Kamis, 30 Desember 2010

Angin

angin bertiuplah. ucapkan salam ini kepada yg berkenan. bahwa aku ada disini meski tidak statis.

angin berbisiklah. ucapkan kata nan indah pada yang terkasih. bahwa aku ada di sini meski deras dengan peluh.

angin bernyanyilah. nyanyikan untaian nada nan syahdu. agar jiwanya terus terisi dan menjadi sepenuhnya sesuai rencana Ilahi.

angin, sampaikan puitisku kepada yang mereka yang ingin disapa. sampaikan sapaan penuh kasih bahwa mereka selalu memiliki tempat berbagai dan menjadi jiwa yang berharga untuk terus hidup.

angin, terima kasih.

Senin, 13 Desember 2010

Tips Mencuci Dengan Ecoball

Tips mencuci pakaian agar lebih efektif saat menggunakan EcoBALL di rumah:

1. 1 buah EcoBALL hanya untuk mencuci pakaian seberat 5 kg (tanpa air). Jadi jika sebuah celana jeans berbobot 1 kg, lalu t-shirt dan kemeja seberat 1/2 kg, maka dalam 1 kali pencucian Anda hanya bisa mencuci 2 celana jeans, 4 t-shirt, dan 4 kemeja.

2. EcoBALL akan bekerja efektif ketika bertemu dengan air, masukkan air ke dalam mesin cuci sesuai takaran yang dibutuhkan, sesuai dengan mesin cuci yang Anda miliki serta banyak atau sedikitnya pakaian Anda (kalau Anda hanya mencuci sedikit baju, tidak perlu menggunakan air yang banyak).

3. Rendam pakaian bersama EcoBALL selama 15 sampai 30 menit jika Anda memang menginginkan hasil yang maksimal.

4. Tips mencuci pakaian lainnya adalah kucek atau sikat noda membandel seperti: noda kuning atau dekil pada kerah kemeja, setelah merendam menggunakan EcoBALL.

5. Setting dan biarkan mesin bekerja seperti biasa.

6. Tambahkan pewangi bila Anda menginginkan bau harum, karena EcoBALL tidak menghasilkan bau harum tetapi bau yang segar. EcoBALL dapat digunakan bersamaan dengan pewangi pakaian. FYI: Kocok EcoBALL di dalam ember berisi air bersih, dengan tujuan bahan kimia dari pewangi bisa “melepaskan diri” dari EcoBALL.

7. Akhiri proses mencuci dengan mengeringkan pakaian. Jika Anda menggunakan mesin cuci 1 tabung, lakukan pengeringan tanpa harus mengeluarkan EcoBALL lebih dulu, karena EcoBALL terbuat dari karet yang tidak akan merusak kain ataupun mesin cuci.

Lakukan tips mencuci pakaian ini agar kegiatan mencuci Anda lebih efektif :)

Sumber : http://www.eco-ball.biz/tips-mencuci-pakaian-menggunakan-ecoball

Silahkan mengklik link pada banner di samping tulisan ini untuk informasi lebih lanjut dan cara mengorder Ecoball. Selamat mencoba! :)

Sabtu, 11 Desember 2010

Kebijakan dalam Angkot

Kalau dihitung-hitung sudah hampir 20 tahun-an saya jadi penumpang angkot (angkutan kota/angkutan umum) yang setia. Jadi sudah kenyang dengan segala macam polah tingkah, perasaan was-was serta antisipasi yang dirasakan ketika menaiki angkot. Angkot yang saya naiki pun beragam jenisnya, dari yang angkot kecil, seperti mobil kijang sampai bis-bis besar ber-AC. Maka layaklah kalo angkot menjadi tema tulisan saya sekarang ini, mengingat angkot memainkan peranan yang penting dlm perjalanan hidup saya. (yah meski terdengar berlebihan, tp ada benernya juga loh.)

Kalau mau membahas bahayanya naik angkot, sepertinya banyak kalangan sudah tahu. Maka kali ini saya mau sedikit berbagi cerita tentang nilai positif yang bisa ditarik dari para penumpang angkot (di Jakarta khususnya).

***

Sore itu saya bergegas pulang dari kampus, tempat mengajar saya, menuju ke rumah. Agak kaget juga melihat rentetan kendaraan bermotor telah menjalar seperti ular nan panjang di jalan raya. Saya mengecek jam, ternyata baru jam 3 sore. Ternyata memang kemacetan tidak bisa juga saya hindari di daerah ini, saya membatin. Maka, setelah membungkus jajanan dari pinggir jalan, saya pun naik angkot merah menuju daerah rumah saya. Angkot ini pun penuh. Beruntung saya masih kebagian duduk, meski dekat pintu dan kaki saya harus terus menahan keseimbangan, terutama ketika si angkot direm. Pegal juga rasanya. Rata-rata penumpang di kanan-kiri saya berusaha mengusir penat dan rasa kesal akan macet dengan menutup mata mereka. Entah apakah benar-benar tidur atau sekedar mengalihkan perhatian. Menyesal juga, saya tidak membawa earphone telpon seluler saya. Jadinya saya tidak bisa mendengarkan musik dari radio untuk menemani kemacetan yang memakan energi.

Ketika macet akhirnya tidak lagi terlalu panjang, saya pun mendapatkan tempat duduk yang lebih enak. Tentu karena ada beberapa penumpang turun, sehingga memberikan sedikit ruang utk kaki saya beristirahat karena tak perlu lagi menjaga keseimbangan. Setelah merasa sedikit nyaman, perhatian saya teralih dengan beberapa penumpang yang masuk.

Seorang anak lelaki dan seorang anak perempuan masuk, dengan masing-masing tampak sibuk menjaga barang bawaannya. Saya rasa mereka tak lebih tua dari anak yang duduk di kelas 3 SD. Karena keterbatasan tempat duduk, si kakak (anak laki-laki yang tampak lebih tua) memangku si adik (anak perempuan). Ternyata mereka tidak hanya berdua. Sesudah mereka naiklah si bungsu, anak laki-laki yang kira-kira maksimal berusia 3 tahun. Si bungsu yang tampak belum bisa menjaga dirinya, dengan cueknya berdiri dekat kaki kakak-kakaknya sambil menggenggam sepotong roti. Lalu masuklah Ibu mereka yang paling repot, membawa satu gembol tas yang tampak sangat penuh dan ditambah sekantong plastik berisi 3 kotak kue yang berukuran sedang. Di tangan si Ibu tampak juga memegang sebuah telpon seluler yang berbunyi. Tempat duduk yang tersisa hanyalah tempat duduk bekas posisiku tadi, yaitu hanya sebelah pantat (maaf) saja yang bisa tertampung sedangkan kaki penumpang harus menahan keseimbangan agar tak terjatuh ketika angkot mendadak mengerem. Kesulitan pada si Ibu ditambah dengan beban seorang anak yang dipangkunya, sebuah tas yang terselempang di bahunya dan sebuah tas berisi kotak-kotak kue. Jangan lupa pula bahwa ia harus mengawasi kedua anak tertuanya.

Tebakan saya, si Ibu pastilah penumpang kawakan angkot juga, seperti saya. Karena ia tampak dengan yakin (atau mungkin memang terpaksa krn faktor keekonomisan biaya) untuk membawa 3 orang anak dan perlengkapan "perangnya" dengan menaiki angkot. Memang ketenangan seorang Ibu dengan begitu banyak beban bisa dipahami oleh seorang yang bisa menggunakan angkot. Karena, di dalam angkot, meski tidak saling kenal, terasa ada solidaritas yang mengikat dan mengalir dengan spontan. Ketika si bungsu masuk, seorang ibu (dan tangan saya sendiri) langsung spontan memegangi tangan si bungsu agar si bungsu tidak terjatuh akibat goyangan kendaraan. Ketika Ibu memasukkan kantong plastik berisi kotak-kotak kue, tangan-tangan penumpang angkot langsung dengan sigap menarik plastik itu masuk dan menahannya agar tidak roboh. Bahkan penumpang yang di dekat pintu membantu si Ibu menarik tas yang tampak terabaikan. Intinya, semua berusaha membantu meringankan beban si Ibu yang tampak sangat repot itu. Disini tampak empati antar penumpang (yang kebetulan rata-rata perempuan) terhadap beban yang dirasakan si Ibu tadi.

Inilah kebijakan yang saya selalu temui ketika menaiki angkot. Ketika ada seorang penumpang (yang biasanya ibu-ibu) membawa anaknya serta ketika menaiki angkot, apalagi ketika si penumpang ini membawa lebih dari 1 orang anak, maka otomatis semua penumpang sebisa mungkin berusaha menjagai si anak. Dari memegangi tangan si anak ketika si Ibu berusaha naik atau ketika si Ibu turun dari angkot. Jika kita terbiasa menaiki angkot, kita akan paham bahwa bantuan ini akan sangat berarti bagi keselamatan seorang anak, yang sering belum mampu mengawasi keselamatan dirinya sendiri.

***

Ada lagi cerita lain tentang kebijakan yang saya temui di angkot. Waktu itu, dengan trayek yang sama, saya tengah menaiki angkot ke tempat saya mengajar. Angkot itu tidak begitu penuh, tapi cukup padat lah. Naiklah seorang Ibu yang telah berusia lanjut, yang layak dipanggil Nenek. Si Nenek duduk di sebelah seorang Ibu yang tampak sedikit junior dari si Nenek. Entah ada angin apa, si Ibu junior ini bertanya ini itu kepada si Nenek, mengenai kemana tujuan si Nenek, dari mana Nenek itu, sampai... pada informasi terpenting dan membuat hati beberapa penumpang terketuk. Si Nenek bercerita bahwa tadi ia baru saja pulang dari rumah menantunya, orangtua dari seorang cucu yang diasuhnya di rumah. Ia sekedar bertandang untuk meminta uang biaya pembelian seragam cucunya, yang memang sehari-hari menjadi tanggung jawab si Nenek. Cucunya sudah lama tinggal dengan si Nenek, yang hanya petani sayur itu. Cucunya diambil Nenek untuk tinggal bersamanya karena Nenek melihat sang menantu tidak layak berperan menjadi orangtua yang baik, karena melakukan kebiasaan 'kumpul kebo'. Maka meski sulit, Nenek rela merawat si cucu. Trenyuhlah saya mendengar cerita itu. Meski cerita itu tadinya diceritakan kepada si Ibu junior tadi, namun sampai juga pada telinga saya karena posisi duduk kami yang berdekatan. Tak disangka oleh si Nenek (oleh saya juga), cerita itu tampak mengetuk hati Ibu junior (dan saya juga pada akhirnya) untuk memberikan uang ala kadarnya mengingat kesulitan biaya yang diceritakan si Nenek. Ah, betapa peristiwa itu selalu menggayuti hati nurani saya. Bahwa di tengah keegoisan metropolitas yang ganas, ketulusan dan kasih sayang selalu mempunyai cara tersendiri untuk menolong mereka yang papa. Yah, meski besaran rupiah yang saya dan Ibu junior tadi sampaikan ke Nenek tidak seberapa.

Cerita-cerita kecil ini selalu mengingatkan saya, bahwa kebaikan bisa ditemukan dimana saja, termasuk di dalam angkot. Memang tidak mengabaikan bahaya-bahaya yang harus diwaspadai ketika kita menggunakan fasilitas angkot ini, namun ternyata di tempat yang tidak ramah pun bisa ditemui senyum dan gapaian bantuan yang tulus.

Jadi, lain kali kalau anda naik angkot, siapkan tangan anda untuk membantu penumpang lain yang memang membutuhkan bantuan kecil dari anda. :)

Minggu, 14 November 2010

Ujian yang Sebenarnya

Waktu itu saya sedang menikmati detik terakhir waktu istirahat dalam sebuah workshop. Waktu itu saya sedang berada di sebuah ruang penuh buku sehingga tak ada kebocoran suara yang mungkin menceritakan kekagetan saya terhadap surat tersebut. Meski akhirnya teman saya mengetahuinya karena saya bercerita demi mendapatkan penguatan moril. Memangnya isi surat itu apa? Surat itu mencantumkan nama saya dan teman saya, yang bertindak sebagai supervisor pada sebuah kasus KDRT dan mengundang kami datang ke sebuah kantor kepolisian untuk membuat BAP sebagai saksi ahli.

