Rabu, 23 Desember 2015

Kehilangan Ide

Ide menulis itu datang seperti pencuri
Tidak tahu kapan datangnya
Ketika diwaspadai malah tak kunjung tiba karena kita terlalu sadar diri
Ketika sedang santai tak ada beban barulah ide itu datang karena diri berada dalam tataran kreatif

Ide menulis itu sering datang pada saat-saat genting
Saat-saat sedang melakukan pekerjaan lain
Saat-saat bukan prioritas menulis
Kalau begitu apakah menulis itu haru jadi prioritas selalu?

Ide menulis itu selalu terasa seperti kapas
Terasa lembut dan nyata ketika tergenggam
Namun ketika lengah sedikit membuka buku jemari kita
Maka dia terbang secepat detik berlalu
Tanpa bisa kita saring atau tangkap utk kesekian kalinya
Ide menulis datang hanya Sekali

Sering kali aku berjanji pada diri
Menulislah ketika ide itu datang
Namun sering kali itu pula aku mengingkari janjiku
Karena berbagai alasan yang tak bisa dihindari
Karena kewajiban, tugas dan tanggung jawab

Mungkin harus membiarkannya mengalir seperti apa adanya?
Mungkiin harus merelakan bahwa ketika ide menulis itu hilang, yah mungkin ide itu bukan milikku pada saat itu?
Entahlah aku biarkan saja berproses...
Semoga tidak banyak lagi ide yang harus hilang...
gambar diambil dari Sini

Sabtu, 03 Oktober 2015

Menakar Kegiatan Rekreatif (just a reminder ;D)

Minggu depan ini, sedikitnya ada 3 - 5 acara publik yang sasarannya adalah keluarga di area Jabodetabek. Fenomena banyaknya acara demikian tidak hanya hadir kali ini saja. Sudah saya perhatikan di waktu-wakttu sebelumnya, kurang lebih 2 - 3 tahun belakangan ini bahwa ada banyak acara bazar, pameran, pentas seni dan sebagainya yang biasanya mengambil waktu di akhir pekan, hari Sabtu dan Minggu.

Jadi, di Sabtu Minggu yang katanya waktu berisitrahat di rumah,ternyata tidak juga bisa beristirahat karena magnet acara-acara publik yang menarik itu dan akhirnya harus berkendara keluar rumah juga. Bagaimana tidak menarik jika HTM (harga tiket masuk) sangat murah dan anak terutama berkesempatan mengikuti beragam aktivitas, dan tidak sedikit juga yang gratis. Selain itu, tentu anak terhibur, juga orang tua ikut terhibur. Banyak yang berkata, tidak apa lah mengorbankan waktu dan tenaga selama untuk kesenangan anak.

Namun, apakah memang kesenangan anak terjamin disitu? Apakah kesenangan anda, sebagai ayah ibu terjamin? Kadang kala kesenangan yang tulus terjadi di ruang-ruang santai yang jauh dari hiruk pikuk. Mungkin ada saatnya kita menakar kegiatan rekreatif yang tidak melulu jauh dari rumah dan mengandalkan kreativitas serta magnet konsumerisme. Ada kalanya kita lupa bahwa ada sudut-sudut kebun atau halaman rumah yang bisa menjadi tempat asyik bagi kita sekeluarga untuk menanam bibit dan menyaksikan pertumbuhannya menjadi tanaman yang berguna. Layaknya kita mengajarkan anak untuk menghargai proses kehidupan dan kerja keras. Mungkin ada ruang gudang yang terlewatkan oleh kita sekeluarga, yang nyatanya penuh harta karun kita ketika masa kecil, yang biasanya menjadi bahan menarik untuk mendongeng kepada si kecil mengenai masa kecil kita. Dan si kecil mendapatkan kehangatan dari emosi yang berkualitas ketika berbinar-binar menertawai betapa lucu ayah/ibunya ketika kecil dulu.

Intinya saya hanya ingin mengingatkan bahwa ga selamanya berakir pekan harus lah diisi oleh kegiatan khas kota besar yang umumnya dekat dengan kehingar-bingar-an serta konsumerisme. Karena kehangatan kebersamaan bisa ditemukan dimanna saja, terutama di dalam rumah kita sendiri.

Berteman dengan Kecemasan

Kata orang saya mudah panik. Mungkin karena saya memang mengekspresikan (hampir) semua perasaan saya pada saat itu juga sehingga sering kali orang pusing melihat saya. Ketika ada perubahan atau masalah yang dihadapi kadang tanpa berpikir panjang, saya akan langsung merespon, sehingga ya sering kali tampak impulsif. Namun sering kali impulsifnya secara emosi sih... ditambah sifat saya yang memang ekspresif. Jadi banyak yang bilang saya Mrs. Panic.

Saya sendiri? Sedikit sih merasakan saya mudah panik yang mana kata teman, itu karena saya cemas. Setelah saya tilik dari beratus bahkan mungkin berjuta respon "panik" saya, berasal dari pemikiran saya yang bercabang (atau banyak yg bilang ga fokus) karena saya langsung terpikir banyak hal pada satu waktu. Saya ga tau itu hal aneh atau tidak, namun mengingat manusia memang makhluk yang ajaib dan 'hebat' jadi ya saya rasa bisa saja sih seseorang bisa mengalaminya. Contohnya saya.

Nah, diakui atau ga (saya terpaksa mengakui), kecemasan saya ini ternyata memang nyata. Terlihat dari gejala psikosomatis yang saya alami jika sedang berada dalam proses kerja yang hectic dan memiliki tuntutan yang tinggi. Dimana saya terus berpikir, merencanakan dan tentu mengelola emosi2 yang sering kali ekstrem. Gejala psikosomatis yang sudah lama saya alami (kurang lebih 15 th belakangan ini) adalah rasa gatal.

Dulu, ketiksa saya kuliah S1, gejala psikosomatis gatal-gatal muncul di kaki. Lalu di dada, dan bagian pusar perut. Gatal itu awalnya hanya semacam bentol digigit nyamuk, namun kemudian terus menyebar dan karena terus saya garuk, jadi tampak luka basah. Sampai-sampai Ayah saya berulang kali membawa saya ke seorang dokter kulit. Namun obat kedokteran tidak mempan. Waktu itu gatal muncul ketika saya sedang ujian. Lalu Ayah saya membaca sebuah buku mengenai khasiat jus-jus alami. Maka sesuai anjuran Ayah, meminum jus wortel (mentah dan tanpa penambah rasa apapun), sehari sebanyak 2 -3 kali. Sehingga ada masanya saya memiliki stok bergelas-gelas jus wortel di dalam kulkas dan kulit saya tampak sedikit menguning. Gatalnya cukup berkurang. Jadi salep dokter tetap saya gunakan untuk menghilangkan bekas gatal yang cukup tampak pada kulit kaki, dada dan perut.

Selama beberapa tahun saya mengalaminya, namun dari tahun ke tahun saya mengamati tingkat kegatalan dan besaran daerah kulit yang gatal juga semakin mengecil. Saya pun sudah mengurangi dan sampai tidak lagi mengkonsumsi jus wortel, Namun masih menyimpan sedikit salep gatal jika ada bekas gatal yang tidak tertahankan.

Titik gatal kemudian bertambah, tidak lagi di kaki, perut dan dada, tapi pada masa deawasa tengah saya adalah di punggung kaki kanan. Seperti bulatan dengan rasa gatal setiap kali ada tekanan tugas-tugas perkuliahan profesi.

