes tadihhhh...

Hmmm... selain kelelahan yg kudapat, aku juga pastinya menikmati setiap pekerjaan yang dilakukan. Mulai dari memasak (yang gampang2 lah pastinyaa...), menjemur cucian, mencuci piring... dsb... Hihihi, emang ga sempet ngepel neh... palingan nyapu doang, tapi ga tiap hari. Untung kamar kami tertutup, jadi hemat debu hehehe...

Lalu,sudah dua kali ini aku pergi ngangkot (naek angkot maksudnyee...) sama Teresa ke sebuah supermarket mini dekat rumah. Sekedar belanja yang ringan (spy ga berat bawanya hehehe..) dan makan. It was fun. Kami enjoy d activity. Dari belanjanya, beli es krim, makan ayam, kentang, sop, jalan kaki, naek angkot, menghirup debu & asap, berpanas2 ria... terselip kegembiraan dan kenikmatan saat berdua. Berusaha memberikan nuansa lain untuk Teresa. Mengenalkan akan kebisingan dan polusi kota. Yes, its bad for our health. tp menurutku, setiap makhluk perlu beradaptasi untuk survive. Tidak baik jika steril, karena akan menjadikan kita rentan. Maka aku senang Teresa bisa mulai mengenal dan mgkn someday menikmati kegiatan semacam ini, di kota tempat tinggalnya ini.

Sekarang, Teresa sedang tidur. Sembari menikmati me time, aku juga sudah menghabiskan tempe goreng terigu seadanya dengan nasi dan sambal... Meski pegal rasa tulang belakangku setelah jalan2 tadi... dan juga pastinya krn beberes rumah... Tak ada sesal atas kelelahan ini, krn yakin akan meninggalkan jejak memori kebersamaan yg menyenangkan dengan Teresa.

(written 7 Agt 09 on notes FB)

Rabu, 12 Agustus 2009

Make ur own miracles

Secangkir kopi sudah menunggu. Membantuku membangunkan syaraf kantukku setiap pagi. Kucium sesaat aromanya yang mewangi. Entah kenapa tetap tidak membuatku bersemangat. Bi Inah dengan setia, sudah menyiapkan roti bakar isi dadar telur kesukaanku. Dengan tomat dan saos sambal di sampingnya. Hmmm... nikmat... Tapiii... tetap tidak membuatku bersemangat seperti biasanya. Ada apa ya denganku? Ah, tak tau lah ada apa. Tak ada waktu sekarang merenung pertanyaan seperti itu. Bisa terlambat nanti. Berabe. Dengan cepat aku menghabiskan semua sarapanku, sebagai bensin aktivitasku sampai siang nanti. Lalu kuraih tas hitamku dan bergegas ke si merah, vw beetle kesayanganku.

Meluncurlah aku menuju pusat kota. Keramaian sudah terasa sejak si merah berada di atas aspal jalan raya depan kompleks rumahku. Seperti biasa, campuran aktivitas anak sekolah yang masuk teramat pagi (6.30!) dan semua variasi profesi tumpah di ruas jalanan yang aku lalui menuju kantor. Untung tak ada kemacetan yang amat parah, sehingga mood ku tidak kian turun.

Akhirnyaa... kantorku tampak di ujung jalan. Megah, menjulang. Salah satu kantor idaman banyak kalangan. Alasannya mereka mengidamkannya tentu berbeda-beda. Ada karena status, bisa bekerja di pusat kota. Ada karena gajinya, yang katanya amat menggiurkan (padahal ya tergantung pengeluaran juga kan....). Ada juga campuran keduanya. Dan mungkin alasan2 lain yg aku tak tau... Aku sendiri, tidak memiliki ambisi khusus bekerja di perkantoran elite ini. Hanya karena kebetulan aku mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan jurusanku ketika kuliah, maka aku tertambat di sini. Aku seorang ilustrator dalam sebuah biro iklan yang cukup mapan. Maka kalau ditanya soal prestise dan penghasilan, tentu sudah lebih dari cukup. Apalagi mengingat aku masih single.