Pertanyaan selanjutnya, mengapa undangan ini membuat saya terkejut? Karena, terus terang yg sejelas-jelasnya, saya 'parno' kalau harus berurusan sama pihak berseragam atau birokrasi atau sejenisnya. Maka dipanggil ke kantor polisi untuk urusan apapun membawa kecemasan tersendiri buat saya. Ketika teman saya, supervisor saya, melambaikan surat itu dan menyungging senyuman menggoda (karena saya rasa dia tahu ke-parno-an saya ini), jantung saya rasanya seperti baru saja naik roller coaster (meski udah lama juga ya ga naik roller coaster). Deg-deg-an rasanya. Seperti tidak menginjak bumi. Lebay? Mungkin juga. Ga nyangka respon saya bisa sangat lebay seperti itu. Ketika melihat respon saya, teman saya itu mulai menenangkan bahwa saya ke sana tidak sendirian tapi bersamanya. Jadi setidaknya saya merasa terhibur.

Sebelum hari H tiba, saya pun bersiap sesiap-siapnya untuk menghadapi yang berwajib. Mulai dari surat tanda praktek dan keanggotaan himpunan profesi (yang sempat membuat kalang kabut karena kedua kartu tersebut terselip diantara tumpukan buku berdebu), sampai print out surat keterangan ahli yang kami buat atas kasus terkait. Layaknya menghadapi ujian, saya membaca surat tersebut sambil menggarisbawahi hal-hal penting dalam kasus ini dengan menggunakan spidol merah. Jangan sampai saya salah ucap, batin saya.

Pada hari H, beruntunglah saya, Teresa yang sepertinya mau mulai rewel karena akan saya tinggal setengah harian bersama Mbak-nya, ternyata tidak jadi merajuk. Untuk meninggalkan Teresa hari itu memang membutuhkan pengaturan ekstra, karena saya tidak terbiasa meninggalkan Teresa di waktu pagi sampai siang hari. Biasanya saya meninggalkannya dari siang hari sampai menjelang sore. Untuk beberapa orang tua, mungkin memahami apa perbedaan yang saya maksudkan dalam hal ini.

Nah, kembali lagi ke topik. Pada hari H, saya berjanji ketemu dengan teman saya di sebuah minimarket untuk kemudian naik bis bersama ke kantor polisi yang dimaksud. Sampai di minimarket itu, saya berkeliling, bermaksud menghilangkan ketegangan dan menghabiskan waktu sampai teman saya datang, namun kok malah jadi semakin ga enak. Entah ya, karena saya yang memang sedang tidak fit pada waktu itu atau karena akibat kecemasan saya kepada para petugas berseragam itu... Singkatnya, sampailah saya dan teman saya ke kantor polisi. Disana, kompleks yang sebenarnya bersebrangan dengan mantan kampus saya itu, kami harus berjalan jauh masuk ke dalam. Untuk orang yang sedang HHC (harap harap cemas) seperti saya, perjalanan yang jauh ini cukup membawa kesan tersendiri, karena semakin memberikan kesempatan untuk saya menghayati kecemasan saya. Ketika sampai, kami diminta menunggu... dan menunggu dan menunggu... sampai kurang lebih satu jam. Sampai saya harus mengganti saluran televisi yang ada di ruang tunggu karena tidak tahan mendengar lagu-lagu yang 'aneh' untuk kuping saya. Akhirnya kami pun dipersilahkan masuk ke ruang pembuatan BAP. Ternyata, ruangan itu tidak membuktikan ke-parno-an saya dan bayangan saya akan kantor serta petugas berseragam selama ini.

Ruangan itu ruangan ber-AC dengan nuansa terang, perabotan kantor sederhana namun rapi dan bersih. Ruangan tersebut berisi empat meja lengkap dengan komputer serta petugas polwan yang masing-masing tampak sibuk mengetik. Oooo... seperti ini ya kerjanya mereka, batin saya. Dan satu hal penting adalah, mereka tidak memakai seragam polisi. Mereka menggunakan seragam formil ala pegawai kantoran dalam nuansa putih dan hitam. Petugas yang menangani kami tampak ramah dan mengatakan bahwa karena hanya memerlukan keterangan hanya dari satu pemeriksa utama, maka saya hanya berkedudukan sebagai pemeriksa pembantu alias informasi pelengkap saja. Maka sayapun mendengarkan dan mengikuti proses BAP sambil sesekali menambahkan informasi yang diperlukan.

Sementara kami melakukan BAP, masuklah seorang perempuan yang modis dan dipersilahkan duduk di kursi paling ujung, bersebrangan dengan posisi kami. Ternyata ia bermaksud membuat BAP sebagai pelapor atas kondisi rumah tangganya. Karena tak ada sekat antar meja petugas, maka dengan jelas kami bisa mendengar curhatan si perempuan itu. Jadi terbayang juga betapa sulitnya jika seorang korban pelecehan seksual mesti menceritakan detil kejadian peristiwa yang dialaminya dalam kondisi 'terbuka' seperti itu. Pantas saja .... (silahkan lengkapi sendiri)

Pendekatan petugas tampak sangat informal dan berjauhan dari image saya terhadap seorang petugas polisi. Teman saya menjelaskan, bahwa sekarang ini memang kepolisian telah mengubah pelayanannya, terutama di unit perempuan dan anak, yang kami datangi ini. Sebenarnya penjelasan ini telah saya dengar jauh-jauh hari sebelum mendapatkan surat panggilan BAP ini. Namun tampaknya kecemasan saya mengalahkan informasi yang valid ini. Terbukti betapa seseorang yang cemas bisa sangat tidak rasional *huhuhuhu...* Mereka memang tampak lebih ramah klien atau pelapor. Cukup salut untuk hal ini. Meski katanya juga, ada beberapa kantor kepolisian yang lebih kecil sektornya, masih kurang mempraktekkan niatan baik ini. Dalam arti, kadang pelayanan yang dilakukan masih jauh dari keramahan yang kami alami di sini.

So, saya rasa untuk ujian hari ini saya mendapat nilai yang cukup. Bahkan mungkin baik (boleh lah sedikit subjektif). Ternyata ujian yang nyata bukan sekedar menghadapi klien dan memfasilitasi klien agar berfungsi lebih baik secara psikologis. Tapi juga ujian ketika diminta menjelaskan keadaan psikologis klien kepada profesi lainnya. Ternyata ujian nyata semacam ini memang semakin membuat saya matang dalam menjalankan profesi saya. Ujian berikutnya? Katanya sih kalo dipanggil ke pengadilan sebagai saksi ahli, yang pasti akan lebih mendebarkan lagi mengingat tuntutan psikologis yang akan dihadapi... Bener ga ya? Ah.... rasanya saya tidak mau memikirkan dulu sampai situ deh... :)

Ternyata memang baik berwaspada-ria sebelum menghadapi sesuatu. Dan memang baik jika kita berani menghadapi ke-parno-an kita, karena ternyata tidak semua hal yang dicemaskan memiliki kenyataan yang menakutkan.

Apalagi sesudah itu ditambah bonus lunch dan jalan-jalan ke sebuah mal di seberang kantor kepolisian itu... :D

Senin, 16 Agustus 2010

Indonesiaku, Indonesia Kita : 65 Tahun

Aku bukan ahli sejarah
Aku juga ga rajin baca artikel politik atau semacamnya
Tapi aku mudah tersentuh akan berbagai berita miris dari para insan pertiwi

Ketika aku mandi dengan air bersih
Aku ingat berjuta saudaraku, bahkan mungkin tetanggaku, yang tidak bisa mendapatkan kebutuhan mendasar ini

Ketika aku mengantar anakku ke dokter utk berobat,
Aku teringat si miskin yang terpaksa tidak mengobati anaknya yang sakit karena kemiskinan membelit sehingga akhirnya anak tsb meninggal

Ketika aku merasa puas sudah bisa kenyang,
Aku teringat saudara-saudara yang masih mengais sampah untuk mendapatkan sesuap nasi utk setiap harinya

Ketika aku mengantar anakku bersekolah,
Aku teringat sejuta berita tentang penyelewengan biaya operasional sekolah sehingga menyebabkan anak-anak bangsa tak bisa berpendidikan dengan layak
Aku juga teringat mereka yang terputus sekolahnya dengan alasan ekonomi

Ketika aku bisa ikut bahagia dan bangga melihat pertumbuhan anakku,
Aku teringat jutaan anak bangsa, the lost generations, generasi yang tidak mencicipi hak-hak mereka akibat buruknya sistem ...

Ketika aku berdiri di titik ini
aku merenungi, meski sudah lebih dari setengah abad negaraku merdeka dari penjajahan fisik, sudahkah negaraku mampu mewujudkan cita-cita mendasar terbentuknya suatu negara? sudahkah kita mampu berusaha menolong satu sama lain?

Selamat berulang tahun negeriku
Semoga suatu saat nanti (ya nanti, tak tau kapan) semua insan di bumi pertiwi merasakan sejahtera dan merdeka yang sebenarnya di negeri tercinta ini, Indonesia.

Kamis, 12 Agustus 2010

Little Stories 3

Adegan 1 : Tuhan mendengar

Mama (M) : ayo berdoa sebelum makan
Teresa (T) : berdoa sendiri ya (menutup mata, mengatupkan tangan, sambil berdiri di atas sofa lalu berdoa tanpa suara)

(setelah selesai berdoa)

T : Tuhan pasti denger (doaku) ya?
M : oiya, pasti.
T : gimana caranya Tuhan bisa denger doa kita dan semuanya?
M : hmmmmm (mikirrrr...) mungkin Tuhan punya cara dan alat khusus jadi bisa denger doa semuanya...
T : ...
M : (mikir : kayanya jawaban gw kurang mengena utk T hahahaha....)

Adegan 2 : ASKES

(setelah memperhatikan bapak penjaga askes-asuransi kesehatan di rumah oma opa)
T : Mah askes itu apa?
M : itu kartu untuk ke dokter, untuk berobat
T : o gitu ya (dengan ekspresi memahami yg menggemaskan

Adegan 3 : Naik Tangga

(T mencoba naik tangga besi di menara air ketika M sedang menjemur baju)
T : naik lagi ya Mah? (minta ijin utk naik ke anak tangga ke 3)
M : iya boleh tapi hati-hati dan jangan naik lagi, ngeri
T : (naik ke anak tangga 3)
M : (menunggui T turun)
T : aku mau naik lagi ah... (sambil melihat M meminta persetujuan)
M : hmmm... ya udah boleh (karena sudah selesai menjemur baju & bisa fokus ngawasin T)
T : (tampak memperhatikan anak tangga dan menara di atasnya) tapi... T ngeri... (dengan ekspresi kocak)
M : ya udah jangan naek lah kalo ngeri... (merasa geli dan bangga...)
T : (diam beberapa saat) aku ga bisa turun sendiri, gendong...
M : yaaah kan... masak naik sendiri ga bisa turun sendiri... ya udh sini... (akhirnya menggendong T...
T : (setelah sampai di tanah ketawa-tawa senang... hehehe...)

Senin, 02 Agustus 2010

Little Stories 2

Adegan 1 : Tuhan

Waktu mau tidur, terjadilah dialog berikut :

Teresa (4 th): Mah, sebelum Tuhan ciptain kita, Tuhan main sama siapa ya...?
Mama (a.k.a gw) : (terdiam, geli & kaget & kagum) hmmmm... mungkin main sendiri kali ya...
T : ... (mengangguk, tampak puas krn jawaban yg logis ehehe....)

Adegan 2 : Pernikahan

Ketika sedang menonton televisi, terlihat adegan iklan yg menunjukkan dua sejoli sedang mempersiapkan pernikahan. Teresa ternyata mengenalinya, mungkin sekali karena mempelai perempuannya memakai gaun putih nan cantik.

T : Mah, itu akan menikah ya?
M : iya.. (sambil ngerjain ini itu)
T : (beberapa saat kemudian) ... Mah, nanti kalo teresa udah besar, teresa punya anak ya?
M : iya... tapi nikah dulu baru punya anak
T : ... nanti teresa nikah sama siapa...? (cengar cengir)
M : mmm... belum tau
T : nikah sama Mama kali ya? (ceria... tanpa ngerasa ada yg aneh...)
M : wahahahaha.... (bener2 geli dan ga tau musti ngomong apa... sambil pengen blg, nak, jalanmu masih panjang ga usah mikirin punya anak & merit dulu...)

