Selasa, 29 September 2009

Campur Tangan

Sejak bayi, manusia tak bisa mengelakkan campur tangan orang lain dalam hidupnya. Dari hal yang paling sederhana, seperti pemberian nama... seorang bayi sudah diberikan nama, yg tak bisa dipilihnya, oleh orang tua atau kerabat dekat lainnya. Nama itu akan melekat seumur hidupnya. Sepele memang tampaknya, sebuah nama itu. Hanya bila dipikir lebih lanjut, nama adalah label utk kita sandang seumur hidup kita. Dan tentu tidak lepas dari arti dari nama yang tersurat dalam nama sang bayi. Bayi akan tumbuh dan bertambah usia dari tahun ke tahun. Tanpa nama, bayi kehilangan identitasnya. Jadi pemberian nama adalah logis menurut saya, karena memberikan identitas pertama pada si anak. Misalnya,pemberian nama keluarga kepada bayi, maka bayi memiliki identitas bahwa ia adalah anggota keluarga si A. Pemberian nama pada bayi berdasarkan nama tokoh (agama maupun tokoh umum lainnya), maka bayi diberikan harapan atau teladan hidup yang baik. Nama-nama lainnya, yang mungkin berakar budaya atau tradisi tertentu, juga akan turut membawa implikasi akar asal usul si bayi. Dengan nama, seorang individu akan tampil memperkenalkan dirinya dan juga lingkungan asalnya.

Pemberian nama ini mungkin telah terjadi entah dari kapan, mungkin sejak peradaban manusia terjadi (masih butuh pencarian data lagi ttg hal ini). Dan akan terus berulang, saya rasa, sampai kapanpun. Bila diartikan secara positif, tentu amatlah positif. Mengingat dengan nama, seperti yg dijelaskan di atas, sso mendapatkan identitas (awal)nya. Dan pembentukan identitas tentu akan terus berproses sepanjang hidupnya, misalnya melalui berbagai karya yang dihasilkan.

Secara negatif, atau sisi sebaliknya... dapat dikatakan bahwa adanya peristiwa pemberian nama ini menunjukkan tidak dapatnya manusia mengelakkan campur tangan manusia lainnya ke dalam kehidupan kita. Seperti yang selalu digaungkan, manusia adl makhluk sosial. Dan itu telah ditegaskan sejak lahir, dari penamaan oleh orang tua sampai proses kelahiran yang dibantu staff medis serta peranan orang tua juga tentunya, terutama Ibu.

Selanjutnya si bayi terus bertumbuh, tentu dengan peranan pengasuhan dari berbagai pihak, dengan orang tua yg berperan utama. Lalu ketika memasuki usia sekolah, anak belajar menerima campur tangan dari para guru dan pendidik lainnya. Ketika dewasa, ia akan mulai belajar menerima campur tangan dari teman, pacar, organisasi, rekan-rekan kerja, atasan dalam dunia kerja dan sebagainya.

Hmmm... jadi, bila mulai merasa, kok saya tidak bisa hidup tanpa orang lain? atau sebaliknya, saya ingin hidup tanpa orang lain? Pikirkan lagi, proses yg telah kita jalani dari bayi sampai dewasa, sekarang ini. Apakah memang mungkin kita hidup tanpa orang lain? (misalnya pun, kita hidup di hutan? hehehe....)

Notes ini hanya sekedar pemikiran, yg muncul ketika saya menghadapi sejumlah nama siswa/i dalam laporan yg harus saya selesaikan... :)

Tidak ada komentar: