Selasa, 11 Oktober 2011

Mimpi Itu

Mimpi selalu indah. Mimpi selalu ada dalam hati untuk menyemangati langkah kita, untuk menyalakan lagi api semangat ketika negativistik melanda. Ketika hidup hadir tanpa mimpi, pastilah hidup yang tak 'hidup' lagi.

Buat aku, mimpi adalah hal yang tersimpan paling dalam di hati, di jiwa. Beberapa mimpi sudah terwujud perlahan. Karena kadang mimpiku tidak terwujud di satu titik saja, tapi lambat laun aku sadar mimpi itu adalah kondisi yang berproses terus. Yang akan mematikan mimpi itu jika berhenti dan berkata bahwa aku sudah berada di tujuan.

Abstrak? Mungkin dan memang. Karena hidup adalah lukisan yang subjektif bagi masing-masing orang. Satu kejadian secara objektif dan deskriptif adalah sama. Namun manusia-manusia yang terlibat di dalamnya memiliki interpretasinya masing-masing. Tidak ada yang sama satu sama lain. Kebenaran dalam dunia interpretasi sangat relatif artinya. Tak akan ada satu kebenaran yang mutlak. Karena manusia diberikan anugerah untuk berpikir dan merasa secara fleksibel dan multifaset.

Tadi, aku melihat suatu tayangan di televisi. Diberitakan mengenai sebuah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) bernama Friends di Pnom Penh, Manila, yang memiliki program-program komprehensif yang menangani anak jalanan sampai ke akar permasalahannya. Di LSM tersebut para anak jalanan mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan serta mendapatkan skill kerja, sehingga akhirnya mereka bisa mencari nafkah menopang keluarga. Selain itu LSM tersebut juga memiliki rumah-rumah singgah yang disediakan sebagai tempat anak-anak jalanan beristirahat. Untuk memenuhi kebutuhan finansialnya, LSM ini memiliki restoran-restoran yang secara dijalankan secara komersil sehingga mampu membiayai kegiatan LSM tersebut sebesar kurang lebih 40% dari keseluruhan kebutuhan finansial mereka.

Kisah LSM ini sungguh menggugah hatiku. Mengapa? Karena ada keinginan pribadiku untuk mewujudkan LSM semacam itu, LSM yang bergerak untuk anak-anak jalanan yang memiliki pendekatan komprehensif.

Mimpi ini bukan baru saja terpikirkan. Sudah lama terpupuk namun masih mencari bentuknya. Dengan melihat liputan tadi, semua pertanyaan tentang apa dan bagaimana rasanya sebagian kecil sudah terjawab. Minimal memberi kerangka.

Tapi sebagaimana aku sebutkan tadi, ini masih merupakan mimpi. Karena masih ada pertanyaan besar di samping mimpi itu selalu, mengenai realisasinya. Agar mimpi tidak jadi ide yang berkarat dan lumutan di sudut peti.

Malam ini ijinkan aku sekadar berbagai mimpi ini dulu. Semoga lain kali bisa berbagai tentang perwujudannya.

Adakah mimpi yang ingin kau impikan malam ini? Selamat bermimpi :-)

Little Stories : Menghitung & Kutub Es

Menghitung :

Ketika habis sikat gigi, tiba-tiba T nyeletuk : Mah, satu ditambah dua sama dengan tiga kan? Mama : iyaaa benerr... (dengan senyum lebar) T : Teresa bukannya mikirin itu (1+2=3) loh... tp T udah tau aja... (maksudnya sudah hafal kayanya) Mama : oooo gitu... hehehe... (sambil mikir, waduhhhh ni anak kok pinter bener dah bisa mengenali cara kerja pikirannya bravooo!)

Kutub Es

T sedang menggambar kutub es lengkap dengan iglo dan orang eskimo. Lalu ada juga gambar semacam mobil dan seseorang yang katanya akan pulang ke Indonesia. Atas permintaan T, Mama menggambar dan yang digambar Mama adalah beruang kutub. T : ini beruangnya ikut ke Indonesia sebagai oleh-oleh. Mama : Loh, kasian dong beruangnya nanti kepanasan. T : nanti dikasi AC yang dingiiiinnnn banget... 25 (suhu udara maksudnya hehe...) itu dingin kan? Mama : hehehe.. itu dingin tapi kurang dingiiinnn banget utk beruang... T : berapa dong jadinya? Mama : wahhh bisa2 0 derajat... T : Ya udah, nti dikasi AC nya 0 derajat... Mama : iyaaa bisa jadi bekuuu seperti di Krusty Crab nya Mr. Crab dooonnggg (salah satu adegan di film Spongebob)

-Fun conversation n imaginative ;D

Matrealistic World

Aku bersyukur dibesarkan dengan cara yang tidak bersifat matrealistis. Artinya sejak kecil, orang tuaku tidak pernah menularkan nilai2 yg mengutamakan matrealisme belaka. Hal ini amat mempengaruhi diriku sekarang. Hidup sederhana dan mengutamakan "isi" (hati, otak, kepribadian) di atas hal2 lainnya.