Kujejakkan kaki di loby gedung kantorku. Mantap menuju ke deretan lift yang selalu mengantarku ke lantai 3 tempatku bekerja. Namun, kali ini ada yg berbeda tampaknya di sebelah lift. Ada sebuah stand dengan sejumlah banner dan dua orang ibu setengah baya, berseragam biru tua. Mereka nampak tersenyum ramah. Senyum yang tulus. Membagikan sejumlah flyer kepada orang-orang yang melintas. Karena tempat stand mereka sejalan dengan arahku ke lift, maka aku berhenti untuk mengambil flyer mereka. Ternyata mereka berasal dari sebuah yayasan sosial dari agama tertentu. Mereka sedang mencari donatur tetap agar dapat mendanai berbagai layanan sosial mereka ke berbagai masyarakat lintas agama dan ras. Hmmm... begitu tokh... Aku cemplungkan flyer itu ke dalam tasku. Biarkan berbaur dalam tas yang penuh dengan berkas ini-itu.

Di kantor, aku pun tenggelam dalam berbagai rutinitas seperti biasa. Tenggelam. Mungkin itu kata yang tepat utk menggambarkan keadaanku. Akhir-akhir ini semua rutinitas pekerjaan di kantor sering membuatku penat. Bagian tengkuk dan bahuku sering terasa kaku dan nyeri, terutama pada tengah hari seperti ini. Kenapa ya? Duh, pertanyaan itu lagi... Kulirik jam. Harap-harap cemas. Asyiikk! sudah jam 12. Waktunya istirahat siang. Kujawil temanku, si Itine di sebelah boks meja kerjaku.

"Tin... Bang somay sudah menunggu kita... Yuk! Udah pegel nih.... dan laper tentunyaaa..." kataku mengajak Itine beristirahat di tempat favorit kami.

"Huuu... dasar kamu Son. Aku masih banyak kerjaan nihhh... Kamu duluan gih... Nanti aku nyusul. Paling 15 menit lagi selesai. Oke..... c yaa... " sahut Itine.

"Yaa.... Oke deh... aku tunggu ya di Abang Somay! Dadah.... " kataku agak kecewa.

Aku pun mengambil dompet dan telpon selulerku. Dan meluncurlah ke lantai bawah, tempat si abang somay telah dikerubuti para karyawan yang kelaparan. Aku pun menambah kesibukan si Abang.

"Bang, saya satu porsi seperti biasa yaa.... " kataku dengan suara lantang dan jelas, mengalahkan semua "rival" pembeli yang lain.

"Eh, Neng Sonia... beres Neng... Ni Abang bikinin." kata si Abang agak genit dan sksd (sok kenal sok dekat). Maklum aku dan temanku, si Itine paling sering nongkrong berlama-lama di tempat si Abang Somay sesudah jam kerja usai. Sampai si Abang hafal pada kami dan pesanan kami masing-masing.

Sepiring somay dan teman-temannya sudah siap kusantap. Hemmm... lezaat... lumayan menghalau kepenatanku dan semua pertanyaan "kenapa" yang menyerang akhir-akhir ini. Ketika sedang menikmati si somay dan kawan2nya, tiba-tiba Itine muncul. Ia menjawil pundakku..

"Hey, Son! Asyikkk benerrr.... Akhirnya aku udah bisa kabuurr.... hehehe.... Dan... saatnya menikmati somaaayyy... nyam,nyam... " Itine menyerocos gembira.

"Iya dong.. ni somay kan ga ada matinyee... Ampuh mengobati kejenuhan hahaha.... " kataku berusaha mengimbangi keceriaannya.

"Eh, kamu kenapa sih, Son? Spertinya akhir-akhir ini agak ga ceria gituhh... biasanya cerewet ini itu... Kok sekarang jadi agak diem-diem aja.... Apa lagi ada masalah?" Itine mengungkapkan kecurigaannya akan perubahan mood ku.

"Ehmm... ga tau ni, Tine... Rasanya emang lagi ga semangat aja... " tanggapanku membawa kebingungan yg sama.

"Mungkin kamu lagi dapet? Atau dah kelamaan men-jomblo nih? hahaha..." Itine tampak berusaha menebak ke segala arah.

"Ga... dugaan kamu masih salaaah... wekkk...!" kataku meledeknya.

"Ah, kamu emang susah ditebak siihhh... makanya hidup dibuat seneng aja lah... jagan mikir ribet-ribet!" sarannya, simplisistis.

"Ya, ya, ya.... Bu Guru...." kataku kembali meledeknya.

"Weekkk... Eh, cepetan, musti balik nih. Si Bos nanti ngomel lagi..." katanya mengingatkan akan waktu istirahat yang hampir habis.