Pada 3 tahun belakangan ini rasa gatal psikosomatis ini juga masih berlanjut, bukan di punggung kaki lagi, tapi lebih sering di bagian jadi kelingking kanan. Contoh terbaru adalah di minggu lalu dimana selama empat hari terdapat acara pelatihan yang menjadi tanggung jawab saya. Dan jari kelingking saya otomatis muncul semacam jerawat berair yang sakit jika tidak dipecahkan. Meski resikonya jika dipecahkan maka rasa perih muncul. Tapi lebih baik perih sebentar lalu kering daripada airnya terus mengeras dan sakit. Dan ketika minggu itu lewat, saya merasa lega dan cukup santai, mengeringlah semua bekas jerawat tersebut di jari saya. Jelaslah apa yang menyebabkannya. Rasa cemas,. Rasa khawatir. Was-was.

Kata ahli psikologi, rasa was-was atau cemas ini sebenarnya penting bagi semua manusia karena menentukan keputusan yang diambil ketika menghadapi bahaya atau situasi darurat. Bagi saya pun terasa demikian. Kewaspadaan tampaknya menjadi salah satu sifat kerja saya, yang menurut saya mendorong saya dan mendukung saya mencapai target-target saya.

Semoga hal ini menjadi tanda bahwa saya sudah (cukup) bersahabat dengan kecemasan ini.

Minggu, 27 September 2015

Heritage of Tangerang, Heritage of My History

Hari Jumat yang lalu, 25 September 2015, saya mendapat libur dari kantor. Dan karena anak saya masih tetap bersekolah, maka saya punya waktu untuk mencari "getaway" dari rutinitas. Seperti biasa karena keterbatasan waktu hanya dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang, maka saya pun mencari daerah menarik yang terjangkau dengan KRL/Commuter Line. Sasaran saya kali ini Tangerang. Setelah browsing singkat dan tanya beberapa teman, maka saya memutuskan untuk ke Pasar Lama Tangerang dan mengunjungi Vihara Boen Tek Bio dan tentu Museum Benteng Heritage. Berikut kisah saya.

Saya berangkat kurang lebih jam 08.30 pagi dari Stasiun Pasar Minggu dan menaiki kereta ke arah Jatinegara agar bisa turun di Stasiun Duri. Sesampainya di Stasiun Duri, saya langsung menaiki kereta ke Tangerang dan turun di Stasiun Tangerang, stasiun terakhir. Di kereta yang saya naiki dari Pasar Minggu, penumpang cukup penuh sehingga saya harus berdiri meski tidak sepadat hari kerja lainnya. Masih tidak sesesak itu lah. Lalu di kereta menuju Tangerang, seperti yang sudah ditebak, kereta amat lowong. Saya menjejakkan kaki di Stasiun Tangerang kurang lebih pukul 10.00. 

Sesampainya di Stasiun Tangerang, saya langsung mengabari teman saya yang sudah berjanji sejak pagi ini (iya agak dadakan emang hehehe...) untuk temu kangen dan sekalian jadi guide kuliner saya, maklum teman saya ini asli orang Tangerang. Jadi dia tahu persis tempat yang menjual makanan yang enak. Namun karena masih menebak-nebak titik pertemuan maka kami memutuskan akan saling mengabari jika saya sudah sampai pada titik tertentu yang juga diketahui teman saya.

Lalu saya berjalan keluar dari stasiun Tangerang dan sampai di pinggir jalan raya. Ketika saya berada di pinggir jalan itu, saya sempat bertanya kepada beberapa supir angkot mengenai arah ke Pasar Lama. Ternyata dekat sekali tinggal berjalan kaki kurang lebih 10-15 menit. sesampainya di Pasar Lama, saya mulai bingung. Pertama, bingung karena ga menemukan arah yang tepat ke Museum Benteng Heritage. Kedua, bingung memilih mau ngemil apa dan dimana, karena perut sudah meminta diisi camilan. 

Akhirnya saya menemukan seseorang petugas parkir yang bisa menunjukkan arah jalan ke Museum tersebut. Dan saya langsung saja memilih jajanan otak-otak yang sedang dibakar di pinggir jalan. Setelah arah jelas, saya menuju  jalan yang ditunjuk. Sesampai di mulut jalan, saya langsung tahu bahwa menuju Museum tersebut (yang juga dekat sekali dengan Vihara Boen Tek Bio) ditutupi oleh pasar 'basah' alias pasar dengan penjual sayur dan bahan makanan lainnya. Jadi bisa dibayangkan betapa 'crowded' situasi disitu. Tapi saya santai saja karena tokh judul tujuan saya memang "Pasar" jadi ya sudah siap tokh untuk menghadapi keramaian. Saya pun dengan sabar menjajaki jalanan pasar itu, dengan melihat ke kanan kiri yang sudah kental dengan kebudayaan Cina, misalnya banyak yang menjual moon cake, ada bahkan yang menjual makanan non halal alias daging babi. Jadi, untuk teman-teman yang muslim, sebaiknya memilih makanan yang ingin dikonsumsi ya. 

Perhatian saya mengarah kepada seorang pedagang kaki lima dengan tulisan "Panggang Babi Budi". Wah, saya langsung ingat petunjuk 2 orang teman sebelumnya bahwa, makanan ini termasuk yang wajib dicicipi. Maka saya langsung membeli di tempat tersebut. Satu bungkus sate babi manis Rp. 35.000,- dan memilih sekitar Rp.50,000 daging panggang (seprapat daging panggang Rp. 75.000). Lalu saya meneruskan perjalanan dan sampai di Vihara Boen Tek Bio (seperti foto di bawah ini). Vihara ini bernuansa merah dan saya hanya melihat dari depan saja. Karena saya tidak paham tata cara untuk masuk serta berfokus pada Museum.
Vihara Boen Tek Bio, Pasar Lama, Tangerang

Lalu dari Vihara itu, saya bertanya arah lagi ke seorang tukang parkir. Dia menunjukkan bahwa ternyata belokan jalan menuju museum sudah saya lewati, yaitu di sebelah Vihara. Maka kembali saya menjalani jalan pasar tersebut yang sangat ramai. Bahkan kadang tersendat oleh lalu lalang becak yang masih berusaha mengantar penumpang di tengah jalan yang sempit. Terpaksa kami menunggu dengan sabar sampai si becak lewat. Di pinggir jalan penuh penjual makanan. Mulai penjual sayuran, masih ada juga yang berjualan moon cake, peralatan sembahyang, daging beragam macam dari yang halal sampai yang non halal. Yang non halal selain daging babi juga ada daging kodok. Nah, karena banyak pedagang ini, maka saya pun ternyata melewati si Museum. Terpaksa saya bertanya lagi di mulut jalan dan barulah saya sampai di Museum. Sesampainya di Museum, saya diberi keterangan oleh petugas bahwa saya baru bisa masuk dan ikut tour pukul 11.00. Sedangkan saat itu jam baru menunjukkan pukul 10.30. Jadi masih ada waktu sekitar setengah jam. Sambil duduk menikmati ruang depan Museum, saya memotret beberapa interior ruang depan Museum yang amat menakjubkan buat saya. Sambil meng-update kabar kepada teman saya yang sedang berada dalam perjalanan.

Foto Naga yang ada di dalam ruang tunggu Museum Benteng Heritage, Pasar Lama, Tangerang

Bagian Muka Museum Benteng Heritage, Tangerang


Bagian Depan Museum Benteng Heritage, Tangerang


Berfoto di Lobi Museum Benteng Heritage

Setelah akhirnya bertemu dengan teman saya, kami berdua pun masuk ke dalam Museum. Oiya harga tiket masuk cukup terjangkau yaitu Rp. 20.000. Harga tersebut sudah termasuk tour guide selama kurang lebih 45 menit-1 jam. Sepanjang tour, saya cukup terkesan dengan pembawaan si tour guide, Mbak Dewi, yang ternyata asli orang Jawa, dan kefasihannya menceritakan bagian-bagian rumah serta sebagian sejarah ras Cina di daerah Tangerang ini. 