Namun, tak bisa disangkal dan dihindari, ketika memasuki tahap pernikahan, kemandirian finansial is a must! Artinya tidak bisa melepas diri sama sekali dari hal2 materi terutama uang. Apalagi ketika si kecil hadir, rasanya tidak mungkin mengabaikan keperluan pengasuhan yang terkait erat dengan faktor finansial yang tidak sedikit jumlahnya, selain tentu saja mengedepankan nilai-nilai moril serta perkembangan psikologis. Atas pertimbangan inilah maka akhirnya dengan modal nekat aku terjun bebas dalam dunia jual-beli, yang tadinya aku sangat hindari. kenapa sangat hindari? yah mungkin karena alasan di atas bahwa sejak kecil selalu lebih ditekankan hal-hal lain selain mencari keuntungan materi. But, India Arie said that the only constant thing in life is changing. Dan aku sangat percaya hal itu, maka mulailah usaha itu bergulir sampai sekarang... :) demi menjawab perubahan tantangan tahapan kehidupanku.

Nah, kembali kepada faktor finansial dalam pengasuhan anak. Tulisan ini sebenarnya terpicu dari curhatan para orang tua (ibu2 terutama) yang sering aku dengar. Mereka mengeluhkan mengenai biaya yang tinggi untuk pengasuhan anak jaman sekarang ini. Terutama untuk pendidikan. Bahkan menyebabkan banyak anak terpaksa putus sekolah. Ya, kesadaran akan pentingnya pendidikan melahirkan masalah baru bahwa biaya yang tidak sedikit harus disediakan demi memfasilitasi pendidikan anak. Meski banyak pihak mendengungkan pendidikan berkualitas haruslah tidak mahal, namun ternyata fasilitas ideal ini belum menyentuh banyak kalangan. Selain tentu saja terjadi karena adanya sandungan dari berbagai macam pihak. Intinya, orangtua sekarang masih mendapati realita, bahwa jika ingin mendapatkan pendidikan bagi anak maka biaya lah yang menentukan kebutuhan itu terpenuhi. Dan kalo ditarik ke area makro, hal inilah juga yang memperparah lingkaran setan kemiskinan pada kebanyakan masyarakat kita (Indonesia).

Selain masalah pendidikan, dunia ini juga menawarkan berbagai macam hal matrealistis yang sangat menggoda untuk dicoba dan dengan mudah mencandunya. Misalnya masalah fasilitas permainan anak, penampilan (dari ujung rambut sampe ujung kaki), gaya hidup (termasuk memiliki gadget terbaru) dan sebagainya...

Aku sendiri sangat berhati-hati agar tidak kecemplung masuk ke dalam dunia konsumtif dan bersifat matrealistis itu... meski sangat tidak dipungkiri bahwa aku adalah orang yang sangat menikmati kenikmatan2 yang ditawarkan dunia fana ini. Misalnya, senang sekali menikmati berbagai karya seni, senang sekali memakai baju2 bagus (dengan budget yg ssi tentunya hehe...), senang sekali makan enak (hampir semua makanan aku suka), senang sekali menonton acara2 hiburan2 yang berkualitas dan mencerahkan, senang sekali membaca buku dsb dsb....

Yah, akhirnya aku harus mengakui, manusia fana tidak mungkin lepas dari kebutuhan matrealistis seperti itu. Hal yang aku cermati disini adalah nilai yang mencegahku dari kecanduan akan dunia matrealistis itu mungkin krn ajaran kesederhanaan hidup sejak kecil, bahwa materi bukanlah segalanya. Sehingga selalu berusaha agar tidak besar pasak daripada tiang ;) Tapii, aku ga mengatakan hal ini mudah, bahkan seringkali aku 'berantem' sama diri sendiri untuk mengatakan 'sudah cukup!' ketika tiba-tiba sudah terlalu lama memelototi banyaknya barang menarik dan lucu di berbagai online shop ini hehehe....