Kami pun kembali ke ruang kerja kami. Tenggelam lagi.

***

Pagi datang. Tanpa gairah yang meningkat, aku kembali menyelesaikan rutinitas hari ini. Ketika pulang, aku kembali melewati booth tempat para relawan berseragam biru, yang kemarin pagi aku terima flyernya itu. Oooh... ternyata namanya Hati Putih. Tak sadar, aku pun meneliti satu persatu foto-foto yang ada di papan booth itu. Masing-masing foto menceritakan karya-karya bakti sosial yayasan Hati Putih. Tampak jelas, mereka tak memandang beda ras maupun agama. Tujuan mereka hanya satu, melayani dan mengasihi. Sungguh mulia. Suatu perbuatan yg nampaknya di awang-awang untukku. Pekerjaan bagi orang suci. Bukan untuk orang awam sepertiku. Itu pikirku ketika aku meneliti satu per satu foto-foto tersebut.

"Ini adalah gambaran sebagian karya yayasan kami, Mbak. Apa Mbak tertarik menjadi donatur?" sebuah sapaan lembut terdengar.

"Ooh... iya. Saya baru saja memperhatikannya. Hm, donatur ya... " kataku sedikit gugup, belum tahu apa respon yg tepat utk menanggapi sapaannya.

"Kalau Mbak tertarik, tidak usah merasa harus menyumbang banyak. Ada berbagai donatur kami yang hanya memberikan dalam jumlah kecil setiap bulannya. Yang kami fasilitasi di sini adalah niat untuk melayani dan mengasihi sesama yang kesulitan." jelasnya secara langsung.

" Oooo begitu ya..." kataku masih belum bisa mengambil keputusan.

" Begini saja, mari kita duduk. Saya akan menjelaskan mengenai karya kami. Mbak sepertinya belum bisa memutuskan namun tampak tertarik dengan kegiatan kami. " katanya ramah, mengajakku ke sebuah tempat duduk dan meja sederhana. Tampak sejumlah brosur dan alat tulis di atas meja itu.

Meski bingung akan apa yang mendorongku mengikutinya, aku pun duduk di kursi yang ia siapkan. Ternyata ada beberapa orang lain yang juga seperti aku. Duduk, tertarik mendengarkan penjelasan para relawan berseragam biru. Mereka yang membius dengan senyum tulus dan kata-kata damai.

***

Peluh meleleh di dahiku. Namun tak kuhiraukan sejak tadi. Pegal-pegal karena banyak bergerak juga tak menggangguku. Tanganku sibuk mengangkat semua barang-barang yang ada di sekitar nenek tua itu. Ia tadinya sebatang kara. Namun sejak para aktivis Hati Putih menemuinya, di dalam rumah nan kumuh ini, ia tak lagi seorang diri. Ada orang-orang yang peduli padanya, yang setiap hari menemani dan memperhatikan kebutuhannya. Aku, dengan sangat bersyukur, adalah salah satu dari orang yang dapat melayani nenek tua.

"Nek, aku pindahkan Nenek ke sofa dulu ya. Aku bereskan dulu tempat tidur Nenek." kataku meminta ijin sambil tersenyum.

Nenek tua hanya mengangguk, tanpa kata bersyukur sedalam-dalamnya. Akhirnya ia merasa diperhatikan, merasa berharga sebagai manusia. Tidak ditelantarkan.

"Nah, Nenek di sini dulu. Sambil minum teh hangat ini, Nenek bisa menonton televisi atau memandang ke luar kebun. Aku beres-beres dulu di dalam ya, Nek." kataku ramah.

Tak sadar aku bernyanyi kecil sambil mengerjakan semua tugasku di situ. Tugas yang bukan beban. Tugas yg merupakan penemuan akan kesejatian jiwaku. Melayani dan mengasihi. Aku berterimakasih pada Dia yang di atas, yang mengantar booth Hati Putih ke kantorku pada masa lalu. Aku berterimakasih pada para pengurus, pada Ibu Lin, yang secara khusus membimbingku dan menerka niatan hatiku secara tepat. Aku berterimakasih, atas semua kesempatan pelayanan ini. Sebab, ternyata aku temukan jawaban atas kegelisahan dan kepenatan jiwaku, disini, diantara mereka yang terbuang, yang tidak dipedulikan lagi. Aku merasa bahagia melihat tawa bahagia mereka, ketika aku bercakap dengan mereka. Ketika aku melihat kasih di mata mereka. Aku melihat hidup. Aku menyaksikan harapan, yang tak kunjung padam.