Selasa, 27 Juli 2010

CUCI OTAK

Aku pecandu. Ya, aku pecandu. Bukan, bukan pecandu narkoba. Bukan juga pecandu alkohol atau gila kerja, ataupun pecandu belanja. Aku pecandu majalah. Ya, betul. Aku pecandu majalah. Aku pecandu majalah wanita. Kalau kaum fanatis menjadikan kitab suci agama mereka sebagai pedoman hidup, aku menjadikan majalah-majalah perempuan sebagai injilku. Kemanapun aku melangkah, aku akan mencari petunjuk dari majalah-majalah itu. Apa yang aku baca dari majalah itu, itulah yang aku terapkan dalam hidupku.

Seperti sekarang, mengenai suamiku. Sejak sebelum menikahinya, aku merasa kurang cocok dengannya. Namun karena alasan usia dan Ibuku yang sudah setuju, maka aku pun mengiyakan pinangannya untuk memperistriku. Semakin tahun bertambah dalam pernikahan kami, semakin banyak hal yang membuatku semakin tidak nyaman bersamanya. Buatku ada-ada saja kekurangannya. Tak ada karakternya yang sesuai menurut injilku, majalah-majalah tersayangku itu,

Suatu artikel di majalah Anggun, pernah menyebutkan bahwa suami seharusnya romantis terhadap pasangannya. Misalnya, mengatur candle light dinner ketika ulang tahun pernikahan atau ulang tahun pasangannya. Membelikan bunga secara tiba-tiba ketika pulang kerja di sore hari. Memijat dengan rasa sayang ketika pasangannya sedang kelelahan. Dan sebagainyaa.... Ah, seandainya, Dion, suamiku seperti itu. Aku akan menjadi wanita paling bahagia sedunia.

Di artikel lainnya, di majalah Suami Istri Bahagia, disebutkan bahwa suami sebaiknya memiliki sikap-sikap sempurna terhadap sang istri. Misalnya, selalu mengatakan sayang secara spontan pada istri, meninggalkan pesan-pesan yang menggambarkan perasaan sayang suami kepada istri, menganggap istri sebagai pasangan yang paling sempurna baginya, menyanjung kelebihan istri, dan seterusnya. Ah... sekali lagi aku berkhayal, seandainya saja Dion seperti itu kepadaku. Aku akan menjadi wanita paling bahagia sedunia.

Pendek kata, aku sudah berusaha sebisa mungkin mendorong Dion untuk menjadi suami ideal yang digambarkan para majalah itu. Namun hasilnya tetap nol. Aku sudah memberikan pesan-pesan romantis di meja kerjanya, sampai-sampai sang sekretaris di kantornya heran karena aku sangat sering mendatangi kantor Dion ketika ia tak berada di tempat. Pesan-pesan elektronik dan via pesan singkat pun tak lupa kukirimkan. Aku pun mempelajari masakan-masakan favoritnya sehingga setiap malam aku dapat menyediakan masakan ala chef ternama di meja makan kami. Padahal tadinya membedakan mana garam atau gula saja sudah merupakan tugas berat bagiku. Aku sudah berusaha memberikan perlakuan nan romantis di tempat tidur baginya. Namun semua usahaku tampaknya hanya ditanggapi dingin saja oleh Dion.

Aku pun mulai tidak puas dengan semu majalah yang aku baca. Untuk kesekian kalinya aku mencari lagi. Kali ini aku mencari majalah yang memberikan cara-cara jitu agar suamiku semakin romantis dan menyayangiku. Aku pun pergi ke sebuah toko buku kenamaan yang memiliki berjuta-juta koleksi majalah, baik yang berbahasa asing dan lokal. Tak juga aku menemukannya. Yang ada malah aku menemukan ide-ide untuk berbelanja berbagai produk fashion. Mulai dari jepit rambut, mascara baru, baju sampai sepatu wedges yang lagi trend. Maka aku sudahi hari itu dengan keluar menenteng sejumlah tas dengan berbagai barang, namun tidak berhasil menemukan majalah berisi tips yang aku inginkan itu.

Mataku melihat tak tentu arah ke pinggir trotoar. Mobilku dikendarai oleh supir setiaku. Si supir sudah hafal kebiasaan belanjaku. Maka ketika melewati suatu sudut kota dengan sebuah toko, sekecil apapun, si supir akan melambatkan mobil, agar aku bisa meneliti isi toko itu sekilas. Begitu juga kali ini. Mataku tertaut pada sebuah toko buku kecil yang kelihatan begitu antik. Aku pun memberi tanda kepada si supir, agar menepi dan berhenti di depan toko tersebut. Tak ada label nama nan menarik di depan toko itu. Toko itu hanya berdiri dengan bersahaja dan rapi. Lis jendela dan pintunya tampak sederhana, terbuat dari kayu jati kokoh dicat terang. Terpampang tanda ’buka’ di depan pintunya. Terlihat beberapa buku dan majalah yang tak aku kenal di etalasenya. Aku pun turun dari mobil sambil meneliti satu per satu buku dan majalah yang ada. Perlahan aku mendorong pintu itu. Berkelininglah bel kecil di pintu.

Langkahku agak bingung karena belum mengenal denah toko itu dengan baik. Aku berhenti sejenak di depan pintu yang tertutup otomatis. Aku memandang ke kiri, dimana kebetulan tampak berderet-deret majalah. Langsung saja aku mengarahkan langkahku ke situ. Aku mulai merasa tepat berada di situ, sebab kulihat banyak majalah perempuan yang dipamerkan. Aku membuka satu per satu majalah itu. Aneh. Isi majalah-majalah itu tampak berbeda dari majalah-majalah yang selama ini aku baca. Karena asyik meneliti isi majalah-majalah itu, aku tak mendengar si penjaga toko datang.

”Bisa saya bantu, Bu?” tanyanya ramah dengan suara dalam dan berat.

Aku sedikit terlonjak, kembali menyadari bahwa aku berada di dalam toko buku kecil itu. Aku mendongak dan menyadari lelaki penjaga toko itu telah ada di dekatnya. Wajahnya yang sudah sedikit menua tampak ramah. Rambutnya yang mulai beruban tidak mengurangi wajahnya yang simpatik.

”Yyaaa... saya hanya ingin membeli beberapa majalah ini, Pak...” jawabku sedikit tergagap.

”Baik, Bu. Silahkan Ibu memilih dan melihat-lihat dulu.” katanya tenang sambil berjalan menuju ke tempat kasir dekat pintu.

Aku pun kembali menekuni beberapa majalah itu. Dan seperti tersihir, aku kembali tenggelam dengan materi bacaan yang berbeda dengan yang pernah aku baca. Aku pun memutuskan untuk membeli beberapa majalah dan membayar sambil mengucapkan terima kasih kepada si bapak penjaga toko.

Aku pun tak sabar ingin sampai di rumah menikmati majalah-majalah baruku ini. Sampai rumah, tas-tas berisi belanjaan dari pusat perbelanjaan tadi tak kugubris. Aku biarkan si supir dan si mbok, pembantu rumah tanggaku yang menanganinya. Aku hanya ingin cepat mandi dan bersantai di sofa favoritku membaca majalah-majalah baruku tadi.

Badanku sudah terasa segar. Sabun aroma terapi dengan harum bunga melati sudah menyegarkan pikiranku. Aku pun beranjak ke atas sofa favoritku dan meraih semua majalah-majalah yang baru kubeli. Aku membuka majalah pertama. Majalah Perempuan namanya. Aku membaca halaman demi halaman. Aku melihat artikel-artikel yang mengangkat sejumlah perempuan yang berjuang untuk hidup. Ada yang ditinggal oleh suaminya dan harus menghidupi lima orang anak dengan menjadi buruh tani. Ada yang harus meninggalkan keluarganya dan merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah. Ada juga yang sudah berusia renta dan masih mencari batu setiap harinya di sungai dekat rumahnya. Hm... cerita-cerita yang amat berbeda dari yang selalu aku baca selama ini. Aku terhenyak sejenak, merenungi bahwa rupanya ada orang-orang yang perlu sangat berjuang dalam hidupnya.

Lalu, artikel lainnya yang paling menarik minatku adalah artikel yang membahas mengenai sisi positif dari suami yang perlu disyukuri para istri. Artikel itu menyebutkan bahwa suami yang baik akan selalu ada pada masa-masa yang sulit sekalipun. Suami yang baik juga tidak segan berbagai tugas rumah tangga dan bahkan mengurus anak ketika istri sedang melakukan tugas lainnya. Suami yang baik selalu berusaha menghabiskan waktu berkualitas dengan keluarganya. Suami yang baik adalah suami yang selalu bekerja keras dan memegang komitmen kesetiaannya. Suami yang baik adalah suami yang tak pernah mengekang perkembangan pribadi sang istri.

Aku langsung menutup mataku. Berkelebatlah gambaran Dion yang selalu ada di sisiku, baik ketika aku sangat sedih ketika Ibuku meninggal maupun ketika aku sangat bangga menerima penghargaan sebagai karyawan terbaik di kantorku. Terbayang juga bagaimana bahagianya kami ketika Dian, permata hati kami lahir dalam kondisi sempurna. Bagaimana sabarnya Dion menunggui aku menyusui Dian pada malam-malam bulan pertama aku menjadi Ibu. Tak lupa gambaran lain, ketika Dion bersedia mengasuh Dian setiap malam sementara aku dinas keluar kota. Dion juga tak pernah absen mengajak aku dan Dian berekreasi ke tempat yang menyenangkan ketika akhir pekan. Ia pun tak lupa mengutamakan kegiatan peribadatan bersama meski artinya harus membatalkan janji dengan rekan bisnis. Ah, Dion... ia selalu bekerja keras di kantor dan menabung untuk pendidikan Dian. Dia tak pernah melarangku untuk meraih semua kesempatan yang ada untuk mengembangkan karierku sehingga aku berada di posisiku yang sekarang ini...

Ternyata, Dion adalah suami yang baik.

Aku meraih majalah lain di meja. Nama majalahnya Blessing. Aku membuka halaman demi halaman. Di dalamnya, aku menemukan artikel tentang seorang Ibu yang setia mendampingi suami yang berprofesi sebagai nelayan dan selalu mengucap syukur akan semua berkah yang diberikan Sang Kuasa kepada keluarga mereka. Rupiah demi rupiah ditabung sehingga dua anaknya berhasil menyelesaikan pendidikan tinggi. Di artikel lain, seorang ahli menjabarkan, hidup kita tidak bisa dipandang dari satu sisi saja. Agar hidup terasa lebih bermakna, mulailah menghitung hal-hal positif yang kita miliki. Jangan terpaku pada kondisi yang kita tidak punyai. Cobalah melihat dan mensyukuri hal-hal baik yang terjadi dalam hidup kita. Deg! Kata-kata si ahli menusuk hatiku. Ternyata selama ini aku terlalu fokus pada apa yang dikatakan oleh majalah-majalah pedomanku itu, bahwa suamiku kurang ini kurang itu. Namun aku tak menyadari dan mensyukuri bahwa suamiku adalah seorang pribadi yang baik. Otakku sudah tercuci oleh semua propaganda bahwa suami yang baik haruslah romantis, haruslah menyanjungku dan sebagainya. Mata hatiku tertutup, bahwa Dion adalah suami yang mengagumkan. Mau berbelanja sepulang kantor sementara para suami lainnya sudah nyaman duduk santai di depan televisi. Mau mengeloni Dian, sementara aku sibuk dengan tugas mengetikku di depan komputer. Mau membatalkan pertemuan bisnis di akhir pekan karena aku dan Dian ingin sekali mengikuti outbond dengan rekan-rekan kantorku. Ah, entah berapa kali ia memperlihatkan cintanya yang nyata kepadaku tanpa aku mensyukurinya dan membalasnya dengan tulus.

Ternyata selama ini, tanpa aku sadari, aku sudah menjadi perempuan yang paling bahagia sedunia.

Dengan kesadaran yang baru, akupun bangkit dari sofaku. Dan mengambil majalah-majalah baru yang mencerahkan itu. Aku simpan majalah-majalah itu dengan rapi di rak buku. Lalu aku memanggil si Mbok. Aku memintanya menjual semua majalah-majalah lamaku ke tukang loak. Uang hasil loakannya aku berikan kepada si Mbok. Teriring rasa terima kasih dan tatapan heran, si Mbok pun melaksanakan perintahku. Ia heran melihat perubahan sikapku yang merelakan semua majalah-majalah, (bekas) ’injilku’ itu kepada tukang loak. Apalagi memberikan uang loakannya kepadanya, karena selama ini aku terkenal sangat perhitungan dengan setiap sen uang yang aku miliki.