Minggu, 09 Oktober 2011

Pesta

Hari Sabtu kemarin aku menghadiri sebuah pesta pernikahan teman baik semasa SMP dulu. Pesta itu diselenggarakan dengan adat Batak. Salah satu adat yang masih terus sukses mempertahankan kebiasaan kebudayaannya ditengah-tengah banjir budaya modernisme. Karena saya datang terlambat, maka saya berkesempatan untuk menyaksikan tahapan pemberian ulos sebagai tanda restu dari pihak orang tua. Suatu tahapan yang diadakan dengan meriah, meski tak hilang sentuhan haru nya, bahwa sang orangtua 'melepas' anak (perempuan) nya kepada pihak mempelai pria. Lalu, hari ini, di gereja ternyata petikan ayatnya pun membahas mengenai pesta. Bahwa manusia yang ingin bergabung dalam pesta di surga harus memakai baju pesta, alias berbuat kasih kepada sesama. Maka aku pun jadi berpikir mengenai PESTA. Aku tidak pernah mengadakan pesta. Tapi aku senang merasakan suasana pesta jika pesta itu dihadiri dengan orang-orang yang tepat, orang-orang yang aku sayangi. Jadi pesta untukku tidak perlu mewah sebenarnya, karena yang terpenting ada kesan yang dirasakan ketika hadir dalam pesta itu, yaitu kebahagiaan dan keceriaan. Tak perlu lah terlalu banyak basa-basi tapi yang penting ada canda tawa yang tulus bergema dan percakapan akrab tanpa nada dibuat-buat. Aku tahu tak semua pesta bisa seperti itu, kadang kita harus menghadiri pesta-pesta dengan orang-orang yang tidak kita sukai atau bahkan orang-orang yang mencela kita. Pesta-pesta semacam ini terpaksa dihadiri karena sebagai syarat untuk tetap menjadi anggota suatu kelompok sosial. Jadi hanya berfungsi sebagai kedok dan syarat kosong saja. Yah, tidak salah juga sih untuk melakukannya karena kadang dunia penuh hal-hal yang tidak sesuai dengan diri kita untuk mencapai apa yang kita inginkan. Jadi ketika undangan pesta berikutnya datang, dengan semangat aku akan memeriksa dulu, siapa saja yang akan datang ke pesta tersebut dan seberapa pentingnya fungsi sosial dari pesta tersebut. Dan bila aku memutuskan untuk menghadirinya, aku akan memastika tampil dengan dandanan yg oke :) serta suasana hati yang siap utk menikmati pesta :) Selamat berpesta :)

Jumat, 07 Oktober 2011

Anak perempuan ga boleh memanjat?

Kemarin aku menemani Teresa bermain di taman bermain sekolah, sekalian menyuapinya sebelum masuk ke kelas untuk les baca. (mengapa les baca? well, nanti dipostingan lain ya ceritanya hehe..). Teresa makan sambil bermain panjat-panjatan. Yah, aku memang tidak kaku untuk hal ini. Mungkin ada orang tua yang menuntut anaknya duduk ketika makan. Tapi kalo aku sangat fleksibel. Jika memang tempatnya tepat, aku akan menyuruhnya duduk tp jika kondisinya seperti tadi, aku akn membiarkan dia bermain sambil makan. Alasannya, agar dalam waktu singkat dia bisa tetap refreshing sambil bermain, dan juga bisa mengisi perutnya untuk tenaga mengikuti les. Lalu ketika Teresa menaiki panjat-panjatan yang berbentuk melengkung itu, seorang temannya (N) berkata kepadaku dengan nada mengadu dan pandangan yg berkata 'itu kan ga boleh.' : "Tuh, Teresa panjet-panjetan, kan anak perempuan ga boleh panjet-panjetan..." Kata-katanya yang polos tidak begitu mengejutkanku namun dengan spontan aku berkata, "Boleh kok, asal hati-hati dan pegangan." Lalu N hanya melihatku sekilas dan aku perhatikan dia jadi lebih berani mencoba-coba naik panjat-panjatan. Dari adegan singkat itu, tampak bahwa kerangka berpikir yang timpang gender masih terus berlaku di kalangan masyarakat umum. Ada pembatasan ruang gerak bagi perempuan dan laki-laki. Kalau anak perempuan tidak boleh naik-naikan atau terlalu banyak bermain yang melibatkan motorik kasar, kalau laki-laki harus tangguh dan ga boleh cengeng, kalau anak perempuan ga boleh main pukul-pukulan, kalau anak laki-laki tidak boleh main masak-masakan dstnya. Padahal anak membutuhkan kesempatan yang setara antara anak lelaki dan perempuan untuk mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin. Kadang memang tidak mudah dipraktekkan mengingat masyarakat sudah terbiasa mengkotak-kotakkan kegiatan atau hal apapun ke dalam kelompok feminin dan maskulin. Namun, agar anak kita berkembang dengan lebih optimal, sebaiknya berikan kesempatan stimulasi dan aktivitas yang sama kepada anak perempuan dan lelaki sehingga mereka bisa lebih optimal mengembangkan diri mereka.

Selasa, 04 Oktober 2011

Niat

Sudah lama aku tak mendatangi blog-ku ini. Kenapa? Karena ada kesibukan lain ketika sedang online. Kalau dulu, online benar-benar untuk ngalor ngidul dan bersantai cari hiburan. Dan tentu untuk keperluan pengiriman pekerjaan dan penunjang menyelesaikan tugas-tugas. Namun, sejak April 2011 (kalau tidak salah)kegiatan online aku manfaatkan untuk mencari tambahan pundi-pundi keluarga dengan membuka toko online. Selain itu, maksud kedua (tadinya) ingin menyebarkan produksi dalam negeri. Yang artinya hanya menjual produk2 made in Indonesia. Namun dalam prakteknya, tuntutan pasar sangat menggoda untuk diikuti, jadi diadakanlah bebeberapa item yang bukan made in Indonesia. Meskipun untuk tas dan perniknya, aku tetap mempertahankan seleraku, yang tidak suka merk-merk ternama itu. Untuk detilnya bisa di dicek di online shop ku di Facebook : Allegra Os :) tidak promosi tapi ya mempergunakan saja kesempatan ini.

Efeknya blog ini terbengkalai, begitu juga cita-citaku menjadi penulis (profesional-yg punya buku dll). Ada satu sahabat (cuma satu sih ya hehe..) yang bertanya, kenapa aku tidak menulis lagi ataupun nge-blog. Yah, aku hanya bisa bilang untuk saat ini waktuku tersita oleh online shop itu, ditambah pekerjaan part time lainnya itu juga (karena kan pekerjaan yg full time masih sebagai Ibu :D). Dan aku tambahkan embel2, bahwa hidup adalah pilihan dan selalu ada yang harus diprioritaskan pada satu masa. Tidak bisa langsung mendapatkan semuanya dalam satu waktu. Sebenarnya embel-embel ini lebih ditekankan pada diriku sendiri sih, supaya menyadari pilihan yang sedang dijalani ini. Agar tidak terlalu berkepanjangan memikirkan yang tidak perlu.

Namun, ternyata memang jiwa tidak bisa berbohong. Keinginan untuk menulis terus menggaung. Dan semakin ingin diwujudkan akhir2 ini. Terutama kemarin setelah membaca buku karangan Dee, salah satu pengarang favoritku. Hal yang memicuku cukup sederhana, salah seorang tokoh di dalam buku tsb mengatakan berjanji untuk meluangkan waktu minimal 1 minggu sekali untuk mengisi blognya, dengan tulisan apapun. Reguler, rutin. Dan si tokoh adalah orang yang digambarkan sangat tidak teratur, tapi dia bisa. Maka, aku berniat, baiklah, aku perlu menyalurkan keinginan menulis ini ke suatu tempat. Dan blog ini adalah tempat yang tepat. Aku merasa seperti itu. Entah karena ingin membagi cerita, atau ingin dikenal, aku pikir tak masalah. Yang penting, aku bisa mengeluarkan ceritaku. Syukur2 semakin melanggengkan jalan menuju cita-citaku sbg penulis profesional.

Jadi, aku berniat untuk melaksanakannya. Mengupdate blog minimal 1 minggu sekali. Kecuali ada alasan urgent yang bisa membuat aku terpaksa tidak melakukannya *ups aku harap ini tidak membuka peluang bagiku untuk melanggar janji pribadi ini ;)

Baiklah. Mari berniat dan melaksanakannya.

PS. akan ada beberapa postingan yang sudah pernah ditulis di FB sebelumnya. mengapa waktu itu ditaruh di notes FB? well, sebenarnya karena sedang lebih banyak mengakses ke FB, jadi cenderung malas mengaktifkan blog :) tapi mari kembali ke niat awal, untuk menaruh tulisan2 di blog. Mari, ayo lakukan *self talk.

Sabtu, 19 Maret 2011

Terpaku

Aku terpaku menatap layar.
Tahu banyak hal yang musti dilakukan.
Tapi tetap bengong, stuck.
seakan-akan terpaku pada titik.
titik.

sebuah titik yang memaku
mematikan

semua sepertinya karena emosi
perasan bersalah
menyakiti seorang yang (seharusnya) dekat

sering aku bertanya
mengapa
mengapa
tapi tak ada jawab

memang
ada seorang penyanyi berkata
tak masalah jawabannya apa, yg lebih penting adl pertanyaannya

hanya saja malam ini aku merasa cape
dan terus saja bertanya
dan menyesali

seakan menjadi seorang yang tak pernah belajar
seakan memenuhi perkataan seorang terkasihku, bahwa semakin bertambah usia malah tidak semakin baik
arrrggghhh! aku tak mau memenuhi pernyataan itu
aku hanya ingin menjadi lebih baik
berusaha utk selalu berusaha jadi terbaik
tapi tetap kepleset

lumrah sbg manusia utk terpeleset
tapi mengapa terus saja hal2 bodoh yg ceroboh selalu aku sesali
merasa tak bisa lepas...

malam ini aku merasa terpaku.
pada emosi negatif ini.