Sekarang, aku tau dan aku alami sendiri. Pekerjaan kasih dan melayani bukannya pekerjaan orang suci. Bukannya ada di awang-awang atau negeri utopia. Mengasihi dan melayani adalah keajaiban duniawi, alat ajaib untuk menyentuh hati semua umat manusia. Kita bisa memilih. Menyaksikan keajaiban lewat dan terjadi tanpa kita berperan di dalamnya. Atau kita turut menciptakan keajaiban itu sendiri. It's ur own choice. U can make ur own miracles...

Kamis, 25 Juni 2009

Suatu Siang di Sebuah Bus

Siang ini aku berkendaraan Kowanbisata. Itu tu, bis mini sodaranya Metro Mini hehehe… Seperti biasa, karena menggantungkan hidup lewat uang setoran, maka si supir mengetem di beberapa titik. Suasana khas bis Jakarta pun mulai terasa sejak aku masuk dan duduk di salah satu tempat duduk yg cukup nyaman untuk ukuran kendaraan umum. Seperti dari tadi pagi, aku perhatikan banyak anak-anak beragam usia turut menjadi penumpang dalam berbagai kendaraan umum hari itu. Mungkin karena libur sekolah, yang rutin jatuh pada tengah tahun itu, telah tiba (terdengar OST “Libur tlah tiba, Libur tlah tiba… Hore! Hore! Hore! ….” Oleh Tasya). Di seberang tempat dudukku kulihat seorang ibu menggendong bayinya. Aku berusaha menyibukkan diri dengan memasang radio dari si Hape… Karena mata seorang ibu milikku tak bisa absent memperhatikan anak-anak, maka aku pun tetap tidak bisa lepas memandang kegiatan si IBu di seberang tempat dudukku itu. Ibu itu ternyata sedang sibuk meracik susu ke dalam botol susu sang bayi. Ia memasukkan bubuk putih itu ke dalam botol yang sudah terisi air bening. Sedang selurusan dengan si Ibu dan botol susu yang terpegang olehnya, ada sebuah pintu bus yang menganga dan membiarkan berjuta debu serta kotoran jalanan yang entah apa jenisnya masuk menerpa apapun yang ada di dalam bus ini. Hem… tak usah ujian ilmiah untuk memastikan banyaknya bakteri dan kuman yang ada di dalam botol susu itu sekarang. Namun, apa daya, si anak harus diberi minum, apapun kondisinya. Maka, masuklah susu itu ke dalam sistem pencernaan sang bayi. Meski tampaknya sang bayi kecil kurang berminat pada susu itu. Entah kenapa.



Bus berjalan lagi, memberikan sedikit angin dalam bus non ac ini. Namun seperti biasa, karena penumpang belum penuh, maka mengetemlah ia lagi. Kali ini bahkan dalam waktu yang lebih lama dari sebelumnya. Heh… aku kembali menghela nafas dan berusaha mencari lagu-lagu menghibur dari radio. Kembali perhatianku tersirap ke Ibu dan sang bayinya. Sang bayi tampak mulai gelisah, berusaha berdiri dan merengeklah dia. Si ibu, yang tampak sama tak nyamannya, tidak bisa berbuat lain selain berusaha mengipasi sang bayi. Terdengar gerutuan kecil dari mulut si Ibu, agar Pak Supir cepat menggerakkan bus agar tidak terasa terlalu panas. Tapi bus masih menunggu penumpang mengisi tempat duduk di dalamnya. Masuklah beberapa penumpang sehingga akhirnya Pak Supir kembali menjalankan bus. Tepat sebelum bus melaju, masuklah seorang perempuan muda menggendong seorang bayi. Ternyata ia adalah salah satu kaum warga kota yang mencari nafkah di jalan. Ia mengeluarkan senjata andalannya, sebuah kecrekan, dari tas kecil yang menggantung di tangannya. Mulailah ia bernyanyi sebuah lagu, yang aku tak kenal. Nada yang tak bisa dikatakan apik mulai mengalun. Suara kerasnya tampak berusaha sekuat tenaga mengalahkan bunyi deruman bus. Sepertinya menggambarkan betapa keras usahanya berjuang untuk mencari sesuap nasi di jalanan Ibu Kota. Aku teringat akan cerita mengenai kaum warga yang bekerja di jalan seringkali menyewa bayi demi mengais rejeki. Cerita ini banyak yang bersumber pada kabar burung, namun ada juga yang didapatkan dari berbagai liputan media massa. Namun tak kuasa menahan kata hatiku kepada bayi yang si pengamen gendong, aku pun memberikan sekeping logaman ke dalam kantong kumalnya. Kulihat beberapa penumpang lain melakukan hal yang sama. Si pengamen perempuan berlalu. Tanpa ada yang tahu, apakah bayi yang digendongnya adalah anak kandungnya atau hanya pinjaman belaka?