Tour dimulai di lantai pertama, mengenai sejarah berdirinya Museum oleh Bapak Udaya Halim, yang membawa kekaguman saya kepada beliau. Tanpa beliau, semua budaya dan warisan budaya Cina di Tangerang khususnya tidak akan terekam dengan baik dan indah seperti di Museum ini. Museum ini mulai direstorasi pada tahun 2009 dan dibuka pada tahun 2011.

Di bagian dalam lantai satu ini terasa adem udaranya meski tak ber-AC. Menurut Mbak Dewi, hal ini karena arus udara dipikirkan secara baik, khususnya menggunakan perhitungan feng shui. Diterangkannya juga bahwa lantai serta struktur bagunan masih dipertahankan dari bangunan aslinya, yang sudah berusia 300 tahun (wowww!). Jadi aksi-aksi penguatan bangunan adalah untuk restorasi bangunan bukan renovasi. Namun asesoris seperti lukisan dan hiasan interior lainnya pada umumnya adalah tambahan yang tema nya disesuaikan dengan tema Museum. 


Lantai pertama terdiri dari ruang luas berlangit-langit tinggi dengan furniture meja-meja lebar yang dikelilingi kursi-kursi seperti kursi makan. Ruangan ini memang bisa digunakan untuk para tamu yang sudah memesan paket wisata kuliner plus wisata museum. Hal menarik di ujung kanan ruang lantai satu adalah sebuah prasasati batu yang ditulis oleh aksara Cina, yang ternyata ditemukan di dekat daerah Pasar Lama ini. Isi prasasti itu adalah daftar nama yang dinyatakan ikut menyumbang dana untuk pembangunan di daerah tersebut.

Ketika naik ke lantai dua, Mbak Dewi berpesan bahwa kami tidak diperbolehkan mengambil gambar di lantai dua. Di lantai dua, hal pertama yang diceritakan adalah mengenai pembuatan kecap tradisional asli Tangerang. Yang produknya bisa kami beli nanti di toko suvenir. Lalu diperlihatkan mengenai beragam alat timbangan untuk perdagangan biasa sampai untuk konsumsi heroin. Ada juga novel-novel silat khas Cina yang ternyata penerjemahnya sempat tinggal di dekat Pasar Lama. Beliau sekarang sudah meninggal sehingga rumahnya hanya ditinggali oleh cucunya. Di ruang lainnya terpampang sebuah poster besar menceritakan mengenai masuknya budaya Cina ke Indonesia. Serta sedikit diceritakan mengenai tradisi kuno dari Cina untuk 'mengkerdilkan' kaki perempuan, karena dianggap kaki kecil sebagai syarat perempuan yang cantk. Untunglah budaya ini sudah tidak lagi berlaku sekarang ini. Lalu juga ada sebuah ranjang pengantin dan diceritakan mengenai budaya pernikahan Peranakan (keturunan Cina yang sudah menikah dan beranak dengan orang asli Indonesia).Di lantai yang sama dijelaskan juga mengenai beberapa Dewa-Dewi dari agama Budha serta tradisi judi yang memang asli dari Cina.

Bagian yang menakjubkan buat saya di lantai dua ini adalah Relief yang menceritakan mengenai cerita silat Cina (maaf saya lupa karena cerita Cina kurang familiar untuk saya). Relief ini sangat indah. Terbuat dari pahatan batu dan ditempeli keramik berwarna cerah, Menurut Mbak Dewi, cara pengerjaan relief ini pun unik. ketika struktur bangunna sudah jadi, batu yang menjadi bahan dasar ditaruh di atas struktur dan si pemahat pun langsung bekerja di tempat itu untuk menghasilkan relief tersebut. Yang artinya ia harus bekerja tanpa salah sedikitpun. Ketika proses restorasi,, relief ini mendapat perhatian khusus dan dibersihkan dengan menyemprot relief dengan air dari jauh, alias tidak boleh terkena tangan karena takut merusak karya ini.  

Setelah berputar di lantai dua ini, tour pun selesai dengan memakan waktu kurang lebih satu jam. Setelah membeli kecap sebagai oleh-oleh, maka kami pun pamit dan berjanji suatu waktu lain akan berkunjung kembali. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Mbak Dewi, plus pujian karena sudah dengan baik menjadi tour guide kami.

Saya dan teman saya pun cukup lelah ternyata berputar Mueseu tanpa duduk selama sejam, maka kami langsung menuju kedai mie yang menurut teman saya memang sangat direkomendasikan. Kami pun bercakap mengenai pengalaman kami tadi dan merasa amat terkesan bisa memahami warisan budaya yang sungguh mengagumkan.

Sesudah kenyang, sayapun pulang kembali dengan menggunakan KRL kembali. Dan beruntunglah sampai di sekolah anak saya cukup tepat waktu untuk menjemputnya.

Ya, sungguh berkesan betapa budaya bisa melebur dengan indah. Budaya Indoensia dan budaya Cina, yang menjadi Budaya Peranakan yang unik.Siapa yang tahu bila mungkin saya nenek moyang saya juga berasal dari Tangerang sini? Mungkin itu jadi misi saya selanjutnya untuk mengkorek cerita dari orang tua saya.... Terima kasih Tangerang untuk pengalaman kali ini... tampaknya saya akan kembali lagi. Apalagi mengingat teman saya sudah berpesan dengan semangat, "El. lain kali ke sini lagi ya. Masih banyak makanan yang enak belum elo coba...." Well, sampai berjumpa Tangerang.... :D




Selasa, 22 September 2015

What is My Values?

Pada masa-masa ini, saya merasa banyak mendapatkan tantangan dalam menerapkan nilai-nilai yang sebelumnya saya yakini kebenarannya dan saya lakukan dengan tegas serta yakin. Nilai apa sih maksudnya? Nilai tentang keyakinan beragama? bukan. Lebih pada nilai yang saya anut dalam bekerja.

Saya termasuk cukup perfeksionis dan ambisius dalam memenuhi target-target dan rencana-rencana kerja saya. Target saya biasanya ga besar dan ga abstrak. Karena saya cukup konkrit dan realistis. Sehingga rencana-rencana saya yang ambisius ingin dicapai adalah rencana-rencana jangka pendek yang menurut saya sangat bisa ditepati sesuai standar-standar kerja saya yang sebisa mungkin dipersiapkan. Misalnya saja, jika saya diberi tanggung jawab untuk melaksanakan sebuah acara besar, maka saya akan memusatkan perhatian saya pada acara ini. Mulai dari persiapan, pembentukan panitia, detail pembagian kerja, persiapan teknis, peserta, narasumber bahkan sampai publikasi acara. Intinya saya ingin semua aspek acara itu sudah direncakan dan berjalan sesuai time table yang saya rencanakan. Bagaimana jika ada perubahan last minute? Nah, inilah yang saya bisa sebutkan sebagai sikap kerja kedua saya, yaitu fleksibel tapi bukan tanpa perencanaan dan tanpa usaha. Artinya Fleksibilitas tetap diperlukan dalam setiap rencana. Namun bukan tanpa persiapan atau tanpa usaha. Buat saya yang penting saya sudah menyiapkan, melaksanakan perencanaan sebaik mungkin, sehingga meminimalisir kekurangan-kekurangan yang sudah dapat diprediksi. Intinya perencanaan mendukung kualitas pencapaian rencana. jika ada yang di luar rencana, saya akan bisa menyesuaikan karena biasanya sudah terpikirkan sebelumnya. Termasuk dukungan tim kerja dan panitia.

Tampak jelas ya, bahwa saya agak-agak terfokus pada kerja saya agar meminimalisir sesedikit mungkin eror. Maka bisa terbayang betapa saya akan cukup stress jika ada rencana kerja lain yang menghadang di tengah-tengah rencana saya itu.