Minggu, 13 Maret 2011

Motherhood : Juggling To Be Balance

Baru saja menonton filmnya Uma Thurman dalam "Motherhood". Film itu memang amat menggambarkan aktivitas ibu-ibu jaman sekarang, meski dikurangi keberadaan asisten rumah tangga kalo dalam situasi kebanyakan ibu-ibu (kalangan menengah ke atas) di Indonesia. Di situ digambarkan keriwehan (yang jadi ibu2 pasti tau jenis keriwehan ibu2 itu seperti apa) seorang ibu yang 'juggling'dalam kesehariannya dari pagi sampai malam. Mulai bangun pagi hari, menyiapkan anak sekolah, mengantar anak sekolah, mengasuh anak, chit chat sm teman perempuannya, mengurusi hal parkiran, belanja pernak pernik pesta ulangtahun anak, menyiapkan pesta ulang tahun anak, sampai mengejar date line penulisan artikel. Tak heran diceritakan juga tentang betapa semua keriwehan ini sempat membuat si ibu merasa tertekan dan lari keluar kota, bahkan sampai ingin bercerai! Dan drama ini tak kurang romantis karena akhirnya si ayah menunjukkan pengertian dan rasa cintanya kepada sang istri. Film ini cukup baik menggambaran sejumlah keriwehan dalam satu hari yang bisa dialami seorang ibu.

Dalam kehidupan sehari-hari begitu banyak hal yang dilalui seorang ibu. Semuanya adalah gabungan dari keinginan natural merawat anak dan rumah tangganya, meraih aktualisasi diri, sampai tetap memiliki hubungan harmonis dengan pasangan serta teman-temannya. Yah, begitu banyak yang harus diseimbangkan dalam kehidupan seorang ibu.

Simak cuplikan dialog dari film tsb :
Clara (6 tahun) : Ibu, sudah waktunya meniup lilin. Mana kue ultahku? Harus ada enam lilin diatasnya.
Ibu : Baiklah. Ibu hanya sedang mengetik sesuatu yang penting, harus selesai tengah malam nanti. kalau berhasil, Ibu akan mendapatkan pekerjaan.
Clara : Tapi, aku ga mau Ibu bekerja.
Ibu : Kenapa? Pekerjaan ini penting untuk Ibu, supaya Ibu tidak lagi berteriak-teriak. Supaya Ibu gembira. Coba kalau Ayah. Mengapa Ayah boleh bekerja, Ibu tidak?
Clara : Karena Ibu bisa mengerjakan semuanya. Sedangkan Ayah hanya sebagian.

Dialog itu dengan jelas menunjukkan betapa Ibu memerlukan alat untuk menyalurkan potensi dirinya alias utk mengaktualisasikan diri agar tetap seimbang (ga marah-marah) meski harus menyeimbangkan energi dan waktu dengan segambreng kegiatan rumah tangga dan pengasuhan anak lainnya.

Jadi emang kalo ada akademi untuk menjadi ibu, sebaiknya diajarkan materi tentang bagaiman 'juggling', yaitu bagaimana mengakali waktu 24 jam sehingga bisa memenuhi semua kebutuhan dan menyelesaikan segambreng kegiatan dengan seimbang.
Yah... emang ga bs seimbang banget sih ya kayak anak naik jungkat-jungkit, tapi setidaknya mendekati keseimbangan itu supaya ga tiba-tiba menghadapi bom dalam diri kita akibat menumpuk sekian banyak masalah.

Bila kepala sudah terasa penuh, badan sakit-sakit semua, tiba-tiba pening kepala tanapa alasan jelas dan terutama ketika mood sudah mulai naik turun, sepertinya itu tanda-tanda yang patut dicermati buat saya. Apakah akhir-akhir ini saya kurang istirahat atau kurang 'me time' untuk merawat diri saya (baik fisik maupun mental) atau terlalu memaksakan diri? Atau apakah sekedar masalah hormonal atau gaya hidup yang salah (kebiasaan buruk ketika makan, kurang tidur, kurang olahraga, dsb)?