Di perhentian berikutnya masuklah tiga orang remaja laki-laki dengan dandanan khas anak punk. Aku ingat, di titik jalan inilah mereka mangkal dan selalu rajin mengamen di dalam bus-bus yang mengetem. Mereka tampak ajaib, seperti biasanya. Tindikan dimana-mana. Asesoris mewarnai pakaian mereka. Sedikit aroma jalanan pun mulai menyebar. Mereka hadir dengan lagu bertema perjuangan sosial. Amat kontras dengan lagu asmara cengeng yang dibawakan pengamen perempuan sebelumnya. Setelah bernyanyi, sebelum bus mulai berjalan, mereka pun mengedarkan tadahan tangannya ke penumpang. Karena mulai kehabisan koin dan rasanya sayang memberikan selembaran uang kecil yang bisa kugunakan untuk ongkos angkot berikutnya (maaf temans, saya agak perhitungan hari ini…), maka aku pun tidak memberikan apa-apa kepada mereka. Kulihat hanya ada selogaman uang 500 rp di tadahan tangan mereka. Tak tahu apa lah yang menjadi pertimbangan penumpang lainnya, sehingga ternyata mereka mendapatkan lebih sedikit dari pengamen perempuan dengan bayi tadi. Mungkin sekali penampilan yang menjadi penyebabnya.


Bus masuk ke jalan tol. Semakin dekat ternyata ke tempat tujuan. Meski telah berulang kali menyaksikan semua kejadian di bus tadi, namun selalu membuatku berpikir dan membawa catatan tersendiri tentang perjuangan warga marginal kota. Selalu menarik untuk di share. Dari isu kesehatan, keamanan, sosial, kesenjangan sosial-ekonomi, kesetikawanan, kepekaan hati nurani, kebingungan untuk merespon, dan sejuta hal lainnya… Tapi sekali lagi… aku hanya bisa menshare semua ini… tanpa berusaha menggurui. Sekedar berbagi pengalaman dari apa yang terserap.


(tiba-tiba terbersit ide… :) Mungkin para pejabat itu harus lebih sering naik kendaraan umum. Supaya mengasah hati nurani mereka… dan merasakan apa yang dialami penduduknya secara riil. Masih adakah kemungkinan terwujudnya sebuah dongeng raja yang menyamar menjadi rakyat jelata? Hemm… mungkin memang alam dongeng beda dengan alam nyata ya…. ;)

Aku pun harus turun agar bisa melanjutkan ke kendaraan umum lainnya, yang akan mengantarkanku ke tempat tujuan. Dan pada akhirnya sampai ke rumah tercintaku lagi. Dan esok hari, aku akan kembali berbaur ke dalam campuran masyarakat, yang selalu menghadirkan sejuta pengalaman dan pelajaran. Sampai kapanpun, roda akan terus berputar dan jalanan tak akan habis dijelajah. Teruslah memetik berbagai moment spesial, dimanapun kita berada, sehingga tak ada yang sia-sia…

Selasa, 23 Juni 2009

down times

people says,
there's always down times
and up times
in life

its true...
but they hardly never mention
how to get up from down times
to be in up times again

dear God...
can i scream to you...
only You
i can fall down on my knees
hope i can do better
i can lift up higher
better than before...

full of hope
nearly crying
i pray

just to you...
just 4 u
only....

Senin, 08 Juni 2009

Catatan Kala Hujan

Hujan datang. Selalu membawa suasana tersendiri. Panggilan perut dan keinginan terlarang datang. Aku ingin sekali semangkuk mie instan hangat. Maka klotak klotek aku buat mie instan itu di dapur mungil kami. Dapur yg adalah salah satu wujud impianku. Di rumah yg juga mungil, seperti yg selalu kuinginkan sejak dulu.