Sikap kerja ketiga yang cukup dominan pada saya adalah dorongan utk terus meraih yang terbaik dan melakukan yang terbaik, dengan cepat dan tepat. Ya, Cepat. sampai-sampai sering kali sih kurang tepat hehehehe.... Karena saya ingin melakukan yang tercepat dan terbaik, sering kali saya cenderung kecemplung kepada reaksi yang impulsif.Meski beberapa kali saya merasa tindakan saya adalah yang terbaik sih.... No complicated reasons here, karena emang simply saya pengen merespon cepat dan memberikan yang terbaik.

Namun hal ini tampaknya harus saya hadapi dan sudah terus saya pelajari sejak lama karena bidang pekerjaan saya yang sangat rentan akan perubahan last minute. Ya, bekerja di bidang pelayanan sosial sebenarnya menjadi tantangan bagi saya, terutama dalam sikap kerja yang sering kali tidak bisa diprediksi, tidak bisa direncanakan dan bisa terjadi perubahan pada menit-menit terakhir. Karena saya berhubungan dengan manusia dengan beragam dinamikanya, bukan robot yang terprogram rapih.

Lalu, mungkin banyak orang mengernyitkan dahi, bertanya akan tulisan saya ini (saya ga bisa lihat anda sih, cuma berasumsi saja hehehe...), "Lalu mengapa kamu kekeuh tetap pada bidangmu itu kalau sebenarnya bikin kamu stress dalam sikap kerjanya?" Well, itu sih yang selalu saya pertanyakan juga ke diri saya, yang mana sudah saya putuskan sejak 17 tahun yang lalu, bahwa saya memang senang bekerja dalam bidang ini. Jadi memang sudah lama juga saya menyadari bahwa saya harus banyak mengelola diri agar saya bisa fleksibel agar terus eksis di bidang ini. Meskiiii... ternyata karena karakteristik keteraturan itu tampak cukup mendarah daging, sering kali pada titik-titik tertentu, fleksibilitas saya amat terbatas.Nah pada titik-titik itulah saya merasa amat sulit mengelola energi agar tetap waras. dan sering kali bertanya, What is my values? dan How much is enough?

Selasa, 01 September 2015

Film Inside Out

Sejak film ini muncul teasernya di channel anak televisi berbayar, saya sudah mendapat gosip bahwa film ini sangat recommended karena membantu edukasi buat anak untuk memperkenalkan emosi dalam diri kita masing-masing. Maka ini menjadi salah satu film yang saya tunggu dan masuk dalam daftar wajib nonton. Jauh-jauh hari saya berusaha mencari jadwal yang pas untuk menonton karena ternyata film ini tidak diputar di bioskop dekat rumah yang sangat aksesibel. Maka di hari Minggu kemarin, saya berniat untuk menonton di bioskop yg posisinya agak jauh dari rumah, sekalian ada acara halal bihalal. Dan akhirnya berhasil menonton juga film Inside Out di bioskop xxi di mall ciputra cibubur. (eh kenapa ga ntn di dvd? biar seru dong ntn di bioskop hehehe....). Nah ternyata memang filmnya sangat kereeenn... berikut review saya, yang penuh SPOILER ya... jadi bagi yang memang ga mmencari SPOILER please read this after you watch the movie hehe....

Film ini khas Disney dengan nilai kekeluargaan yang kental, alur cerita yang compact (utuh), menarik dari segi grafis namun tetap kerasa riil serta terasa familier serta tetap ga kehilangan rasa ajaibnya. Film diawali dengan nuansa yang bahagia dari kehidupan si Riley, anak perempuan yang menjadi tokoh utama dari film ini. Dan sudah dimulai dengan muatan penting yang dijanjikan dari gosip film yang saya dengar sejak awal itu bahwa berisi materi edukasi mengenai emmosi yang ada di dalam diri kita bahkan ada tambahan materi, yaitu mengenai proses informasi dan pengalaman masuk ke kognisi manusia lalu diproses dan masuk ke memori jangka pendek lalu ke jangka panjang dan akhirnya membentuk 'pulau-pulau' kepribadian dari hal-hal penting yang terjadi di dalam kehidupan awal seorang anak, yang menjadi pondasi kepribadian. Hal ini diilustrasikan dengan bagus dan menarik, apalagi untuk seseoang yang memang tertarik pada psikologi seperti saya. Lalu muncul konflik cerita, dimana dimulai dari kepindahan Riley dan keluarganya, yang terus diceritakan secara mengalir dan detil dinamika nya, bagaimana dalam diri seorang anak berproses untuk akhirnya muncul respon2 emosional dan perilaku yang sangat bisa tidak terprediksi karena menghadapi tantangan-tantangan yang juga baru tentunya. Dan memang again, yg paling saya sukai, disney delivered it well, bahwa keluarga memegang peranan PENTING, dalam perkembangan kepribadian anak.

Hal lain yang ingin saya sorot bahwa selain pesan bahwa emosi itu beragam, pembentukan kepribadian serta cara pikir dan proses informasi dalam diri manusia, dengan berproses dalam alurnya, film ini memperlihatkan bahwa sering kali kita mengabaikan salah satu aspek diri kita padahal pada akhirnya aspek itulah yang paling penting bagi hidup kita. Dalam film ini, Sadness dianggap yang paling 'mengganggu' sehingga cenderung diabaikan namun melalui proses yang rumit dan sulit akhirnya Joy menyadari bahwa Sadness lah yang akan membantu Riley melalui krisis ini. Karena sifat Sadness yang reflektif dan menjadi salah satu emosi yang sangat penting utk diekspresikan dalam konflik Riley karena perubahan2 yg terjadi. Pesan kuat di akhir cerita, biarkan semua aspek emosi berperan dan dikenali sehingga membentuk kepribadian yang solid.

Melihat kompleksitas alur cerita dan banyak konsep-konsep abstrak di dalamnya, saya setuju denngan beberapa teman yang berpendapat bahwa film ini bukan film untuk anak balita. jika sudah berusia 6-7 tahun dan memiliki rentang konsentrasi yang baik, anak akan mulai bisa menikmati film ini tentu masih dengan banyak pemahaman yang perlu diberi pengantar dan bimbingan dari orang tua. Karena sesungguhnya banyak hal yang bisa didiskusikan dengan si kecil lewat film ini. Film ini cukup kaya, bahkan saya dan anak saya (usia 9 thn) sepakat rasanya ingin menonton film ini kembali. Untuk anak usia 9-10 tahun ke atas, tentu mereka lebih siap untuk mengikuti alurnya baik secara dramatis dan juga mengenai beragam pesan abstrak di balik cerita. So, ketika anda menonton film ini bersama si kecil pastikan si kecil ga bosan dan sempatkan diskusi kecil2an ketika nonton film (bisik-bisik ya hihihi) atau ketika sudah menonton... lebih baik juga jika beberapa adegan yang relevan dengan si kecil bisa menjadi bahan diskusi khusus. Misalnya untuk anak yang suka marah bisa membantunya dengan mengatakan oh, sekarang kemarahan/anger lagi mencet tombol di dalam dirimu ya.... sehingga membantu anak untuk mengenali emosinya dan bisa disambungkan dengan cara ekspresi emosi yang sehat.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa film ini memang sangat baik untuk ditonton bersama orang tua dan anak, terutama anak usia sekolah ke atas. Disarankan juga bagi orang tua yang belum familiar mengenai perkembangan emosi pada anak, pentingnya regulasi dan pengenalan emosi pada anak, sebaiknya mencari referensi-referensi bacaan lain sehingga bisa lebih optimal memberi pengantar dan diskusi bareng anak mengenai materi edukasi film ini. So have fun watching it! :)