Well, ketika sudah 'memeriksa' diri kita sendiri dan sudah kembali segar, saatnya kembali berakrobat supaya tetap seimbang :)

Have a nice days, Moms! :D

Sabtu, 19 Februari 2011

Manusia Biasa

Sudah dua kali komentar yang bernada sama terlontar, dari dua teman yang berbeda, kepada saya. Kalau disatukan kira-kira begini bunyi komentarnya, "Gue kira elo hebat la, ternyata..." Komentar yang pertama tentang profesi sebagai FTM (full time mom) dan komentar yang kedua berkaitan dengan pekerjaan saya sebagai freelancer. Dan kedua komentar itu membawa dua respon yang berbeda dan membuat saya sadar ada yang berubah dalam diri saya.

Pada komentar pertama, teman saya heran bahwa ternyata saya (masih) menyimpan kegelisahan berkenaan dengan pilihan saya menjadi FTM, misalnya seperti kegelisahan memiliki karier dsb. Keheranan teman saya itu terjadi karena dia menyangka saya bisa menjadi contoh yang baik sebagai seorang yang dengan mantap memilih menjadi FTM. Waktu itu, respon jujur saya adalah saya merasa tidak mampu menjadi yang terbaik dan gagal memenuhi harapan orang-orang di sekitar saya, tidak bisa menjadi yang terbaik diantara yg baik. Entah ya, itulah memang respon otomatis saya pada kebanyakan isu yang mengusik harga diri saya, seremeh apapun itu isu itu kelihatannya. Apalagi isu 'motherhood' menjadi isu yang penting dan sensitif bagi saya. Sangat sombong ya saya. Karena selalu menciptakan topeng, bahwa saya sempurna dan berusaha mencapai image sempurna itu. Selalu merasa senang dan menikmati ketika ada orang lain mengagumi saya. Akibatnya saya jadi sangat 'keras' pada diri saya sendiri, saya jadi punya standar yang tinggi untuk diri saya. Memang saya akui ada sisi positif disini, yaitu menjadi motivasi pemacu prestasi dalam segala hal, bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Tapi kembali lagi, ketika jatuh atau ketika ada orang lain yg menyatakan bahwa saya tidak memenuhi standar itu, dalam kata lain menyebut bahwa saya tidak sempurna, BAM! seperti ledakan yang menghancurkan diri saya rasanya. Berlebihan? Mungkin juga, karena kadang respon perasaan jujur saat suatu hal penting terjadi memang terasa begitu privat dan heboh.Waktu itu saya merasa kecewa.

Tapi ketika komentar kedua datang, baru-baru ini, ketika seorang teman kerja mengomentari curhatan saya bahwa saya ternyata tidak sesemangat yang dia kira dalam menyeleseaikan suatu pekerjaan. Ternyata saya punya saat-saat down, merasa perlu disemangati. Sangat manusiawi bukan? Dan ketika itu saya langsung tersenyum dlm arti harafiah dan hati, dan berkomentar lewat ketikan tuts keyboard, "Yah, gw emang cuma manusia biasa... gw memang seperti ini... "

Ya! Saya semakin bisa menerima bahwa saya hanya manusia biasa. Tidak berusaha terlalu ngoyo untuk menjadi yang terbaik tapi tetep melakukan usaha yang terbaik.Semakin bisa menerima diri dan mencintai diri apa adanya. Tak ada rasa kecewa yang berlebihan pada diri saya ketika saya sedang tidak semangat atau tidak berhasil pada suatu hal. Ketika saya merasa tidak sempurna dan perlu terus belajar, saya sadar saya menjadi lebih rendah hati (hopefully).

Seperti kutipan lagu 'Shine' dari India Arie berikut ini, yang saya rasa mewakili apa yang saya rasakan :

"..I’m gonna try something new and walk through this day
Like I’ve got nothing to prove, yeah
Although I have the best intentions
I can't predict anyones reactions
So I’ll just do my best
I'll put one foot in front of the other
Keep on moving forward
And let God do the rest

I don’t know what’s gonna happen
That’s alright with me
I open up my arms and I embrace the mystery
I don’t know what’s gonna happen
That’s alright with me
I open up my arms and I embrace the mystery

Just for today
I’m telling the truth like it's going out of style
I'm gonna swallow my pride and be who I am
And I don’t care who don’t like it, yeah
I feel the fear but I do it anyway
I won't let it stand in the way
I know what I must do
There’s no guarantee that it’ll be easy
But I know that it’ll be fulfilling
And it's time for me to show improve

It’s okay not to know
Exploration is how we grow
It’s ok to not have the answer
Cuz sometimes
It’s the question that matters

I don’t know what’s gonna happen
That’s alright with me
I open up my arms and I embrace the mystery
I don’t know what’s gonna happen
That’s alright with me
I open up my arms and I embrace the mystery.."