Aku masih pecandu. Bukan, bukan pecandu majalah lagi. Bukan pecandu gambaran suami ideal yang palsu. Tapi pecandu hidup, pecandu tawa positif dan rasa syukur atas semua yang aku alami. Aku akan memulai hidup baru.

Sejak saat itu, tak terasa hatiku pun kian penuh dengan rasa bahagia. Dian, anakku, semakin sering tertawa dan memelukku. Dion pun semakin tampak sempurna bagiku.

Kamis, 10 Juni 2010

Jenuh

Sebetulnya hari ini saya tidak berniat utk menuliskan apapun. Bahkan ga ada niat utk melakukan apapun. Heran juga saya. Karena setiap hari biasanya saya selalu penuh rencana utk melakukan ini-itu. Bahkan rencana yang sederhana sekalipun seperti chating atau ngecek FB atau ngecek email. Tapi sudah sekian hari saya seperti tak punya tujuan. Tak tahu musti apa.

Seperti setiap kejadian dalam hidup saya, saya terbiasa untuk merefleksikannya. Meski tak selalu dalam moment khusus seperti meditasi atau yang berat-berat. Namun saya terbiasa menganalisa setiap kejadian dan apa artinya untuk saya. Cape ya kedengerannya? Entah mungkin kebiasaan yang ditulari bidang pendidikan dan pengalaman masa lalu saya ini memang sulit saya enyahkan. Meski sering kali lelah juga utk setiap kali melakukannya.

Jadi, setiap kejadian yg berlangsung, saya akan seperti berhenti sejenak. Utk memotret keadaan itu. Lalu meruntutnya ke belakang, apa yang menyebabkan kejadian itu. Apa alasan dibalik itu adalah pertanyaan analisa selanjutnya. Saya akan berusaha menjawabnya sampai saya merasa puas dan jelas dengan alasannya.

Sama seperti kondisi saya sekarang. Yang akhirnya saya namakan kejenuhan. Saya terus bertanya dan meruntut ke belakang, ke depan, ke samping, apa yg menyebabkan dan memulai kejenuhan ini. Kata orang ahli dan pintar, memang selalu ada titik jenuh. Fed up. Had enough. Atau apa lah namanya. Yang intinya adalah merasa bosan dan tak ingin lagi meneruskan. Entah ya, apa memang benar itu yg terjadi pada saya? Karena terus terang, saya ini arogan. Tak mau menjadi manusia fana yg berkarakteristik salah satunya, bisa merasa bosan. Saya selalu memandang diri saya sempurna. Seorang makhluk mulia yg bisa merasakan kehadiran nilai berharga setiap langkahnya. Seorang manusia yg tak mau mundur dan berhenti dari langkah kehidupan yg menurut saya tidak bisa di hentikan seenaknya. Saya memang arogan, tak mau mengakui saya sama rentannnya seperti manusia lain. Untuk merasa lelah, takut, khawatir, sakit.

Pertanyaan berikutnya, setelah saya menelaah keadaan jenuh itu, adalah pertanyaan yg semakin membuat saya lelah. Yaitu, apa yg saya bisa lakukan utk mengenyahkan kejenuhan ini? Apa solusinya? Suatu pertanyaan yg telah terbiasa saya jawab dari sekian banyak klien dan pihak yang bertanya sebagai respon mereka atas profesiku. Suatu pertanyaan yg biasanya saya sediakan bagi mereka yg membutuhkan. Suatu pertanyaan yg biasanya bisa saya jawab. Tapi sangat disayangkan, kali ini saya tidak bisa melayani diri saya sendiri utk mendapatkan solusi itu. Saya coba menempatkan diri sebagai klien dan bertanya kepada seorang konselor. Saya berusaha menjadi konselor itu, dan menjawab sebaik mungkin. Jawabannya adalah dari yg normatif sampai yg nyeleneh. Misalnya, disuruh liburan, cari kegiatan yg rileks, sampai disuru ganti pekerjaan dan mencari hidup baru. Huh! ternyata tidak membantu. Memang solusi yg terbaik ternyata bukan dari diri sendiri. Kadang diri sendiri pun tak bisa memahami masalah kita sendiri. Kata seseorang teman, kita perlu mundur dan melepaskan keterkaitan emosional sehingga bisa melihat dan menganalisa secara objektif. Nah, apakah saya bisa berlaku demikian dalam masalah kejenuhan ini?

Jadi, apa yg saya lakukan dengan semua kepusingan itu? (saya memang berhasil membuat anda pusing juga kan? ngaku deh.... :P)

Akhirnya saya menulis, saya membaca pikiran orang lain (membaca blog orang misalnya), mengkomentari secukupnya, dan saya membiarkan diri saya menunda semua pekerjaan (yg bs ditunda&blm mepet datelinenya), mengobservasi diri saya (apa yg saya rasakan) dan melakukan kegiatan seperlunya saja. Setidaknya sampai saya merasa waras dan positif lagi.

Ya, saya yg tadinya yakin sebagai pribadi yg optimis, akhirnya harus mengakui, saya manusia fana juga, yg bs lelah dan penat. Yang juga butuh tempat berteduh. Yang ingin menaruh semua beban ini. Yang ingin rehat dari semua peranan ini. Ingin rehat... meski sejenak. Berikan ruang utk bernapas. Agar sesak ini hilang...

Meski tak semua peran bisa ditaro, menjadi ibu misalnya (ya iyalah, nti teresa mau diurusin sm siapa? hihihi). Setidaknya sekarang ini beberapa perananan saya vakumkan dulu sebagian. Agar rehatnya bisa dilakukannya...

Hasilnya? walahualam. entahlah. ga tau.

Jadi, biarkan saya meletakkan semuanya sementara. disini. sekarang. Brek!

Kamis, 06 Mei 2010

Tips : Handy Facilities

Orangtua di jaman modern saat ini banyak dimudahkan oleh banyak hal. Meskipun, tentu banyak ahli juga menyarankan supaya tetap aware agar tidak 'berlebihan' dlm memanfaatkan kemajuan modern saat ini. Tentu peribahasa, "apapun yg berlebihan akan menjadi tidak baik" sangat berlaku disini.

Nah, berikut beberapa tips utk menggunakan fasilitas-fasilitas tersebut secara bijak.

1. Tokoh Kartun

- Pilihlah bersama anak alat-alat dengan gambar kartun yang disukai anak. Bila harga alat yg bergambar tokoh tertentu terasa mahal, pilihlah produk yg berwarna cerah dan bergambar ceria lainnya yang mungkin tidak berlisensi dan tidak mahal harganya. Misalnya, mintalah anak memilih, sikat gigi mana yang ia inginkan? Yang bergambar Pooh atau Ikan Lumba-lumba? Atau yang bergambar beruang? Demikian juga warnanya. Sehingga anak lebih semangat menjalani aktivitas rutinnya, seperti menyikat gigi, makan, tidur, belajar, mandi dsb.

- Ciptakan cerita yang menarik dan berkaitan dengan tokoh kartun yang ada di gambar masing-masing alat atau gunakan alat mainan yang berbentuk menarik. Misalnya, ketika anak malas mandi, pengasuh/ortu bisa menyemangati anak dan mengajaknya dengan menciptakan cerita bahwa di kamar mandi ada gurita (mainan karet) yang kotor dan ingin dimandikan oleh si anak. "Ayo dek, ini si gurita manggil kamu minta dimandiin. Tuh liat, si gurita memanjat ke atas nyariin kamu..." NB. ini baru saja saya buktikan ke anak saya yang lagi malas mandi. Alhasil dia langsung melesat ke kamar mandi mau melihat si gurita memanjat ke atas, yang notabene saya yang memindahkan si gurita ke rak atas (biasanya si gurita diletakkan di rak bawah agar terjangkau oleh anak) hehehe...
Cerita ini bisa berlaku di segala aktivitas, dan pastinya menuntut kreativitas serta kesabaran orang tua.

- Jika mungkin, variasikan waktu penggunaan alat-alat ini agar anak tidak bosan. Misalnya, hari ini gunakan piring bergambar spongebob, besok gunakan piring bergambar ikan dsb nya. Atau sediakan beberapa alternatif dan biarkan anak memilih alat mana yang ia inginkan pada suatu saat.

2.Hiburan Elektronik

Hiburan elektronik yang saya maksudkan adl vcd, dvd, acara-acara televisi, berbagai variasi games, dan sejenisnya.

- Batasi penggunaan alat elektronik pada anak dengan memberikan alternatif kegiatan yang menarik baginya.

- Hiburan-hiburan ini dapat digunakan juga untuk memotivasi anak menjalankan tugas-tugasnya. Misalnya, perbolehkan anak menonton dvd sebagai hadiah setelah mengerjakan tugas sekolahnya.

- Selain untuk memotivasi anak, orangtua yang mengasuh tanpa bantuan asisten (mbak atau babysitter) bisa menggunakan hiburan ini sebagai alat pengasuh sementara, yaitu maksimal selama 15 menit dengan syarat bahwa orangtua masih bisa memantau anak baik secara visual maupun auditori. Artinya jika anak mengalami hal-hal yg berbahaya, dan berteriak misalnya, anda bisa langsung memberikan pertolongan. Misalnya jika anda perlu mandi atau melakukan urusan pribadi anda yg kurang lebih berdurasi 15 menit, anda dapat membuat si anak 'sibuk' dengan memutarkan dvd kesukaannya. Pastikan dahulu bahwa anak anda memang tertarik dengan acara tersebut.

3. Berbagai Macam Mainan dan Buku

- Tidak seperti hiburan elektronik, menurut saya berbagai macam mainan dan buku cukup aman digunakan anak sepanjang waktu. Pembatasan dilakukan pada waktu-waktu tertentu seperti ketika mau tidur dan makan.

- Mainan dan Buku bisa digunakan juga untuk membentuk kebiasaan baik dan motivasi dalam diri anak untuk menyelesaikan tugasnya. Pelaksanaannya bisa seperti hiburan elektronik tadi. Mainan dan buku diberikan ketika anak sudah melakukan kegiatan tertentu yang diharapkan. Misalnya bila sudah mandi, anak baru boleh memainkan mainan favoritnya.

- Mainan dan buku, bila dibiasakan, bisa juga menjadi alat bantu bagi orangtua dalam mengasuh anak. Misalnya, bila anak sudah suka membaca buku, maka membaca buku juga bisa diberikan sebagai kegiatan alternatif untuk membuatnya sibuk ketika orangtua perlu melakukan kegiatan lain sehingga bisa membuat anak sibuk sejenak. Meski sama dengan tontonan elektronik tadi, anak tetap berada dalam jangkauan pantauan orang tua.

4. Berbagai jenis makanan ringan yang cukup aman dikonsumsi anak

- Pilihlah dan kontrol konsumsi anak akan berbagai makanan ringan. Usahakan jangan berlebihan memberikan makanan ringan yang mengandung perasa/penyedap makanan. Selingi dengan pemberian cemilan sehat seperti buah atau snack home made.

- Sama seperti mainan, buku dan hiburan elektronik, snack sehat favorit anak bisa digunakan sebagai reward untuk membentuk prilaku anak.

- Snack kesukaan anak bisa digunakan juga terutama untuk menyemangati anak makan. Misalnya, bila anak suka kerupuk, orangtua bisa menggunakan krupuk sebagai reward setiap kali anak mau memakan satu suap nasi dan lauknya. Berikan krupuk dalam potongan kecil, setiap kali anak makan satu suap nasi. Usahakan krupuk hanya diberikan ketika waktu makan, tidak di waktu lain. Sehingga anak tidak kehilangan minat dengan krupuk itu.

Semoga dengan tips ini, bisa membantu kita para ortu menggunakan fasilitas sekitar kita dalam mengasuh anak. Selamat mencoba. :)

Kamis, 22 April 2010

Catatan Dini Hari

Pagi ini diawali dengan kejadian yang kurang mengenakkan. Argumentasi kecil memang, namun cukup membuat saya mengetikkan status 'silent scream' di pesan instant online saya. Sapaan sahabat dan cerianya Teresa cukup menghibur, sehingga tak sampai tengah hari, perasaan silent scream itu sudah lumayan memudar. Ditambah keyakinan akan menjadi baik-baik saja mengingat pengalaman kami yang sudah-sudah. Dan keyakinan itu terbukti ketika malam kami kembali bersua dalam suasana yang sudah cukup cair.