Selasa, 11 Agustus 2015

Jika Dia Tidak Seperti Harapanmu

Kemarin saya bertemu dengan salah satu penasehat perkawinan. Penasehat ini juga menuliskan sebuah buku. Karena saya kebetulan berada pada satu acara dengannya, maka saya mendapatkan buku yang ditulisnya itu. Sekilas saya pun membaca buku tersebut, sebuah buku yang akan jarang saya lirik di toko buku. Lalu saya membaca pada bagian mengenai perselingkuhan. Menurut penulis atau sang penasehat itu, perselingkuhan muncul tidak hanya niatan si pasangan yang berselingkuh melainkan lebih mendasar karena adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi dalam pernikahan (baca : dari pasangannya) sehingga si pasangan itu berselingkuh. Lalu, muncullah pertanyaan saya, apakah sebegitu bahayanya sebuah harapan yang tidak dipenuhi dalam komitmen monogami pernikahan? apakah alternatif sikap yang dapat dimunculkan ketika kita menemukan bahwa harapan saya tidak terpenuhi oleh pasangan saya? Maka saya mencoba mengurai pemikiran saya, yang tentu saja awam di bidang pernikahan ini, karena apa yang saya pikirkan hanyallah refleksi pribadi dari segala pengalaman dan insight-insight yang didapat dari sumber yang acak. Ketika kita memilih untuk hidup berpasangan dengan seseorang, disadari atau tidak, ada beragam harapan yang tersimpan dalam diri masing-masing individu kepada pasangannya. Harapan-harapan ini bisa berasal dari sosialisasi yang kita serap dari lingkungan sekitar kita ataupun dari refleksi pribadi kita masing-masing. Harapan-harapan ini beragam bentuknya, bahkan bagi pasangan-pasangan yag hidup dalam lingkungan atau budaya yang sama. Coba cek deh, dan bandingkan antara kita dan pasangan kita dengan pasangan lainnya yang cukup kita ketahui. Pasti kita temukan harapan-harapan dan perilaku-perilaku dan/atau sikap-sikap yang berbeda yang dipraktekkan dalam kehidupan perkawinan mereka, meskipun kita berasal dari lingkungan yang relatif berbudaya sama. Dalam konteks ini saya mengasumsikan harapan, perilaku dan sikap notabene mengekspresikan atau didasari dari harapan-harapan yang mereka bawa ke dalam pernikahan mereka. Namun kenyataannya, banyak salah kaprah terjadi. Kebanyakan dari kita, menganggap harapan-harapan ini standar adanya. Bahwa istri mengharapkan suami yang mapan secara finansial, memberikan pemenuhan kebutuhan rohani dan badani, menjadi panutan dll. Suami mengharapkan istri yang dapat mengasuh anak, menyelesaikan pekerjaan domestik, sabar, pengertian, dsb. Padahal,mana bisa sih harapan seseorang sama dengan harapan orang lainnya? Kecuali kita robot yang diciptakan oleh satu pabrik saja dengan satu variasi, baru bisa percaya harapan itu sama. Faktanya saja, kita tercipta dari dua bibit individu yang berbeda baik gen nya maupun sifat karakternya... jadi tentu saja akan banyak ragam harapan yang kita bawa dalam hidup berpasangan. Nah, tampaknya karena harapan-harapan dalam hidup berpasangan ini dianggap standar, maka sering kali pembicaraan dan diskusi serta kesepakatan mengenai harapan-harapan tidak dilakukan oleh banyak pasangan. Masing-masing individu menganggap atau berasumsi pasangannya sudah paham mengenai harapan dirinya. Demikian juga sebaliknya. Sehingga banyak pasangan yang hidup berumah tangga berdasarkan asumsi belaka. Tidak terjadi sesi klarifikasi maupun diskusi apalagi kesepakatan. Dampaknya? Terjadilah pertikaian-pertikaian yang tak kunjung reda. Maka saya pikir, penting sekali bagi pasangan-pasangan untuk saling mengkomunikasikan harapan-harapan ini. Sehingga tidak salah kaprah dan tidak terjebak dalam pertikaian-pertikaian yang tidak semestinya terjadi. Pertanyaan berikutnya, bagaimana jika kondisi ini sudah terlanjur terjadi, bahwa ternyata ada harapan-harapan yang tidak terkomunikasikan dan terlanjur menjadi harapan yang tidak dapat 'dipenuhi' oleh pasangan kita? Untuk menelaah pertanyaan ini, saya teringat beberapa aspek pernikahan yang saya hayati yaitu komitmen, kasih sayang dan ketidaksempurnaan. Pertama, komitmen. Dalam pernikahan, komitmen adalah perekat abadi. Artinya tanpa komitmen, pernikahan bubar jalan. Maka ketika kita menemukan pasangan kita tidak sesuai dengan harapan kita, jangan buru-buru putus asa, tapi ingatlah lagi bahwa ada komitmen dan tanggung jawab yang perlu kita jalani bersama. Lalu, untuk menjalaninya maka kita butuh hal kedua yaitu, kasih sayang. Kasih mengajarkan kita untuk dengan lapang dada menerima pasangan kita secara utuh dengan rasa rela. Lalu ternyata komitmen dan kasih sayang juga dilengkapi oleh kesadaran bahwa semua yang alami di dunia ini memiliki ketidaksempurnaan. Dalam arti, tidak ada yang bisa memiliki semua karakter pasangan impian kita. Dan semua ini membawa pada satu sikap yang saya pikir paling bergunga dalam menyikapinya yaitu BERSYUKUR. Ya, bersyukur. Kata agung yang tidak mudah untuk diterapkan secara sepenuhnya dalam hidup kita yang fana dan penuh materialisme yang bersifat hedonistik. Bersyukur bahwa pasangan kita baik adanya. Bahwa kita bersama berkomitmen untuk membangun tim kerja agar menciptakan keluarga yang harmonis dan saling mendukung pertumbuhan bersama. Bersyukur bahwa meski dia tidak bisa dijadikan teman diskusi, namun dia sangat konsisten melindungi kita sebagai anggota keluarganya. Bersyukur bahwa meski dia tidak pandai memasak, namun ia menjadi pembimbing pelajaran yang baik bagi anak-anak kita. Bersyukur meski dia tidak tinggi pangkatnya dalam pekerjaan, namun ia amat memahami diri kita sehingga sering memberikan perhatian-perhatian kecil. Bersyukur meski dia tidak setiap minggu memberikan bunga dan mengajak kita berkencan nonton bioskop utk me time berdua, namun dia rajin mengantar si kecil ke sekolah serta menanyakan kabar harian kita. Banyak hal kecil yang patut disyukuri dan menjadi sebuah berkah yang tak berkesudahan. Banyak bentuk cinta kasih pasangan kita yang mungkin tidak sesuai dengan harapan kita, namun tetap saja bentuk itu adalah bahasa cinta kasih pasangan kepada kita. Tangkaplah maksudnya dan resapi sehingga sikap bersyukur muncul otomatis. Well, tulisan ini tamppak sederhana dan standar. Karena semua orang berpikir demikian dan berharap demikian. Namun, bagaimana dengan pasangan anda? Apakah ia memiliki harapan yang sama? Dan apa yang akan kamu lakukan jika ternyata dia tidak seperti harapanmu?

Senin, 10 Agustus 2015

Tampil!

Tanpa disadari pilihan saya menjadi psikolog, membawa saya pada profesi yang harus tampil di depan banyak orang. Ketika tampil, kebanyakan peranan yang dilakoni adalah sebagai edukator dan fasilitator. Peranan ini tentu disesuaikan dengan sifat acaranya. Kalau acaranya pelatihan tentu sebagai fasilitator, kalau acaranya talkshow maka saya berperan sebagai nara sumber dan edukator.