Maka, voila... jadilah mie instan yg kudambakan. Kubawa dengan tatakan mangkuk, agar tidak terlalu panas untuk dipegang. Lalu aku mengambil posisi nyaman bergelung di atas sofa empuk favoritku. Dan apa lagi yg biasa dilakukan, selain... menyalakan televisi. Kotak ajaib yg membius itu menyala. Sejumlah pilihan acara tersaji. Si mangkuk mie terdiam di atas meja untuk sementara. Aku berselancar ke beberapa channel. Lalu aku berhenti di sebuah channel yg berceloteh sok dramatis tentang seorang artis yg katanya (lagi-lagi) akan bercerai... Hahaha... another infotaintment... Aku menyaksikannya dan mulai menikmati mie instanku dengan khidmat... (terdengar sayup2 ost lagu Syukur yg biasa dinyanyikan anak sekolah ketika mengheningkan cipta pada upacara bendera...) hueheheheh....

Wah, hujan ditemani mie instan dan sebuah acara gombal berisi cerita artis nan cantik itu melengkapi sore hariku. Tiba-tiba suaramu mengagetkanku.

"Huuu... kebiasaan dehhhh makan melulu.... mi lagi mi lagi..." katamu seperti biasa sambil berlalu...

"Biarin... hehehehe..." kataku cuek sambil meneruskan aktivitas kegemaranku itu.

Setelah mi itu kandas, bahkan sampai kuahnya tak bersisa, aku mencucinya di wastafel dapur. Dari jendela kulihat punggungmu. Sosok yang selama ini setia menemaniku. Meski tanpa romantisme yang biasa kubaca atau kutonton... namun selalu ada hal-hal kecil yg secara nyata membuktikan perasaanmu kepadaku.

Meski selalu berkomentar ini itu tentang kebiasaan makanku (hihihi, iya, iya, aku akui... aku memang suka makan), tapi tetap saja kamu terus memfasilitasinya. Membelikan mie instan kesukaanku setiap kali persediaan mulai habis. Menawariku makanan2 enak ketika sedang kebetulan makan di restoran... Lalu juga... "membelikan" sebuah teman mengetik utk menyalurkan hobi menulisku, meluaskan jejaring sosialku, dan bahkan untuk bekerja... Entah ya... tapi kamu selalu memberikan kenyamanan... meski hanya lewat hal-hal sederhana. Kamu tak pernah absen mengantar keluarga kecil kita ke gereja selama 5 thn kami menikah, selalu berusaha ada untuk kami ketika weekend tiba, bersedia menggantikanku menjaga anak kita pada hari Sabtu ketika aku ada tugas ke luar rumah... Pokoknya hal yang aku harapkan, kamu lakukan... Kadang tak perlu aku minta, kamu berikan.

So... buat apa mengharapkan lebih, mengharapkan sejuta hal romantis kalo itu hanya kedok semata... hanya topeng... Lebih baik apa adanya dan secara manis tetap langgeng... hehehe...

"Mama...." terdengar rengekan yang selalu menghiasi hari-hariku sekarang ini....

Yap! Back to duty again... Hidup akan bergulir... dari satu teriakan ke sebuah mangkuk mie instan lagi... Dan aku merasa cukup bahagia dengan hidupku :))

Jumat, 05 Juni 2009

Hari Ini... Tuluunngg... :O

Hari ini
Pikiranku tak bisa berkonsentrasi
Perutku tak bisa diajak berkompromi
Luapan hormon terus membanjiri

Duh...
Ada apa dengan aura hari ini?

Ada 3 ketikan menunggu
Tak bisa dibilang rumit kok

Tapi semua kendala itu menghadang
Waktu bermelar-melar
Tak kunjung usai
Niatan untuk mengakhiri penundaan tak kunjung membuahkan

Please...
bangkit dongggg
Jangan stuck
Memang ketika mood turun
turunlah sejadi2nya
ga pernah bisa ada alarm
sehingga bs prepare dulu

Duhhh...
pleaseee
just understand me, myself
just be patient for me
just try to get up
while i still want to lie down...