Malam ini, seperti dua malam sebelumnya, Teresa tertidur cukup cepat. Maka saya berkesempatan untuk berselancar di dunia maya. Malam ini target pertama adalah mengetikkan ide cerita anak yang baru saja saya ceritakan sebagai dongeng pengantar tidur Teresa pada malam ini. Ya, hari ini saya bertekad sebulat mungkin untuk kembali serius menekuni hobi menulis. Dan tentu saja dengan tujuan menerbitkan karya tulisanku. Sudah agak lama tujuan ini terbengkalai karena ini itu yang lain. Misalnya karena pekerjaan ngasong dan orientasi mencari uang secara online. Mengapa akhirnya saya kembali memutuskan berfokus diri terhadap hobi dan cita-cita saya sebagai penulis? Alasannya cukup sederhana, yaitu agar tidak membuang waktu dan tenaga mengerjakan pencarian uang yang tak jelas ujungnya. Lebih baik memusatkan diri pada hobi yang saya senangi dan tujuan yang lebih jelas meski tak disangkal tetap menuntut perjuangan. Seperti kata pepatah terkenal yang sering kita kutip bersama, no pain no gain beybih! :D

Meski tentu saja, saya tidak bisa memusatkan hanya pada hobi ini saja. Kenapa? Karena saya masih enjoy dan memerlukan masukan (baik materiil dan spirituil - halah) dari berbagai profesi part timer yang saya jalani. Ditambah lagi cita-cita menjajakan produk unik via online. Kalau yang terakhir ini tunggu tanggal mainnya ya. Ini anggap saja promosi awal :)

Nah, sesudah cukup banyak materi yang saya baca tentang tujuan saya menjadi penulis tersebut, saya kembali mengingat tujuan kedua saya malam ini. Yaitu memasukkan nilai ujian para mahasiswa, yang rupanya saya tunda dari tadi mungkin karena sulit mempercayai hasilnya. Tentu bukannya bagus ya, kalau ditunda. Kalau bagus ya dengan enteng saya akan memasukkan nilai-nilai mereka sedari tadi. Nah, tentu sekarang anda sudah bisa menebak seperti apa nilai-nilai mereka. Kecewa, tentu saja. Saya sudah memendamnya ketika pertama kali mengoreksi jawaban-jawaban mereka. Tapi, yang lebih berat saya pikirkan adalah bagaimana membantu mereka meningkatkan nilai akademik mereka di mata kuliah yang saya ajar. Banyak koreksi diri sendiri juga, tentang bagaimana mengajar sampai tuntutan penyampaian materi dan karakteristik peserta didik itu sendiri. So much to count on.

So, malam ini rupanya harus diakhiri dengan berakhirnya catatan dini hari ini. Semoga malam ini tidur nyenyak. Selamat malam teman semua.

Selasa, 13 April 2010

Little Stories 1

Adegan 1 : Main Jual-jualan
T : Ma, ayo main jual-jualan. Teresa yang jual, Mama yg beli ya
M : (lg kumat isengya)Ah, mama lagi ga mau beli.
T : aaaahhhh Mama... ayo dong...
M : tapi Mama lagi ga perlu apa-apa. ga ada uangnya. kan uangnya mama cuma cukup untuk beli makanan, ga cukup untuk beli gelang.
T : beli ya, ya, ya... kan harganya ga mahal
M : hahahaha (sambil berpikir, ckckck.... hebat bener ya modellingnya hihihi....)

Adegan 2 : Orang dewasa ga boleh main
T : ni... santa klaus punya banyak mainan....
M : asiiikkk! mama dapet juga ya.... (ge er bener ya huahahah..)
T : ga... mama ga dapet. kan mama udh gede... ini utk temen-temen (boneka) aja...
M : loh, emangnya kalo udh gede ga dapet maenan? ga boleh main?
T : iya...
M : oooo...
T : main sm anak-anak aja...
M : ... jadi orang gede ga boleh main, krn harusnya main sm anak-anak, iya?
T : (ngangguk)
M : (spt mendapat pencerahan hihihi....)

Rabu, 24 Maret 2010

Penguatan

Kulihat kesedihan dimatanya kala menggandeng pergi peri mungilnya, di bawah naungan malaikat bumi, penunjuk arah hidupnya kini.
Mungkin benar ia menaat janji setianya
Mungkin tepat langkahnya untuk menjauh
Tapi hati dan perasaan tak pernah bohong
Emosi tetap tercermin samar dari matanya
Bahwa ia inginkan cara lain
Inginkan cara yang lebih membawa keamanan emosional utuh nan ideal bukan hanya keamanan fisik yang fana.

Tapi tentu, ia tidak bisa melampaui realita
Bahwa kini kakinya menginjak tanah lain
Biarkan akar tetap kokoh berpusat pada ibu pertiwi namun bebaskan batang, dahan dan ranting kemanapun ia berguna
Kemanapun pilihannya berlabuh.
Meski sering terasa labil akar ini, sering mempertanyakan tak henti
Hanya tanda tanya mengambang
biarkan...
Karena hidup tak bertugas untuk menyediakan jawaban
Hidup hadir secara lugas tapi lembut, bebas diartikan oleh masing-masing jiwa kelana

Pertanyaan dan konflik batin mungkin akan dibawa sampai ke surga
Biar Yang Kuasa, sang Empunya Hidup yang menjelaskan
Laksana guru yang bijak nan adil

Hidup hanya sekali, dengan bermilyar kesempatan dan sejuta hal indah.
Hidup tentang menjalani pilihan, terbuka terhadap pelajaran dan dinamika tak henti.

Laksana dongeng, ia mencaiptakan dunianya sendiri
Menempatkan masing-masing puhak pada posisi yang dianggap cocok.
Kini, meski kesedihan mewarnai mata hati, tapak hatinya telah memilih.
Kesanalah ia akan berjalan
Kesanalah ia mencurahkan diri
Disanalah komitmennya sudah ditetapkan
Tak ada penyesalan dan dendam
Hanya siklus hidup dan perkembangan pribadi alasannya

Meski rasio telah sempurna, emosi tak kunjung menguap sempurna
Lembab dan mungkin akan ditumbuhi lumut dan berkerak
Entahlah...

Jiwanya terus menghibur dirinya sendiri
Tak putus mencari cahaya penerangan hati
Agar tetap dapat menopang kekasih-kekasihnya, yang menjadi komitmen hidupnya kini

Selasa, 09 Maret 2010

Kecanduan Buku

Membaca buku merupakan salah satu hobi saya sampai sekarang yang cukup konsisten dijalani. Meski sempat terhenti ketika Teresa lahir karena terserapnya energi dan waktu ke pernak pernik pengasuhannya. Namun mulai (akhir) tahun kemarin, perlahan saya mulai bisa menyisihkan waktu untuk membaca. Membaca di sini artinya, membaca buku selain koran berita dan materi yg berhubungan dengan pekerjaan. Lebih spesifiknya buku-buku fiksi (atau non fiksi, jika ada yang menarik).

Berikut adalah ulasan singkat dari beberapa buku yang telah saya baca akhir-akhir ini :

1. "Kau Panggil Aku Malaikat" by Arswendo Atmowiloto :

Buku ini sudah cukup lama saya selesaikan membacanya. Jadi isi ceritanya agak lupa hehe... Intinya tentang seorang malaikat yang bersama seorang anak mengamati kehidupan berbagai orang yang akan dipanggil olehNya. Seperti biasa, karya Arswendo, membuatku kagum bagaimana beliau membuat pembaca masuk ke dalam situasi sehari-hari yang nyata dan mampu menyoroti ketidakbiasaan yang ada. Imajinasinya juga terasa sangat dekat dengan isu sehari-hari namun dikemas dengan menarik dan dramatis tanpa memaksa. Deskripsi karakter yang baik dan unik menyerap perhatian saya. Isu-isu sosial riil dipotret dalam masing-masing karakter dan alur hidupnya masing-masing. Salah satu buku Arswendo lagi yang worth to read.

2. "Ritual Gunung Kemukus" karya F. Rahardi :

Buku ini saya beli setelah melihat ulasannya di harian Kompas. Saya tertarik membelinya karena menyukai buku-buku yang berangkat dari isu sosial masyarakat yang riil. Demikianlah buku ini berdasar. Isu ritual seks yang dipercayai masyarakat untuk meluluskan permintaan pribadi mereka menjadi latar dan isu utama yang mengkaitkan beberapa karakter dalam buku ini. Jika suka dengan novel chicklit yang berbau pop, mungkin buku ini jauh dari harapan anda. Karena yang dalam buku ini lebih kental menggambarkan pengharapan dan dinamika hidup masyarakat golongan ekonomi bawah. Bagaimana mereka berusaha survive ditengah realita hidup dan harapan tinggi akan kesuksesan materiil dan badani. Perubahan dinamika pribadi karakternya juga mewakili fenomena manusia klise, dari pribadi yang menjunjung kejujuran dan kesejahteraan hati nurani, berubah menjadi pribadi yang mengutamakan materi dan mengesampingkan hati. Mungkin cenderung miris nuansanya. Namun saya cukup senang cara penulis mengangkat isu riil masyarakat yang khas Indonesia dan masalah-masalah kehidupannya.Meski ada teman lain yang membaca buku ini mengatakan bahwa penulis terlalu banyak memasukkan berbagai topik ke dalam buku ini, saya sendiri tidak menyesal untuk membeli dan membacanya. Suatu buku yang memotret keadaan sosial selalu saya hargai :)

3. "Winner Stands Alone" karya Paulo Coelho :

Buku ini saya beli setelah sekian lama tidak membaca karya Sir Coelho. Beliau bagi saya penulis yang amazing, seperti yang banyak orang setujui, saya yakin. Meski nge-fans dengan beliau, ternyata saya baru sedikit ya, membaca karya nya. Dalam memori saya, baru ada 2 buku. Wah, gawat kan... Masak ngaku fans tapi baru baca 2 buku dari sekian banyak buku karya beliau. Maka, saya bertekad membaca buku ini setelah menimbang-nimbang harganya yang lumayan untuk kantong saya. Ternyata, buku ini cukuplah mengobati kerinduan saya kepada Sir Coelho. Meski cukup beda nuansanya dengan The Alchemist, yang merupakan buku pertama yang saya baca, hehe.... (ketauan ya, saya ketinggalan banget...). Buku ini menceritakan dinamika hidup kaum selebritis dan kaum yang ingin masuk ke dunia selebriti itu. Latar belakangnya adalah pemberian penghargaan international di bidang film, yaitu penghargaan Cannes. Cukup khas beliau, mengangkat nuansa Eropa yang klasik, bergairah dan 'smart'. Materi alur cerita dan karakter juga digambarkan secara matang, kaya dan menggambarkan kepioniran beliau dalam bercerita dan berwawasan. Meski buat saya, membutuhkan kesabaran untuk mengikuti alurnya, karena detil dan keberagaman deskripsi serta cerita yang ingin disampaikan pada suatu moment. Dasar cerita sebenernya tidak terlalu istimewa, maksudnya cukup bisa ditemukan di buku-buku lain. Namun bagaimana membangun alur dan menggambarkan karakter serta dinamika mereka, kaitan satu sama lain begitu matang dan baik. Meski pelajaran hidup yang biasa menjadi trademark beliau tidak begitu mudah ditarik secara tersirat. Pesan-pesan tersurat tentu banyak... tersebar di berbagai dialog karakter. Seperti, selalu ada kesempatan untuk menjadi diri sendiri di tengah kepalsuan materi duniawi, orang terdekat belum tentu selamanya menjadi malaikat baik untuk kita, dan pesan inti dari buku ini yang saya tangkap adalah kesuksesan materiil tidak menjamin kebahagiaan hati dan jiwa. Bahkan digambarkan dengan sangat sinis, merusak otentisitas seorang pribadi. Jadi jika senang akan cerita dinamika dunia gemerlap yang cenderung palsu bisa mencoba membaca karya Sir Coelho yang satu ini.