Hal yang menantang ketika berhadapan dengan masyarakat umum mulai dari pihak media, pembawa acara, penanya dari peserta talkshow, pemirsa, peserta pelatihan, dsb, adalah adanya pertanyaan-pertanyaan yang sering kali tidak diduga dan sering juga tidak sesuai dengan clue materi yang sudah dipersiapkan. Disinilah tantangannya dan rasanya puas jika bisa melampauinya dengan 'mulus'. Meskipun, mengingat acara ini sering kali mengudara atau didengar oleh banyak kalangan, termasuk teman seprofesi, terus terang sering ada rasa deg-deg-an, takut apa yang saya jelaskan itu salah dari segi keilmuan. Jika memang salah, bisa kacau dong reputasi saya. Untuk menghindarinya, saya sering kali menyiapkan diri sebelum 'terjun' dalam tugas-tugas ini. Menyiapkan dirinya tidak hanya menyiapkan baju yang ciamik (meski penting banget inih), sepatu yang cantik (penting juga kan) serta make up (untungnya media selalu menyediakan, jadi ga malu-maluin karena saya ga bisa dandan), tapi yang penting saya biasanya survey dulu mengenai materi yang akan dibicarakan, terutama jika materi tersebut masih kurang familiar untuk saya. Yah namanya coba-coba, kadang mulus kadang berkerikil... untungnya sampe sekarang belum sampai kacau balau sekali. Mungkin karena, saya juga cukup memilih dan menyesuaikan materi dengan spesialisasi bidang saya sehingga ketika topik dikembangkan, masih di seputar bidang saya. Misalnya, saya pasti ga akan menerima kalo diminta menjadi narasumber atau pendapat mengenai faktor-faktor psikologis yang mendukung kinerja pegawai karena saya bukan psikolog bidang industri, atau bagaimana mendapatkan pasanganan yang ideal karena saya bukan psikolog perkawinan.

Salah satu contoh peristiwa dimana materi wawancara berbeda dengan materi yang disampaikan sebelum acara adalah kejadian ketika siang tadi. Jam 12 siang tadi saya di-SMS salah satu radio di Jakarta. Isinya meminta saya menjadi narasumber live pada siang hari itu, yaitu tentang apakah wanita pantas jadi pemimpin? serta apa saja yang harus dipersiapkan wanita ketika ingin memimpin. Ya sudahlah, saya menyetujui, karena kebetulan topik tersebut berpotongan dengan kerja saya di kantor saya sekarang ini. Nah, karena itu acuan materinya, saya pun membaca-baca beberapa artikel tentang topik tersebut. Ga pa-pa deh ya bongkar dapur sedikit, bahwa sumber nya juga di google kok. Cuma memang saya pilah mana materi yang sesuai dengan prinsip saya serta ilmu dan wawasan yang saya ketahui, jadi ga mentah-mentah dari mbah google lohh... hehehe... Nah telponpun berdering dan saya pun mulai berbincang dengan si pembawa acara. Pertanyaan pertamanya saja sudah memberikan tanda bahwa pertanyaan-pertanyaan berikut menjurus berbeda dari yang disampaikan di SMS tadi : Menurut Mbak, kira-kira lebih baik mana, pemimpin perempuan atau laki-laki? Lalu pertanyaan selanjutnya tentang karakteristik pemimpin perempuan yang biasa 'dipercayai'dimiliki perempuan, seperti rapi, komunikatif, pintar bernegosiasi, dsb. Dan akhirnya saya malah mengedukasi bahwa pemimpin yg baik ya yg memiliki karakteristik dan kompetensi yang baik sesuai kebutuhan peranan kepemimpinan organisasi, tidak ditentukan oleh jenis kelamin. Dan juga semua karakteristik tersebut cenderung banyak dimiliki perempuan karena memang perempuan lebih banyak diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasinya. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa laki-laki juga memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dan bersifat rapi. Namun memang topik pemimpin perempuan ini banyak dibahas karena secara umum pemimpin biasanya laki-laki akibat dari budaya dan kebiasaan, namun tentu perempuan bisa juga menjadi pemimpin yang baik seperti yang selama ini banyak dibuktikan para pemimpin perempuan yang sukses. Atau di kesempatan lain ketika mengisi di sebuah televisi lokal. Pembahasannya adalah tentang usia pra sekolah. Pada clue pertanyaan tidak disebutkan tentang suatu sistem sekolah, eh ternyata ditanyakan. Maka saya jawab secara umum saja. Disinilah ilmu ngeles dipakai hehehe....

Hal menarik lainnya yang membuat saya tertarik untuk menjalankan peran edukator ini adalah bahwa saya senang berbagi ilmu serta selalu ingin tahu pendapat beragam pihak tentang isu-isu yang berkembang dalam bidang psikologi anak dan fenomena sosial lainnya. Dengan begitu, saya tidak terkungkung dalam realita saya sehari-hari saja namun mendapat banyak masukan wawasan. Jadi ketika saya menjalani peran ini, tidak hanya saya yang membantu orang lain untuk belajar namun sesungguhnya saya juga difasilitasi untuk belajar lebih banyak lagi.

Semoga peranan saya ga cuma basa basi tapi bisa berkontribusi yang berarti untuk kalangan luas.

Selasa, 14 Juli 2015

Passion

Passion ia something you nurtured nd cherish.
Is something that become your reason to do things.
Is something that motivate your actions, and you realize that it doesn't stand in a constant spot. It keeps on changing,keeps on moving.
Passion might be a sign of your growth, and nothing wrong with the old ones, cos passion is evolving together side by side with your self growth.
So what ever your passion is,  just let it grow within you and let it helps you when you lost.

Rabu, 24 Juni 2015

Bali Juni 2015 : Day 1 and 2

Hari pertama liburan naik2an kelas kali ini kami pergi (lagi) ke Bali. Meski aku pribadi sedikittt bosan, tapi tetep semangat karena memang butuh sekali liburan dari kepenatan pekerjaan. Jadi tgl 22 Juni 2015 bangunlah kami bertiga subuh2 utk berangkat ke airport cengkareng. Semua lancar sampai kami mendarat di Denpasar. Kami menginap di Hotel Neo Plus di Legian, Kuta. Jalan masuknya tepat dekat monumen bom bali. Di seberang nya ada sky bar yg terkenal. Namun malamnya tidak jadi pergi makan malam di sky bar karena anak kami sakit kepala sejak proses pesawat mendarat tadi. maka kami makan di kamar hotel sambil mengasuh anak sampai, syukurlah sudah tidak lagi sakit kepala sehingga bisa tidur dengan.nyenyak malam itu.

Hari kedua, tanggal 23 juni 2015. Pagi hari, aku dan anakku bersemangat berenang di kolam renang. Tapi kami hanya bertahan berenang selama 20 menit karena oh ternyata dingiiinn.. Sampe aku berpikir ini di Bali atau di Puncak, Bogor? Lalu setelah mandi dan makan pagi, kami pun dijemput tour guide sekaligus supir pengantar kami, yang juga sudah pernah kami gunakan jasanya pada tahun lalu kami ke Bali. Kami memanggilnya dg panggilan Bli Ketut. Kami menuju ke daerah Ayana Hotel (dekat ke arah uluwatu) utk makan siang (dg berhati2 memilih menu krn disitu harganya wow!). Hotel ini sangat keren. Luas dan megah. Maklum hotel berbintang lima. Setelah itu kami berjalan2 melihat rock bar. Bar yg dibangun di atas jurang batu. Sungguh keren dan kagum dg ide dan konstruksinya. Lalu sore langsung ngebut ke Pura Uluwatu utk menyaksikan Tari Kecak. Pantai padang-padang terpaksa kami lewatkan utk.mengejar kecak. Dan pengorbanan ini ga.membuat kami menyesal karena tari kecak sungguh kami nikmati. Sangat Indah, mengagumkan dan menghibur. Bahkan anak kami yg baru berusia 9 tahun sudah bisa menikmati pertunjukkan ini yg kebanyakan menggunakan bahasa Bali. Karena memang pertunjukan dirancang atraktif. Saya pun sangat terkesan dengan pertunjukan dan terkesan dengan sistem industri yg sangat baik dikelola di sini. (nanti saya coba buat.tulisan tersendiri.mengenai hal ini). Seusai menonton, kami makan di Iga Warung, yg menu nya non halal alias daging babi (permisi utk teman2 muslim). Dan malam itu kami tidur dengan nyenyak, dg memori yang indah ttg budaya dan alam Bali.