Jadi saya siap merengkuh misteri kehidupan, menjalaninya dengan usaha terbaik saya dan memasrahkan hasilnya kepada sang Empunya kehidupan. Tidak merasa jengah ketika saya tidak tahu karena memang banyak hal yang masih perlu saya pelajari. Dan terus menikmati menjadi orang biasa.

Selasa, 18 Januari 2011

Gila

A : Kamu gila, tahu gak?!
B : Masak?!
A : Iya, aku yakin kamu gila!
B : Yah, mungkin saja. Itu yang selalu dia katakan kepadaku. Bahwa aku gila.
A : Apa?
B : Iya, bahwa aku gila. Yah... mungkin perkataannya benar. Aku juga mulai percaya kalau aku gila.
A : Tapi, katanya, orang gila ga mungkin ngaku gila. Berarti kamu ga gila. Mungkin kamu cuma pengen jadi gila.
B : Iya, mungkin kalo ada yang mensahkan bahwa aku gila, aku ga akan dikatai gila lagi oleh dia. Karena dia puas bahwa hipotesisnya selama ini benar, bahwa aku gila.
A : Ah, kamu rela jadi gila kalo bisa lepas dari dia. Gila!
B : Abis, sekarang, apa lagi yang waras di sini? Semua sudah gila kan?
A : Iya kalo lihat keadaanmu, aku bisa percaya sih, semua sudah gila.
B : Ya, betul. Semua sudah gila!
A : Gila apa ga, yang penting kamu masih hidup tokh... Masih ada kesempatan untuk memilih terus jadi gila atau berenti jadi gila.
B : Ah gila kamu! Kalau orang udah jadi gila, mana bisa berenti jadi waras? Lihat saja dia! Ga henti-hentinya bilang aku gila, padahal dia sendiri?! Kelakuannya ga ada yg bener!
A : Ya, memang perlu orang gila untuk mengetahui siapa orang gila lainnya...
B : Well, mungkin kamu ada benarnya juga. Mungkin tidak sembarangan orang kan bisa bilang seseorang itu gila.
A : Iya, betul itu.
B : Buktinya dia. Dia setiap hari mengatai aku gila, sambil melayangkan apapun yang ada di sekitarnya ke badanku. Sampai aku tak bergerak pun dia tak tahu. Mungkin dia benar. Aku gila. Karena tidak bisa lari dari orang seperti dia. Gila karena malah menetap dan terdiam ketika dia memukuliku.
A : Kau harus lari! Kali ini aku serius. Kalau tidak, besok kau pasti mati. Karena besok dia akan jadi semakin gila dan memukulimu lebih sadis karena lebih mabuk dari hari ini. Lihat saja kondisi mu hari ini. Tampak sangat mengkhawatirkan. Mengapa kau tak lari?
B : Sudah kubilang, otak warasku sudah lama hilang. Jadi mana mungkin aku merencanakan pelarian yang brilian dari dia, orang gila yang akan memburuku kemanapun aku pergi?
A : Ah, memang dunia sudah gila. Seorang istri seperti kau, tidak mendapatkan kewarasan dan kenyamanan di rumahnya sendiri. Malah menjadi gila lantaran suamimu yang edan itu! Sudahlah, kamu tinggal disini saja denganku. Nanti kurawat kau seperti aku merawat anak-anakku, sehingga kujamin kau tak jadi gila beneran.
B : Inilah gilanya lagi, bahwa aku ga bisa menginap disini, menyanggupi tawaran baikmu itu. Karena aku masih terikat dengan janji suci di depan altar, 8 tahun yang lalu. Dia masih jadi suamiku. Mereka akan selalu jadi anak-anakku. Siapa yang bisa menjadi istri dan ibu untuk mereka, selain aku? Keterikatan itu begitu mengekang sekaligus memberikan fungsi bagi hidupku yang sudah gila ini. Tolonglah, lain kali bawakan polisi sekalian bila kau dengar dia memukulku lagi. Karena aku tak sanggup menolong diriku sendiri.
A : Ah, kau memang gila, sahabat.
B : Yah... begitulah. Biarkan aku pulang ya... Dan ingat pesanku tentang polisi tadi. Aku serius tentang itu. Dan biarkan percakapan kita ini hilang ditelan udara. Jangan biarkan tembok itu menyebarkannya. Karena ini hanya sekedar pembicaraan gila, yang tak mungkin dipercayai orang.
A : ...