4. "Halo, Aku dalam Novel" karya Nuril Basri :

Novel ini saya pinjam dari adik saya, yang katanya iseng saja membeli novel ini. Karena sedang ingin membaca buku dan buku sebelumnya sudah habis terbaca, ya saya coba saja membaca buku dengan sampul bergrafis menarik ini. Inti dari buku ini seperti tampak dari judulnya, adalah seorang tokoh pemuda yang menulis sebuah novel dan bagaimana novel itu menjadi bagian dari realita hidupnya. Kalau ditilik lebih dalam, ada isu psikologis yang cukup kental. Nuansa novel ini cenderung suram dan di beberapa bagian terekam adegan-adegan yang aneh dan tidak nyaman dibaca menurut ukuran saya. Pesan yang disampaikan tidak begitu kuat saya tangkap. Dasar cerita dan karakter-karakternya cukup menarik sebenarnya, hanya saya merasakan alur yang kurang greget dan ya itu tadi, ada adegan-adegan yang mungkin dimaksudkan untuk membuat pembaca excited justru membuat saya merasa sebaliknya, bad mood dengan novel ini. Penutupnya memang happy ending, jadi tidak terlalu muram lagi. Jadi, karena judulnya coba-coba membaca, yah tak perlu disesali sudah membacanya. Lain cerita, lain pesan dan ciri khasnya.

5. "Pintu Terlarang" karya Sekar Ayu Asmara :

Novel ini adalah novel thriller indonesia pertama yang saya baca. Tadinya saya tidak tahu persis apa cerita dalam buku ini, karena juga tidak mengikuti munculnya film dengan judul yang sama. Saya tertarik membaca karena profil penulisnya yang mengagumkan. Apalagi setelah membaca buku sebelumnya (no.4 di atas), saya seperti mencari buku yang mengobati kekecewaan pada buku sebelumnya itu. Ternyata baru beberapa lembar saya membaca buku ini, saya benar-benar tidak menyesal dan mendapat penghiburan dari kekecewaan sebelumnya. Saya seperti terserap pada gaya magnet yang dihadirkan penulis dalam alur cerita yang padat dan apik serta penggambaran karakteristik tokoh yang matang dan kuat. Alur cerita dan karakter tokoh yang kuat diberikan dengan detil deskripsi serta pengulangan-pengulangan yang indah. Alur yang berkembang diramu sedemikian rupa sehingga membuat pembaca enggan melepaskan buku ini dari awal sampai akhir. Cerita ini bernuansa 'gelap' dan memang menegangkan. Secara pribadi saya memiliki kesan ada keseragaman nasib kaum lelaki di dalam kisah ini, yaitu hampir semuanya memiliki sifat atau nasib yang buruk, bahkan tokoh utama cerita ini yang adalah laki-laki, merupakan korban yang sangat tragis hidupnya. Tak banyak yang bisa dibocorkan mengenai konten cerita, karena akan merusak semangat pembaca yang belum membaca buku ini. Intinya, kalo belum tau cerita tentang buku maupun filmnya, saya sarankan mencoba membaca buku ini. Isu dasar dari cerita ini membuat saya semakin salut kepada penulis, yaitu mengenai kemanusiaan, terutama kekerasan pada anak. Cukup baik menggambarkan efek tragis secara dramatis dari penyiksaan anak, meski formatnya fiksi. So, two (or more) thumbs up for this book! :D

6. "The Book of The Lost Things" karya John Connolly :

Cover buku ini mengingatkan pada buku-buku dongeng anak-anak yang banyak saya baca jaman kecil dulu. Dan memang di dalamnya berisi serupa dengan dongeng anak-anak, hanya dengan materi yang lebih cocok untuk orang dewasa. Jangan sekali-kali mencoba membacakannya untuk anak-anak, deh. Nanti pasti jadi panjang urusannya hehehe... Buku ini menceritakan perjalanan hidup David sejak kecil dengan keluarganya, Ayah, Ibu, Ibu tiri dan adik tirinya. Buku ini berlatar belakang suasana perang di dunia Barat pada jaman dulu. Kesan keseluruhan memang suram namun bagaimana penulis menjalin cerita di bagian-bagian akhir, sungguh mempesona dan membahagiakan secara tulus. David diceritakan sangat suka membaca, kebiasaan yang ditularkan dari Ibu kandungnya. Nasib suramnya berawal dari sang Ibu kandung yang mengalami sakit keras, yang amat mempengaruhi kepribadian David. Ketika akhirnya Ibu meninggal, David berproses dalam kedukaan bersama sang Ayah. Ayah menemukan pengganti istrinya, dan David mendapat keluarga tiri yang baru. Kehadiran keluarga baru ini ditolaknya sebisa mungkin, karena terbayangi oleh memori Ibu kandung yang tak kunjung usai. Pindahnya David ke rumah yang baru, mengantarnya ke pengalaman di dunia yang berbeda dengan dunia nyata tempatnya hidup. Di dunia inilah ia banyak mendapatkan pengalaman menakjubkan serupa cerita-cerita dongeng yang pernah ia baca. Dalam misi mencari jalan pulang, David berkembang menjadi pribadi yang semakin matang dan dewasa. Dalam dunia dongeng yang ia alami, saya menarik pelajaran yang mungkin ingin disampaikan oleh penulis. Bahwa masing-masing dari kita memiliki dongeng hidup masing-masing. Bagaimana dongeng itu menjadi nyata dan seperti apa kita menjalani dinamika dongeng kita itu, tergantung pada diri kita sendiri. Bila kita menghadapi monster, seperti yang beberapa kali dihadapi David, mungkin sekali monster itu adalah ciptaan kita sendiri sehingga hanya kita yang bisa mengalahkannya. Alur cerita buku ini memang mengedepankan keseruan ala dongeng. Jadi ada saatnya saya merasa agak bosan dan kurang sabar karena merasa tidak sampai-sampai pada inti atau belum menangkap pesan yang ingin disampaikan penulis. Hm, rupanya saya cenderung tidak sabar ketika membaca buku ini. Namun endingnya yang indah membuat saya tidak menyesal membaca buku ini dan merasa senang sudah membacanya.

7. "Perahu Kertas" karya Dewi 'Dee' Lestari :

Buku ini buku terakhir yang saya baca sejauh ini. Terus terang buku ini saya simpan terakhir untuk menghibur diri saya setelah membaca buku-buku yang lumayan menguras energi dan emosi seperti buku no.6 tadi. Setelah membaca buku-buku yang tadi saya ungkapkan, buku Dee ini sangat menyegarkan karena nuansa yang ceria dan positif. Meski pastilah di dalamnya ada masa-masa patah hati dan kesulitan secara emosional dari tokoh-tokohnya. Namun karena sejak awal sampai akhir selalu diselimuti nuansa cerah, maka dalam membaca saya seperti terhanyut dan mengkonsumsi sebuah cerita ftv yang berbobot. Nge-pop tapi berisi dan berkesan. Mungkin karena pada dasarnya, kisah cinta tak pernah basi untuk dikupas. Cerita berputar pada cerita cinta dan kehidupannya Kugy dan Keenan. Dua manusia yang sejak awal diceritakan berjodoh namun tak kunjung bersatu. Selain kisah cinta, buku ini juga bercerita mengenai perjalanan pencapaian cita-cita jiwa dan bagaimana hidup bisa begitu dinamis dan harmonis menyatukan apa yang sudah berjodoh, apakah jodoh cinta ataupun profesi impian. Buku ini memang sangat mudah dibaca dan dinikmati. Kata-kata dan alurnya nyaman serta cukup mudah menarik pembaca untuk terus penasaran membaca sampai akhir. Endingnya juga tidak terlalu simpel namun membahagiakan. Emosi yang ditampilkan dalam buku ini terasa pas dan tak berlebihan seperti sinetron. Demikian juga alur cerita yang cukup natural. Meski tidak seberat novel Supernova, saya senang ada prinsip-prinsip alam yang terus disisipkan Dee, seperti tidak ada kesengajaann yang terjadi dalam hidup ini. Semua kejadian di dunia ini ada alasannya masing-masing. Jadi, tak berlebihan jika saya berkata, saya mengagumi cara penulisan Dee.

Fiuh! Akhirnya selesai juga tulisan ini. Tak mudah ternyata membuat ulasan buku-buku ;). Pasti yang baca juga pegel ya... hihihi...

Dari 2 buku karya penulis non Indonesia serta 5 buku karya penulis Indonesia, saya merasa, kok buku dari penulis non Indonesia terkesan lebih berat dan njelimet dari segi materi dan alur cerita ya? Apakah karena karakter penulis yang lebih kompleks, atau karena tuntutan pembaca (penerbit) dengan karakter yang berbeda atau memang kemampuan saya pribadi saja sehingga saya lebih mudah mencerna buku dari penulis lokal? Entahlah. Satu hal yang jelas, semakin saya banyak membaca buku, semakin merasa teradiksi dan ingin lagi dan lagi dan lagi membaca lebih banyak buku. Bagaimana dengan anda? :) Happy reading to all!

Senin, 08 Maret 2010

Bukan Sekedar Pentas Seni

Hari Sabtu kemarin, Pentas Seni (Pensi) di TK tempat anakku bersekolah telah digelar. Bukan Pensi yg jor-joran tapi cukup memberi kesempatan untuk anak tampil secara membanggakan dan tentu jg cukup membuat para orangtua dan guru-guru sibuk bin sibuk. Meski ga sampai selesai menyaksikan acara Pensi ini, tapi kesanku akan acara ini : yah not bad lah... ;)

Teresa sendiri termasuk anak yang enjoy dengan penampilannya di panggung. Teresa dan teman-teman dari kelompok bermain kebagian menari kodok hihihi... Kebayang kan gaya tarian kodok yg melompat-lompat dan mengharap hujan turun. Teresa cukup excited memakai kostum kodok yg serba hijau dari kepala hingga kaki. Meski panas, pastinya..., tapi dia tetep setia memakainya selama kurang lebih 1 jam dari awal acara sampai pentas di panggung. Untung, urutan tampilnya bukan urutan belakang-belakang amat. Jadi waktu menunggu pentas tidak terlalu lama. Di panggung bahkan Teresa senyam-senyum sendiri dan langsung menari ketika lagu iringan terdengar. Hebat lah pokoee... hehehe...

Selain laporan pandangan mata dari acara di hari H, berikut seulas share tentang kepanitiaan Pensi.

Aku sendiri sebenarnya tergabung dalam panitia yang tersusun dari beberapa orang tua murid. Aku diminta membantu seksi dana. Wah, kalo dilihat dari job desc. seksi dana, males bener yak... krn harus cari dana sekian banyak untuk kelancaran acara ini. Mau dibolak balik, kan tetep ya dana yg jadi highlite hehehe... Tapi karena pengen bantu, secara ini juga pertama kalinya terlibat dalam Pensi, so aku berusaha santai dan coba bantu sebisanya.

Awalnya, dalam persiapan Pensi, aku masih sempat hadir dalam rapat panitia. Tapi menjelang akhir-akhir mendekati hari H, justru aku sering (bahkan kayanya selalu hehe) tidak hadir, karena ada saja pekerjaan di hari Sabtu. Maklumlah pengasong... Jadi aku berkoordinasi saja di hari-hari lain dengan guru dan teman sesama panitia.
Ketidakhadiranku ini sebenarnya bagus juga untuk menghindari gejolak (halah bahasanya hihihih) emosi dan energi pribadi.

Aku pribadi, merasa ada sedikit ketidakcocokan pola pikir dalam proses persiapan pensi. Maka dengan kesadaran akan ketidakcocokan ini, aku pun merasa cukup berperan seadanya, agar tidak banyak mengkonsumsi emosional dan energi yg tidak perlu.
Sepertinya terkesan egois dan cari aman, ya. Well, ga pa-pa lah kalo memang dianggap begitu. Karena kalau aku mengambil posisi sebaliknya, wah ga kebayang deh apa yang terjadi. Dengan posisi dalam panitia ini, aku belajar untuk tidak mudah jumawa/over PD bahwa pemikiran dan ideku lah yang terbaik. Aku belajar untuk realistis dan menyesuaikan diri dengan tuntutan situasi yang ada. Konsep yang ideal tidak bisa tumbuh di tanah yang berbatu dan liat. Seperti perumpamaan religius, bahwa bibit yang baik tumbuh dengan baik pada tanah yang subur, bukan tanah yang berbatu. Bibit/ide yang baik akan bisa digunakan ketika sumber daya nya cocok dan subur. Bukan mencap kondisi panitia dan pihak sekolah adalah tempat yang berbatu alias tidak subur, namun setiap ide memiliki ruangnya masing-masing untuk berkembang. Tidak mudah untuk memupuk sebuah ide dan mewujudkannya menjadi buah yang berguna bagi banyak orang. Dengan kata lain, aku juga belajar untuk menjadi lebih pintar membaca situasi dan menentukan peranan dalam suatu lingkungan.