Rabu, 20 Mei 2015

Berubah

Tak ada alasan lagi
Ubah rasa
Ubah pikiran
Percaya
Dia baik
Saya baik
Mari bersama
Its a new start

Senin, 13 April 2015

My Remedy

Kemarin saya menghadiri sebuah konferensi. Konferensi pertama saya, sebagai peserta. Ya, semenjak saya menjadi staff satu setengah tahun yang lalu, saya mulai mengenai beragam bentuk pertemuan yang namanya dan contentnya kadang sulit diasosiasikan (karena buat saya intinya sih sharing dan diskusi -- simplisistik me huh?).

Konferensi kemarin saya awali dengan semangat utk belajar karena ada hal2 baru yang saya baru ketahui hari kemarin. Maka seperti biasa saya mencatat (baca : mengetik) dengan semangat. Untuk teman2 yg mengenal saya, pasti tahu persis, saya senang mencatat apapun, mungkin yang sinis bisa mengatakan "setiap kata kamu catat ya..." (padahal sebenarnya iya hihihi)... Ini saya lakukan karena saya sadar saya orang yang mudah lupa dan butuh bantuan visual serta motorik untuk berkonsentrasi mencerna materi. Salah satunya dengan mencatat untuk menjaga saya tetep waspada dan konsentrasi kepada materi yang lalu lalang di depan saya.

Kemarinpun demikian, apalagi memang ada bahan2 yg harus saya transfer ke rekan2 kerja dan akan menjadi bahan kami utk tugas berikut. Maka mengetiklah saya. Samping kanan kiri saya sudah duduk beberapa peserta lain yang kebetulan usianya sudah lanjut dan (tampaknya) masing2 mereka memiliki jabatan yang cukup baik. Ketika melihat saya mengetik, mereka mulai menyatakan ingin meminta copy catatan saya setelah selesai pertemuan. Saya berusaha mengelak sambil merendahkan diri, dengan mengatakan bahwa sebaiknya ibu-ibu bisa minta kepada panitia yang pasti punya catatan yang lebih lengkap daripada saya. Well, mereka tetep pengen mengcopy catatan saya. Meski situasi ini sering saya alami, sebagai konsekuensi orang yang senang mencatat apapun, namun biasanya saya ga terlalu terganggu karena biasanya teman2 yang meminta copy catatan saya adalah orang-orang yang saya kenal sehingga saya tahu pasti tujuan mereka menyalin catatan saya adalah utk belajar. Sedangkan ibu-ibu ini, baru saja saya kenal dan terus terang yang mengganggu pemikiran saya adalah, saya khawatir catatan saya akan digunakan untuk kepentingan yang egois. Contohnya, sebagai laporan mereka ke kantornya masing-masing. Yeah, selalu yang paling membuat kita khawatir adalah kekhawatiran diri sendiri kan, ya? Itulah yang sedang saya rasakan. Saya merasa agak bodoh, dengan memberikan copy itu (meski udah ngerasa ga sreg ya pas melakukannya) apalagi tanpa men-save nya dalam bentuk PDF, agar tidak bisa diutak2.

Tapi memang nasi sudah menjadi bubur dan ga mungkin jadi nasi lagi, kan. Jadi biarlah saya menikmati penghiburan dari serial penghiburan yang biasa saya lakukan ketika lagi butuh mood booster : semangkok mi ayam pangsit dan bacaan bermutu daann... menulis blog ini :D

Selasa, 10 Maret 2015

Penghujung

Di ujung hari aku menarik napas
Melihat jejak langkah yang telah tercetak
Kadang ada hari kurasa bangga
Meski tak lepas dari rasa duka
Karena roda hidup yang terus bergulir
Di ujung hari aku merebahkan badanku
Membiarkan diri sejenak merenungi
Sejuta impian yg mungkin masih menunggu antrian untuk terwujud
Sambil mensyukuri betapa sudah beberapa karya dicipta
(meski tau besok akan terus diperbarui)
Di ujung hari,
Biarlah rasa kantuk membelai sampai lelap
Dengan selimut doa agar esok bangun dengan rasa bahagia
Selamat malam.

Sabtu, 28 Februari 2015

Motivator

Beberapa tahun belakangan ini, muncul beragam motivator. Mulai dari yang bernuansa pengembangan diri, pengembangan bisnis, pendidikan, pengasuhan sampai agamis. Mulai dari yang booming di dumay alias dunia maya sampai yang sudah kondang seantero negri dan diundang ke beragam event prestisius.

Motivator itu sebenarnya profesi apa sih ya? Setelah menekan tuts di mbah googling, saya mendapatkan hasil sebagai berikut :

Motivator adalah orang yang memiliki profesi atau pencaharian dari memberikan motivasi kepada orang lain. Pemberian motivasi ini biasanya melalui pelatihan (training) , namun bisa juga melalui mentoring, coaching atau counselling.(diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Motivator)

Jadi seharusnya tentu profesi ini cukup istimewa dan berguna bagi orang banyak ya. Namun mengapa kebanyakan motivator yang terkenal sekarang kadang suka jadi basi? Setidaknya basi menurut saya loh ya... Tokh penilaian basi atau tidaknya materi seorang motivator agak subjektif juga.

Menurut saya seorang motivator bisa jadi basi kalau :
1. Terlalu mengumbar penjualan dirinya, misalnya saja terlalu lama memaparkan profil dirinya, prestasinya, karya-karyanya.
2. Memiliki materi yang kurang fokus dan segala macam jenis materi dimasukkan ke dalam presentasinya. Misalnya saja di awal bicara mengenai syaraf, lalu tiba-tiba menyajikan lagu-lagu yang bernuansa religi dan mengajak peserta pelatihan/seminar berdoa.
3. Menyampaikan materi-materi yang merendahkan atau bersifat diskriminatif.
4. Hanya mengutamakan ketenaran namun tidak berhati-hati dalam memilih validitas data atau pernyataan yang dikeluarkan.
5. Terlalu bombastis dalam kemasan namun isi materi kurang berbobot baik dalam segi keilmiahannya maupun dari segi logikanya. dll dll...

Motivator yang oke menurut saya? tapi agak keluar dari definisi itu sih... karena menurut saya motivator atau penggerak motivasi diri kita bisa datang dari mana saja. yang utama sih diri sendiri dan pasti orang-orang terdekat kita. bisa sodara, ortu, sahabat atau bahkan orang-orang yg sehari-hari kita temui di sekitar kita tanpa perlu kita kenal dengan dekat. terdengar klise ya tapi menurut saya itu sih arti yang tulus.

Mengapa fenomena motivator ini saya bahas? karena menurut saya cukup menarik melihat betapa banyak komunitas yang membutuhkan beragam motivator untuk membangun motivasi anggota komunitasnya. Betapa banyak orang-orang yang tampaknya sangat haus akan motivasi dan dorongan, namun sering kali si motivator kurang bertanggungjawab dalam membentuk materi-materi motivasinya sehingga menyebabkan diskriminasi dan perendahan terhadap pihak tertentu. Hal ini mungkin terjadi jika si motivator memiliki motivasi yang kurang tepat ketika memutuskan terjun ke area ini, misalnya saja karena dia ingin terkenal sehingga asal saja memilih materi motivasi yang penting terkenal, atau karena ia ingin mendapatkan uang yang banyak, sehingga asal saja memilih materi asal materi itu menjual dan bernilai ekonomi yang tinggi tanpa memperhitungkan efek jangka panjangnya.