Rabu, 03 Juni 2009

Reflection : Terinspirasi dari Artikel Babycenter.com

Hari ini aku membaca email langganan dari babycenter.com... yg sll mengabari ttg artikel2 menarik berkaitan dgn topik2 ssi usia perkembangan anak kita. Nah, kali ini berhubung Teresa sdh berusia 3 thn, maka dibahas ttg bed wetting. Lalu aku mengklik artikel tsb utk melihat info lebih lanjut, eh tnyata ada topik lain yang juga menarik yaitu tentang kondisi ortu pada masa anak berusia 3 th ini, yg mnrtku ckp menarik utk di share. Berikut cuplikannya :

Your Life Now:
You know having time to yourself is an important way to recharge your batteries so you'll feel fun and happy around your preschooler. So why do you feel so guilty about leaving her just to have a good time? It's easy to feel selfish or silly for taking "me" time, and you may find it hard to explain to your child that you're leaving her to go see a movie with friends. But there's no harm in telling the truth. It's good for your child to see you happy and good for her to have other caring adults in her life. Explain what you're doing and what will happen (who will watch her, that she'll have a bath and a story and be tucked in, and that you'll come and kiss her when she's asleep and see her in the morning).

Artikel ini menarik bagiku karena tepat spt yg sedang aku rasakan : Rasa Bersalah ketika aku pergi tanpa Teresa.... Memang benar kata artikel ini (makanya aku senang sekali dg artikel2 dr babycenter.com yg terasa real...) pada masa2 Teresa menginjak usia 3 thn ini, bahkan kira2 sejak 2,5 thn, aku mulai merasa 'rela' utk sebentar2 meninggalkan dia di rumah dg pengawasan Mbaknya atau dg Papanya. Biasanya aku meninggalkan Teresa untuk keperluan tugas freelance atau ada undangan kondangan yg aku rapel sbg ketemuan dg tmn2 lama (ini baru sekali seh ehehhee....)... Rupanya tepat jg aku memilih th ini sbg 'launching' aku ke dunia luar (halah istilahnya...emangnya spacecraft huehehehe....) meski ttp masih suka guilty feeling kalo ninggalin lama2 hihihi.... tp mostly masih lbh ga merasa bersalah sih drpd dulu pas masi bayi hehehhe...

Yah.. emang masi musti masi belajar menikmati (kembali) masa2 me time ku ni... apalg yg pergi2 ke luar rumah gitu... kalo me time di rumah sih itu tiap hari hehehe...Karena berpegang pada : "It's good for your child to see you happy and good for her to have other caring adults in her life." Jika Ibu hepi, maka akan merawat anak dg hepi juga kan... maka menghasilkan anak yg hepi pastinyaaa... hehehe.... n its true dr pengalamanku... hehehe... :)

So... gmana Moms semua? Apa sudah bisa menikmati Me time-nya? Enjoy ur life yaaa... :D

Senin, 01 Juni 2009

Kerinduanku

Kucoba pendam rasa itu, tapi ternyata masih terus mengganggu sampai sekarang. Aku ingat ketika aku berusia 12 tahun. Yaitu persis ketika aku baru saja dinyatakan lulus dari pendidikan dasar 6 tahun pertama. Pendidikan menengah pertama sudah menunggu di depan mata. Namun hatiku memperhatikan hal lain dari pada peristiwa kelulusan itu. Aku terpesona melihat setelan putih-putih yang melambai anggun. Aku tetap terbius oleh kata-kata bijak nan menghibur yang diucapkan bibir sang idola. Aku tetap merasa selalu rindu untuk bertekuk lutut bersamanya di dalam rumahNya. Aku… Ah, apa yang ingin aku sampaikan terus menggema dalam hati saja… tampaknya belum mampu aku nyatakan dengan lantang.


Sampai tahapan pendidikan lanjutan atas pun aku selesaikan. Namun, tahapan selanjutnya menjadi tanda tanya. Mengingat aku seakan belum memiliki pilihan minat seperti kebanyakan teman-temanku. Orang tuaku tampak sedikit khawatir. Mereka berulang kali menasehatiku agar cepat memutuskan jurusan apa yang aku ingin pilih untuk kuliah nanti. Mengingat ijazah kelulusan telah terpegang. Dan khawatir bermacam universitas, yang telah mulai menjajakan berbagai jurusannya, akan terlanjur tutup dan aku menganggur. Hatiku gundah. Seakan mencari penerangan yang aku tak tahu ada dimana. Mengapa kepastian tidak juga datang kepadaku? Mengapa aku merasa tidak cukup puas jika aku nantinya berprofesi di bidang ekonomi, seperti yang banyak temanku pilih? Mengapa aku merasa kurang afdol kalau akhirnya aku hanya menyandang gelar kesarjanaan? Sebenarnya apa yang aku inginkan? Aku selalu bertanya… namun tak ada jawaban yang kudapatkan. Memang, aku seorang yang sulit mengungkapkan perasaan-perasaan mendalam ini. Yang aku tahu, aku merasa damai ketika bercakap dengan seseorang yang tinggal di sebuah biara. Ya, dia adalah seorang biarawati, yang biasa kusapa dengan sebutan Suster Flo.