Gadis

Badannya semampai
Tapi sayang tidak sewangi perempuan seusianya

Rambutnya panjang menghias wajah tirusnya
Tapi sayang tampak gimbal dan kumal

Bajunya dekil
Ketika berdekatan dengannya dijamin hidung akan berdesir menjauh

Celananya...
mirip celana olahraga anakku

Ucapannya sesuai dengan habitatnya, jalanan

Sungguh, kupikir dia memiliki profile yang cantik
Di balik debu menghitam dan daki mengental membalut tubuhnya

Ah, Gadis... (lepas dari prasangka apakah dia benar masih gadis atau tidak)
Mengapa engkau begitu kumuh
Mengapa engkau tampak sangat tak tersentuh
Mengapa engkau hadir dan mengundang tanya
Meski tak ada yang sanggup berbahasa

Ah, Gadis...
Seandainya aku bisa,
Aku ajak kamu ke tempatku
Bukan untuk mengubahmu
Tapi agar kamu bisa merasakan menjadi manusia

Gadis,
Jika aku bisa,
Ingin kurengkuh bahumu yang kurus
Ingin kusisiri dan kucuci rambutmu hingga harum
Ingin kuberikan baju terbaikku agar kecantikanmu terpancar

Betapa ingin aku menatap matamu
Sekadar untuk memberi sinyal
Bahwa kau tak sendiri
Bahwa kau punya teman
Bahwa kau dipahami

Apapun yang kau alami
Aku yakin kamu akan terus meradang
Berjuang
Dengan segala bentuk bentengmu

Jagalah dirimu, Gadis

Meski kita tak sempat berkenalan
Karena ada jarak sosial dan emosional
Kuingin menorehkan cerita ini
Agar ketika lain kali kulihat engkau, atau 'Gadis2' lainnya
Aku tidak hanya bisa menorehkan sebagai tulisan
Tapi juga sebagai tindakan

Gadis,
Meski harummu menusuk hidungku
Tapi kehadiranmu bernilai sejumput melati.

gambar diambil dari sini

Kamis, 06 Januari 2011

Little Stories 5

Adegan 1 :

Teresa sedang mewarnai tugas dari sekolah. Yaitu gambar binatang kuda nil.
T : Aku mau warna warni
M : (berusaha mengarahkan) hm... boleh, tapi Teresa tau ga warna sebenernya apa kuda nil itu?
T : ....
M : Kuda Nil itu warnanya abu-abu atau coklat. Supaya bisa menyamar, ngumpet di balik pohon atau batu-batu. Itu lho... kamuflase. Teresa pernah denger kan?
T : Iya. Tapi kan tetep keliatan matanya?
M : Oiya ya... (ternyata kalah sama logikanya anak kecil, hehehe...)

Adegan 2 :

Mama lagi sibuk membungkus kado untuk baksos Natal di sekolahnya Teresa. Ketika sudah terbungkus satu :
T : Kok cuma satu? Kata Bu Guru disuruh bawa dua.
M : Oooo... maksudnya Bu Guru, satu kotak yang gede kalo ada, nah yang satu lagi, dibungkus kecil untuk kamu bawa.
T : Ga.... Bu Guru suruh bawa dua... Teresa mau bawa dua... *berkaca-kaca..
M : Ya udah Mama sms Bu Guru dulu, tanya dulu ya...
Sesaat setelah SMS balasan dari Bu Guru datang...
M : Iya kata Bu Guru, boleh satu boleh dua. Apa Teresa mau kasih satu lagi? Sikat gigi aja ya? Kata Bu Guru boleh bawa sikat gigi utk besok.
T : Iya mau! (semangat)
M : (ambil sikat gigi orang dewasa, stok di lemari)
T : Jangan yang untuk orang gede. Kan untuk temen-temen di panti asuhan. Sikat gigi anak kecil dong ngasihnya...
M : (waduh ribet niiih) Tapi disana kan ada kakak-kakak yang udah gede, pake sikat gigi orang gede.
T : Ga mau.... mau kasih yang untuk anak-anak... (berkaca-kaca lagi... *sejak kapan ni anak jadi gampang merajuk gini ya...-batin Mama)
M : Oke oke... berarti kita kasih satu sikat gigi anak-anak. Tapi mendingan ada odolnya. Boleh ya kasih odol kamu itu?
T : Ga boleh....
M : Nti kita beli lagi, di supermarket banyak...
T : Jangan... *berkaca-kaca lagi...
M : Oke... jadi kasih apa dong, masak satu bungkus cuma satu sikat gigi... O.. gini aja, kita kasih satu sikat gigi orang gede, satu sikat gigi anak-anak ya...
T : Iya iya! *jingkrak2
M : (membungkus kado...) --> sambil batin... duh ilaaaahhh kok ya ribet sih masalah kado aje... hihihihi, tapi seneng juga T ada kepedulian ke sesama dan memperhatikan apa yg dikatakan Bu Guru ;)