Lebih parah lagi jika para peserta seakan-akan dikondisikan berada dalam relasi ketergantungan dengan si motivator, sehingga tidak mampu memberdayakan dirinya setelah mendapatkan seteguk motivasi dari si motivator. Padahal kembali lagi, seharusnya seseorang menjadi tergugah dan semakin mampu berjuang sesudah mendapat motivasi, kan? Semoga tidak salah logika saya.

Yah intinya ini hanya uneg-uneg saya karena melihat begitu banyak motivator berjamuran, motivator-motivator yang menurut saya kurang berkualitas. berangkat dari keahlian yang kurang terasah dan sangat instan. Sehingga dengan mudah memangsa masyarakat umum yang cenderung berkarakter kurang kuat, kurang kritis, dan bisa beresiko terbentuknya opini-opini massa yang menyesatkan, yang tentu mengkhawatirkan.

Jadi selamat mencari motivasi dan tetap kritis ya!

Rabu, 25 Februari 2015

Rencana

Setiap hari, setiap saat saya membuat rencana. Mengapa? Karena kebiasaan. Suatu kebiasaan biasanya ditanamkan sejak kecil oleh orang-orang sekitar kita. Meski untuk kebiasaan perencanaan ini saya ga tau di sisi atau pengalaman (-pengalaman) spesifik apa yang membuat saya memiliki kebiasaan ini. Agak heran juga. Karena kebanyakan sifat-sifat saya yang lain, dengan mudah saya bisa mengidentifikasi cerita-cerita hidup mana saja yang membentuk sifat-sifat itu.

Anyway anyhow, inilah saya dengan kebiasaan merencanakan. Sampai-sampai, saya suka kesal sendiri jika ada rencana saya yang tidak berlangsung mulus. Saya bisa merasa kecewa dan bisa BT (bad temper) dalam menjalani hari-hari saya. Tidak jarang saya suka menyalahkan diri saya atau bahkan menyesalkan mengapa orang lain dan situasi menyebabkan gagalnya rencana saya. saya suka kelimpungan sendiri menghadapi kekecewaan saya ini.

Tentu kondisi kecewa ini tidaklah nyaman untuk saya, dan saya terus bertanya apa yang bisa saya lakukan untuk merasa lebih baik. Dan memiliki kemampuan untuk lebih baik mengelola emosi saya. Lalu saya temukan, bahwa saya seseorang yang bersifat aktif. Sehingga suatu kegagalan menjadi kekecewaan mendalam jika dibiarkan menjadi kegagalan yang kosong. Artinya, misalnya saja ketika saya berjanji dengan seseorang dan ternyata seseorang tersebut terlambat, maka jangan sampai kegagalan ketepatan waktu tersebut membuat saya tenggelam, karena ada waktu yang kosong. Maka mulailah saya membuat rencana-rencana cadangan, agar jika satu rencana utama tidak terlaksana dengan baik, saya masih punya rencana-rencana lain yang bisa mengisi waktu dan tidak terlalu lama memusatkan perhatian pada kegagalan itu.

Selain membuat rencana-rencana cadangan, saya juga meningkatkan pemahaman dan penghayatan saya bahwa memang hanya ada satu hal yang pasti dalam hidup ini, yaitu perubahan. Artinya dalam hidup tak ada satu pun yang pasti sebenarnya (kecuali kematian, itupun kita tidak tahu sama sekali kapan datangnya). Dalam kata lain, selalu ada ketidakpastian dalam rencana-rencana yang saya buat. kalo kata umumnya, manusia berencana, Tuhan yang menentukan. Ya, memang itulah seninya hidup, selalu ada faktor X yang harus diadopsi. Tokh, Darwin, seorang ilmuwan ternama juga menyatakan bahwa hanya yang terbaiklah yang akan bertahan dalam alam ini (survival of the fittest).

Dengan refleksi-refleksi inilah jadilah saya dengan isi tas yang selalu penuh ketika pergi kemanapun, karena isinya adalah rencana-rencana cadangan yang bisa saya keluarkan ketika saya menemukan celah-celah kegagalan rencana. Karena saya menolak untuk terus kecewa jika ada rencana yang gagal. Dan sesungguhnya bisa diartikan, tidak ada kegagalan yang sesungguhnya melainkan kesempatan-kesempatan yang beragam untuk menjadi lebih baik dalam hidup ini.

Demikian sharing saya, di tengah keterlambatan rencana selama sejam akibat kemacetan pinggiran Jakarta yang menggila.

Selamat berencana dan enjoy your life!

Minggu, 11 Januari 2015

es krim komitmen

kadang kita tidak tahu konsekuensi dari komitmen yang kita buat (ya, meski manusia itu pinter berencana dan menganalisa) kadang dalam proses menjalani komitmen selalu ditemui kerikil sampai badai yang mungkin meluluhkan sedikit-demi-sedikit komitmen itu (ya dikit2 meleleh gitu kayak es krim di hari yang panas) Hanya kadang kala kita pun semakin dikuatkan oleh niatan yang selalu diingatkan lagi, hey, sudah komit loh, masakan mau lembek dan mencair lalu menghilang begitu saja... (mungkiin lalu es krim itu dimasukkan kembali ke dalam freezer agar lezat kembali ketika mau dimakan) jadi ya meski meleleh bisa lah ada cara untuk membeku lagi eh untuk kuat lagi dan terus berusaha ya! nanti kan es krimnya bisa dinikmati bersama, dibagi2... *talktomyself ‪#‎mumbling‬

Kamis, 08 Januari 2015

Makan triple bigmac sekali gigit?

lapisan demi lapisan terpapar.... sepertinya aku ingin melahapnya sekaligus. namun nalar pencernaan pengetahuanku menghentikanku, tak mungkin semua lapisan ditangkap sekaligus seperti melahap triple big mac sekali gigit. jadi rasanya memang perlu memperlambat diri utk mencerna informasi2 ini atau tenggelam sebagai copy cat aja atau memgeluarkan diksi2 dangkal yg hanya menimbulkan caci daripada puji. ini memang bukan lagi jaman telegram dan pos surat yg memberikan rasa santai dan kesempatan menanti jawaban, ini saatnya informasi dan solusi serta analisa datang seakan tanpa diminta. namun ada baiknya bijak dan sesekali mengerem agar ga nabrak sana sini ga keruan. katanya kan woles ajahhhhh... #banjirinformasieradigital #tryingtofindmypath #selftalking

Jumat, 02 Januari 2015

3 Januari 2015 Hari ketiga di bulan pertama tahun yang baru. Berita publik penuh dengan berita terbaru dari pencarian korban dan pesawat Air Asia QZ 8501. Tragedi nahas yang diindikasikan adanya ketidakdisiplinan dalam prosedural persiapan terbang. Tambah menyedihkan saja peristiwa ini, dengan adanya fakta ini. Hari ketiga, dan pagi ini aku membaca email mengenai kefasihan budaya literasi kita di jaman derasnya informasi digital yang tak kenal waktu dan batas. Artikel menarik yang beberapa waktu ini memang menjadi pemikiranku juga. Dan dalam hati, aku mencatat, harus menuliskan ttg hal ini. Hari ketiga, kami berencana berenang hari ini, sebagai langkah awal untuk lebih rutin berolahraga. saya juga memantau online shop agar lebih stabil pemasukannya untuk tahun ini nanti saya juga bertekad merekap banyak tujuan2 dan rencana2, proses2 agar tahun ini lebih baik. Yang beberapa melamapaui kebiasaan saya. ya, hanya itu, agar lebih baik :) dan saya akan lanjut menyiapkan sarapan pagi ini. Cheers, as always.