Aku mengenal Suster Flo sejak aku kecil. Kepadanya lah aku menceritakan semua cerita keseharianku. Dengannya aku merasa aman dan tentram. Suatu ketika, ia bertanya, apakah aku memiliki kerinduan untuk terus berada dekat denganNya? Waktu itu, dengan kepolosanku, aku hanya menjawab, bahwa kerinduan itu selalu ada, namun aku sudah cukup senang bila bisa aktif di rumahNya dan bersahabat dengan Suster Flo. Maka Suster Flo tak lagi membicarakan tentang hal itu kepadaku.


Pada suatu sore, aku tengah sangat bingung. Esok aku harus memberi keputusan mengenai jurusan yang akan kujalani di waktu kuliah nanti. Langkah kakiku tak urung memutuskan kemanakah akan melangkah… seakan mencari tempat yang tepat untuk mendapat jawaban ini. Tiba-tiba, secara otomatis kakiku berjalan ke arah rumahNya, yang selalu kuanggap rumah kedua. Di sana, aku langsung menemui sosok akrab itu sedang berlutut takzim di dalam rumahNya. Suster Flo sedang menjalankan ritual doa sorenya. Aku turut berlutut di sampingnya. Menutup mataku, merasakan kedamaian merasukiku perlahan. Setelah selesai mengucapkan doa yang tak terkatakan, aku membuka mataku. Melihat tatapan kasih yang tak berkesudahan dari Suster Flo.


“Ada apa, Rin?” tanyanya lembut.


“Sus, aku ingin menjadi seperti Suster..” kataku dengan datar…


Aku terkejut sendiri mendengar pernyaataanku tadi. Seperti bukan aku yang mengucapkannya.


“Wah, betulkah apa yang kamu katakan tadi, Rin…?” tanya Suster Flo setengah tidak percaya akan pendengarannya.


“Suster, aku tidak tahu… dari mana aku mendapatkan kata-kata tadi… tapi ya, aku rasa aku sungguh-sungguh.


Aku selalu merasa damai di sini. Di rumahNya. Aku selalu merasakan bisa terbang tinggi menyebarkan kasihNya jika aku seperti Suster…” kataku dengan napas memburu seakan takut semua kata-kata itu hilang dan tak sempat tercurahkan.


“Nak, mari kita berdoa bersama. Agar Ia menguatkanmu. Mari … “ katanya bijak, sambil mengulurkan tangannya kepadaku. Aku menyambut tangannya, seakan menyambut tanganNya untuk secara penuh memantapkan pernyataanku tadi. Aku menutup mata, membiarkan keimanan sang Suster membimbingku dalam kata-kata indah kepadaNya. Berisi sejuta harapan yang mengokohkan keinginanku yang selama ini terpendam.


Kami telah selesai bercakap denganNya. Kulepaskan tanganku perlahan dari tangan Suster Flo. Aku duduk dalam diam. Aku menarik napas sambil menengadah menatap salibNya. Moment seperti ini selalu membuatku terharu.


Suster Flo mengelus punggungku.

Ia berkata, “Pulanglah Rin. Ayah dan Ibumu harus kamu beritahu tentang keputusanmu ini. Suster yakin, mereka pasti bahagia. Meski ini adalah hal yang baru bagi mereka. Besok kita bicarakan lagi mengenai rencana selanjutnya. Bagaimana, Rin?”


Aku mengangguk, dan perlahan senyuman melebar di wajahku. Ya, aku bahagia sekarang. Semua pertanyaan dan kegundahan hatiku terjawab sudah. Aku akan menuju ke jalanNya. Ya, itulah pilihanku… Suara hatiku… Kerinduan jiwaku…


Kakiku terasa ringan sekarang. Aku berjalan pulang sambil melambai riang kepada Suster Flo. Aku akan menyampaikan berita ini kepada orang tuaku. Semoga mereka sama bahagianya denganku…