Di luar refleksi pribadiku, panitia keseluruhan plus guru-gurunya dan anak-anak terutama, menciptakan prestasi tersendiri dengan berhasil mengadakan pensi ini. Mulai dari pelatihan tarian, drum band, paduan suara dan aksi-aksi lainnya, yang memakan banyak energi dan ketekunan. sudah sejak beberapa bulan yl persiapan latihan ini dilakukan. Anak-anak pun terlatih untuk tampil di depan umum, melatih potensi diri dan yakin akan kemampuannya sendiri. Dengan berproses sejak latihan sampai tampil, anak belajar untuk bekerja secara ulet dan bahwa hasil kerja keras akan mendapat apresiasi yang sebanding. Meski tentu dibumbui tangisan, rengekan, dan kelelahan yang menambah keseruan prosesnya. Para panitia orangtua pun tak kalah hebatnya. Mengingat panitia dan guru didominasi oleh kaum Ibu, maka kekuatan perempuan lagi-lagi pantas mendapatkan applause, meski tidak mengecilkan bantuan kaum laki-laki yang turut berperan.

Jadi Pensi kemarin ternyata bukan Pensi biasa ya... ;)

Sabtu, 20 Februari 2010

Hari Ini Sangat Menginspirasi

Pagi ini kuawali dengan berdoa agar aku dibimbing oleh Sang Empunya Bumi dlm setiap langkahku hari ini. Bukan, bukan karena hari ini ada tugas yg lebih berat atau lebih menantang. Bukan pula karena aku merasa kurang siap utk kegiatan hr ini. Tapi lebih karena akhir-akhir ini ada isu pribadi yg terus mengiang di jiwa sampai merasa sesak. Terlebih juga karena akhir-akhir ini merasakan gejolak emosi yg kurang menyenangkan,terutama berkaitan dengan orang terkasihku. Tak perlu kuurai akar masalahnya disini, karena hanya memperpanjang cerita.

Setelah rutinitas dan persiapan pagi dirampungkan, aku berangkatlah ke tempat tugas. Kesabaran sudah diuji sejak pagi, menunggu klien yg terlambat. Apa dikata, aku hanya bisa menunggu. Klien spesial ternyata menjadi takdirku hari ini. Sungguh banyak yg aku pelajari darinya. Betapa seorang anak bisa begitu bervariasi, betapa keluarganya memerlukan proses tenaga, pikiran dan jiwa untuk menerima dan membimbingnya. Membuatku juga bersyukur atas segala anugerah. Aku menjadi pemeriksa terakhir hari itu, karena klien istimewa itu dan juga karena keterlambatan mulainya waktu pemeriksaan tadi. Hujan deras menyambutku di penghujung akhir pemeriksaan. Untung ada Mbak M yang baik hati, mau memberikan tumpangan agar menghindari hujan dan perjalanan dengan angkot. Tujuanku ke sebuah mal favorit byk anak muda di daerah Cilandak, bertemu singkat dg sahabat-sahabat lama.

Di perjalanan, tak disangka, doaku terwujud. Bahwa ternyata Tuhan mendengar doaku, menjawab kebutuhanku akan "pencerahan" dari isu sentral hdpku sekarang. Mungkin karena Mbak M juga memiliki pengalaman dan sudut pandang yg kurang lebih sama dgnku, maka banyak sharing bermanfaat dalam kurang lebih 1 jam perjalanan itu.

Bahwa, menjadi ibu secara fultime adl pilihan. Tidak peduli setinggi apapun pendidikan seorg perempuan, hak memilih menjadi ibu fultime tetap ada. Bukankah pendidikan tinggi bukan hanya ditujukan utk mencari materi atau pencarian status? tapi untuk mendapatkan esensi pendidikan itu seperti perluasan wawasan, pembentukan pola pikir, penggemblengan karakter, dst? Dan apapun yg dialami di bangku pendidikan akan terus berguna dimanapun dan sbg apapun profesi kita. Bahkan dengan jujur aku mengakui, statusku sbg ibu fultime&parttimer adl keputusan yg didasari dari pengetahuanku di jenjang pendidikan yg telah aku alami. Jadi semuanya terkait satu sama lain.

Bahwa, peranan orang tua merupakan proses pendidikan hidup dan pematangan kepribadian kita bersama pasangan. Dari yang harus merelakan waktu dan energi pribadi tersita untuk anak (dan suami), sampai 'pengorbanan' atas idealisme pribadi. Tak ada manusia yg bs mencapai kesuksesan tinggi di semua aspek, demikian kira-kira kalimat yg kami setujui ketika sharing ini. Misalnya, lebih baik (at least utk aku dan Mbak M) utk mjd ibu yg "sedang" dan profesional yg "sedang", serta merasa puas krn bs menyeimbangkan peran dan realistis ; daripada membela kesuksesan profesi (& materiil) namun keluarga terbengkalai. Its all about choices & responsiblity. Sejauh mana kita bs mempertanggungjawabkan pilihan2 kita.

Aku ga tau seberapa penting hal ini bagi orang (perempuan) lain. Tapi isu2 ini yg mengiang dlm hatiku, terutama setelah memiliki anak.

Percakapan di tengah kemacetan dan hujan telah memberi "pencerahan" yg tulus dan langsung mengena. Meski tak sengaja, tapi sangat menyegarkan dan memberi semangat.

Setelah "inspirasi" ini aku serapi, kegiatan hari ini dilanjutkan oleh pertemuan dengan teman-teman akrabku. Pertemuan ini tentu juga menyegarkan, mengingatkan akan rumah lain yg selalu akrab tak lekang waktu. Percakapan mengalir dan waktu menunjukkan saatku utk pulang ke haribaan terkasih di rumah.

Alangkah bersyukurnya aku hari ini. Diperbolehkan mendapatkan pengalaman2 nan inspiratif dan tulus. Terima kasih yg tak terhingga kepada Yang di Atas, yg mengatur skenario hari ini. Dan tak lupa kepada Mbak M yg sudah bersedia sharing. Dan kepada semua teman yg bertemu untuk sekedar bercerita. Semua sungguh indah hari ini.

Terima kasih. Feel Fully Blessed. To see light in my deepest soul.

Rabu, 17 Februari 2010

Perbaikan Diri

Tak terasa sudah memasuki masa prapaskah thn 2010. Kemarin hari Rabu Abu terpaksa aku tidak ke gereja, karena di rumah menemani Teresa yang masih flu. Tapi tetap merasakan aura Rabu Abu karena suami membawa seberkas abu yang didapatkan dari gereja. Yah, minimal menandakan aku dan Teresa turut terlibat dalam masa pra paskah ini.

Satu pertanyaan yang selalu muncul ketika masa pra paskah ini tiba, adalah "Pantang apa utk Pra Paskah?" Sekilas aku pikir-pikir, pertanyaan ini terkesan arogan sekali. Merasa dan kurang bisa menemukan perilaku tobat apa yg bisa memperbaiki diriku. Terkesan sudah merasa "baik". Padahal kenyataannya... wah, boro-boro sudah baik... wong masih belang belonteng gini hehehe...

Nah karena bingung, tercetuslah pertanyaan itu di status FB dan beberapa teman memberikan usul. Usul yang paling banyak dari sekian usulan (kayak banyak aja, padahal cuma 4 org yg mengusulkan hahaha...) adl pantang maen FB dan Chatting. Usul lain adl pantang makan mi instan dan lebih banyak bersyukur serta berbuat baik (wah ini mah bukan pantangan hahaha....).

Dari berbagai usulan itu, terus terang membuatku berpikir2 lebih lanjut, apa ya yg bisa dilakukan dalam masa pra paskah yang benar-benar bisa membuatku lebih baik lagi pada Paskah thn ini. Maka timbullah ide ketika aku memandikan Teresa, yaitu tidak ngomel-ngomel lagi, terutama dengan Teresa. Kenapa aku berniat demikian? Ya jelas karena selama ini karena aku merasa sering tak sabaran dengan Teresa (ups! ketauan dehh hihihi...). Aku seringkali mudah mengikuti mood, bila kesal, ya sudah marah-marahlah tanpa berusaha untuk menahan emosi dan mencari jalan lain yang lebih soft. Meski ada kali lain ketika aku bersabar dan bernegosiasi dengan baik (maaf kali ini memang aku berbangga hati, krn ga mudah bernegosiasi dengan anak balita hehe...), namun kok ya akhir-akhir ini sering mudah terpicu untuk ngomel-ngomel. Jangan-jangan nti keterusan dan akibatnya keburu buruk ke Teresa.... Penyesalan tokh ga ada arti kalo sudah terjadi kan... Maka, dengan mengucap doa dan membulatkan tekad, aku berniat pada masa pra paskah ini untuk tidak ngomel-ngomel ke Teresa (plus org2 terdekat saya...).

Oya, ditambah ingin mengungkapkan hal-hal apa saja yg membuatku bersyukur each day... minimal di masa pra Paskah ini... Semoga bisa juga dishare ke temen-temen melalui blog or FB.

Mudah-mudahan ini menjadi habit-kebiasaan yang sehat dan membawa kemajuan dalam diriku. Dan tentu saja diharapkan bisa menularkan aura yg lebih positif lagi ke sekitarku.

Bagaiman pantang Chatting dan FB? Hm... aku baru bisa berjanji akan mengurangi heheh... Misalnya, setiap ol aku akan berusaha melakukan hal-hal lain di luar itu, misalnya browsing, ngerjain tugas-tugas. Dan bila ada hal urgent atau sesekali barulah akan menggunakan chatting dan FB. Maklumlah, dunia sosialnya sudah bergeser nih ke dunia maya, jadi takutnya mati rasa kalo musti resign dari semua koneksi itu hehe...

So, begitulah sekelumit ceritaku di masa pra paskah ini. Semoga apapun keyakinan dan masa yang kita alami, kita dapat terus berbesar hati untuk berproses menjadi pribadi yg lebih baik ya... :)

Selasa, 16 Februari 2010

U r my 90%

ga ngerti apa yg terjadi kemarin
padahal semua diawali baik
kuyakin apa yg baik berujung baik pula
tapi
wush
kau datang
dengan aura negatifmu
menutup semua yang baik
yg telah kupupuk sejak lama
ku tak bisa berbuat lain
selain menutup jalan
dan memutuskan menyelesaikan apa yg ada
di akarku
tanpa akarku aku mati

kamu pasti ga tau
90% yg aku lakukan adl kata-katamu, sikapmu, persetujuanmu
itu yg aku relakan
yg aku komitmenkan
sejak saat itu

kamu sangat membuat kecewa kemarin
kenapa
kenapa

sekarang
aku benar-benar ga ngerti
kemarin apa yg terjadi

tinggal aku merasa khawatir
apakah yang dibatalkan
masih bisa memaafkan
masih bisa berteman
entah harus bicara apa dg mereka

apakah akan terjadi lagi
bagaimana cara mencegahnya
aku benar2 tak tahu

kesal

Kamis, 11 Februari 2010

Mengapa

Banyak tanya pada saat seperti ini
mengapa mengapa mengapa

tanpa ada jawab yg terucap
dari siapapun

aku memang *sucks*
terasa begitu putus asa

selalu menjadi perusak nuansa senang
merusak yg sudah terbangun baik

aku ceroboh
sangat ceroboh
hingga membuat kerugian yg amat di hati dan fisik org yg kukasihi
tak henti ku merasa bersalah
tapi mengapa tetap kejadian kecerobohan

manusia memang tak sempurna
belaku

tapi apakah aku rela mjd ceroboh selamanya
keras kepala tanpa akhir?

tidak!

aku terus berusaha
percaya atau tidak
aku terus berusaha
tak henti
berusaha mematikan rasa sakit hati ketika dikritik tajam
berusaha mengambil sari kegunaannya

maafkan aku...

Jumat, 22 Januari 2010

Gerakan Tidak Empatik (Mengkritisi Razia Dubur terhadap Anak Jalanan)

Anak jalanan adalah sebutan bagi semua anak yg beraktivitas di jalan. Mulai dari yang menjadi pengamen sampai yang mengemis. Mereka pada dasarnya adalah korban. Korban kekerasan dalam berbagai bentuk. Mulai dari kekerasan sistematik seperti kemiskinan (atau pemiskinan?), kekerasan fisik, emosional, seksual dan lainnya. Mereka seharusnya termasuk dalam pihak yg dilindungi negara dalam UUD. Namun prakteknya, seringkali ditemukan berbeda. Bukannya sy katakan selalu, tapi sering kali dan yg biasanya ditemukan seperti itu. Artinya, memang ada beberapa pihak yg sudah berusaha memanusiakan mereka. Salut utk mereka ini.

Oleh pihak non empatik kepada anak jalanan, mereka dianggap sebagai sampah. Dianggap mengotori. Namun seperti yg pernah sy tuliskan secara pribadi bertahun-tahun yg lalu, mereka itu cermin kebobrokan masyarakat. Cermin perilaku kita sendiri. Betapa kita kurang peduli dan kurang memperhatikan mereka yg termarginalkan sehingga melahirkan anak-anak yg terdorong keluar dan berkarya di jalan. Kita membiarkan ego kita berkembang tanpa membantu mereka yg mengulurkan tangan dan mengais nasi sisa. Anak jalanan menjadi bukti betapa belum mampunya sistem dan masyarakat menangani persamaan kesempatan untuk mendapatkan fasilitas yg memadai. Akibatnya, jelas. Anak-anak jalanan mengalami kekurangan dari semua aspek perkembangan. Mereka bahkan mengalami kekerasan dalam berbagai bentuk, seperti yg diungkapkan di atas, sehingga makin memperparah kehidupan mereka.

Salah satu contoh tindakan non-empatik yg diberlakukan kepada anak jalanan kembali 'kumat' dilakukan. Selain razia 'rutin' yg dialami, yg pernah sy lihat sendiri bukan merupakan kegiatan yg efektif dan bertujuan jelas. Kali ini ada yg namanya razia dubur. Sebagian besar dari kita tentu sudah bisa membayangkan apa yg terjadi ketika seorang anak diminta memperlihatkan bagian tubuhnya yg pribadi di depan seorang (atau bahkan beberapa orang) yg belum dikenalnya, ditambah dengan aspek tempat yg tidak pantas. Bisa dibayangkan pula apa perasaan yg timbul ketika akan, pada saat, dan setelah kejadian itu terjadi. Malu, marah, sedih, dsb. Perasaan ini yg mungkin akan menjadi catatan luka batin yg tak seorg pun tau tingkat kedalamannya. Apalagi menyembuhkannya. Ya, kalau pemeriksaan berlaku secara etis dan dilakukan oleh tenaga profesional seperti dokter. Bila tidak, tentu ada banyak hal yg bisa terjadi. Seperti pelecehan seksual, yg notabene katanya menjadi alasan razia ini dijalankan. Menyedihkan dan tragis bila hal itu terjadi.

Menurut peraturan Hak Asasi Anak sebuah peraturan atau kegiatan terhadap seorang anak seharusnya mengedepankan nilai "best interest for children", atau "mengutamakan kepentingan dan kebaikan anak". Artinya, apapun kegiatan yg berkaitan dengan anak, diharuskan mengutamakan kepentingan dan kebaikan anak. Nilai lain yg lebih universal dan lebih umum untuk dipahami, yg patutnya dipertimbangkan sebelum razia semacam ini digelar adl nilai Empati. Empati, bagaimana kita bisa menempatkan diri kepada posisi seseorang-termasuk seorang anak, sehingga bisa memahami sudut pandang pikiran dan perasaannya. Dari situ kita seharusnya bisa menilai apakah suatu perilaku tepat atau tidak dilaksanakan kepada seseorang (anak). Dan dengan menerapkan nilai empati serta best interest for children, tidak mungkin muncul kegiatan semacam razia dubur ini. Mengapa seringkali kebijakan muncul tanpa kesensitifan akan nilai empati ini? Apakah demikian rendahnya perkembangan kemanusiaan kita jaman sekarang? Pertanyaan yg selalu dipertanyakan dari periode ke periode.

Kalau memang ingin mencari tahu mengenai anak-anak jalanan yang menjadi korban kekerasan seksual, lebih baik gunakanlah cara-cara yg lebih manusiawi. Misalnya yg paling mudah, melalui lembaga-lembaga yg bergerak di bidang bimbingan anak jalanan. Mereka yg bergerak di lembaga tersebut telah memiliki hubungan baik dengan anak-anak itu, sehingga memiliki akses yg lebih terbuka dan valid mengenai data anak-anak yg mendapat kekerasan dalam berbagai bentuk. Selain itu, dapat juga bekerjasama dengan para petugas sosial atau psikolog dalam mencari data dengan metode persuasif yang tentu mengedepankan kepentingan anak.

Janganlah semakin menyudutkan anak-anak jalanan, yang sudah menjadi korban begitu banyak kondisi. Kapankah sistem kenegaraan kita bisa mendukung mereka seutuhnya? Pertanyaan yg saya tahu, mungkin tak ada yg bs menjawabnya dengan pasti.

Selasa, 12 Januari 2010

Kisah Akhir Tahun (yg baru sempat tertuliskan)

Tak terasa tahun 2009 sudah berganti menjadi 2010. Tapi baru sekarang sempat mengetikkan pengalaman-pengalaman menjelang akhir 2009 maupun di awal 2010 ini.

Seminggu Sebelum Natal 2009

Cerita ini berawal ketika suatu pagi, seminggu sebelum Natal 2009, salah satu asisten rumah tanggaku meminta ijin utk pulang kampung, sambil berurai air mata. Alasannya ternyata karena sang ibunda sedang kritis di rumah sakit. Maka pastilah aku dan Mamaku menyetujuinya. Tapi aku wanti-wanti kepadanya, tolong asisten yg lain jgn ikut pulang. Secara mereka bersaudara maka kemgkinana besar mereka pasti sll bersama dalam suka duka (halah hahaha...). Asisten pertama tentu mengiyakan. Tp spt yg ditebak, asisten kedua tetap minta ikt plg, dengan alasan ayahandanya memintanya pulang. Ya sudah, aku menerima nasib ini dengan tenang entah kenapa. Biasanya agak panik sedikit hihihihi...

Maka dimulailah hari-hari tanpa asisten. Untung Papa bisa meminta seorang Bapak yg sebenarnya tukang bangunan, utk membersihkan rumah beberapa kali. Jadi ga belang banget deh tuh lantai. Tapi selebihnya, seperti memasak dan mencuci ya tetep harus dikerjakan. Tahapan pengerjaan harian terasa tak begitu ribet sekarang karena Teresa sudah bisa dimintai bantuan sedikit-sedikit, diminta maen sendiri-seringnya menonton tv *Hiks*, diminta ikutan nemenin jemur baju dll. Pokoknye tinggal atur energi aje semua beres. Kedengerannya pasti simpel tapi pengerjaannya wuiiihhh jangan tanya. Management waktu & team work sm suami yg menjadi pendukung utama, menyicil dan semangat serta santai jadi strateginya. Bagi yg pernah menangani pekerjaan rumah tangga pasti sangat paham yg aku bicarakan ini hehehe...

Yang buat menantang lagi, di kondisi tak ada asisten ini adalah datangnya Hari Natal. Ketika rumah lain sibuk berhias, rumahku 'plain' thn ini. Maksudnya tak ada hiasan natal apapun. Selain tersita oleh pekerjaan rumah tangga, ternyata kami (aku,suami dan anak) lebih banyak berada di luar rumah. Apakah itu mengajak Teresa jalan2 ke tempat2 hiburan dengan suasana Natal (yg sering kali diteruskan sampai malam agar tak repot mengurusi makanan di rumah), atau ke rumah saudara karena ada kumpul-kumpul Natal kecil2an. Yah, semuanya berjalan seperti air saja. Tanpa sempat mendekorasi apapun, bahkan sebatang pohon Natal. Tapiii tetep ya semangat dan rasa syukur di hari Natal tetap menggaung di hati kami sekeluarga.

Tapi, di tengah-tengah kelancaran yang terjadi meski ga ada asisten, di waktu luangku aku menyadari sesuatu yg menghilang, yaitu... ME time... Yak, seperti yg pernah aku sempat tuliskan di status fb, aku sangat merindukan me time, terutama utk menulis pada masa2 tak ada asisten ini. Aku ga ada energi utk menulis apapun, bahkan di waktu luangku.. Ketika waktu luang tiba, waktu habis untuk chating, baca email, ber-FB ria dll. Rupanya memang menulis membutuhkan energi lebih dan belum bisa aku manage dg kegiatan rumah tangga ini. Padahal banyak ide bermunculan utk dishare. Biasa kan ide munculnya suka ga permisi kayak tamu ga diundang. Terus aja deras bermunculan meski kita ga ada waktu... Akhirnya ide-ide itu sekarang masih saja tersimpan di draft, entah di komputer atau di hp. Entah kapan bisa terwujud semuanya.

Jadi, berasa banget tuh waktu berharga. Dan pekerjaan rmh tangga, sekali lagi aku diingatkan, bukanlah pekerjaan remeh temeh. Tampaknya memang sederhana, namun ketika dikerjakan wuiiiihhh ga ada abisnya lah.... Ditambah peranan sebagai ibu dan istri, tambah mantap lah rutinitas ibu rumah tangga ;)

Aku memang tak bersibuk ria menanyakan kapan si asisten kembali. Kenapa? Ya karena aku yakin aja mereka akan kembali dan kapanpun itu yang penting aku tetap enjoy dengan pekerjaan rumah tangga ini. Mereka kembali setelah 2 minggu, yaitu menjelang thn baru. Semua terasa natural dan senang sekali aku tak panik menghadapi semua itu. Karena memang momentnya spt ada yg mengatur, yaitu oleh Sang Manager hebat di atas sana. Ketika si asisten pergi, memang jadwal liburan sudah mengisi agendaku. Artinya, kebetulan di kampus diliburkan & pekerjaan freelance lainnya juga sepi krn suasana akhir tahun. Maka memang dg total fokus energiku digunakan utk mengurus rumah tangga. Nah ketika si asisten datang kembali, kembali aku bersyukur, karena kedatangan mereka bertepatan dengan rencana kami berlibur ke bogor (dalam rangka thn baru-an). So, pas semuanya... Seperti iklan hehehe...

Akhir Tahun 2009

Akhir tahun 2009 pun ditutup oleh liburan menyenangkan dan refreshing di Bogor bersama keluarga kecilku. Di sana Teresa senang sekali, apalagi kalau bukan karena (suara drum hehehe) .... ada kolam renangnya. Padahal setiap Jumat, Teresa juga berenang di sekolah. Mungkin terasa beda ya kolam renang di sekolah dan di hotel hahaha... Maka ketika kami mengajaknya berpindah ke tempat menginap yg lebih dekat dg keramaian, Teresa dengan mengantuknya berkeras utk tetap tinggal di situ. Maka kami pun mengalah. Dan esok paginya, kembali Teresa berenaaanng dan sempat berkenalan dengan teman baru. Yah, suatu liburan yg juga menyenangkan utk Teresa tampaknya.

Oya, malam tahun baru jg tak kurang indahnya. Teresa amat menikmati pertunjukan Barongsay dan Liong. Pertunjukan ini diadakan di ballroom hotel tempat kami menginap. Ada juga demo keahlian wushu.... Lalu kami kembali ke kamar sebelum tengah malam agar Teresa tak terlalu lelah. Tapi... di kamar ternyata Teresa ikut merayakan thn baru dengan menonton kembang api yg indah melalui jendela kamar kami. Wuiiiiihhhh indah lho... serasa VVVVVIP hihihi.... Ngomong2 ini adl malam thn baru pertama bagi Teresa, dimana ia ikt bangun sampai jam 12 lewat! Hehehe... kebayang kan anak kecil umur 3,5 th melek sampe setengah satu pagi hahaha... Watta moment!

Perasaanku puas dengan liburan akhir tahun ini. Karena meski ga jauh, tapi bisa refreshing dengan pemandangan indah dari hotel ini. Juga benar ga ada beban pekerjaan. Seingat aku, sudah lama aku tidak merasakan sesantai ketika liburan kali ini. Its a very memorable one, then ;)

So, its all folks. Sekian cerita akhir tahun yg memorable utk aku dan keluarga. Semoga dengan datangnya tahun baru ini, semua yg terjadi di thn yg lalu bisa menjadi pelajaran berharga ya... sehingga setiap saat mendatang menjadi pencerahan bagi kita masing-masing amiiennnn... :D

Senin, 04 Januari 2010

Ketika Perempuan Memutuskan Untuk Mencintai

Ketika Perempuan memutuskan untuk mencintai,
semua raga dan jiwa dikerahkan
tak peduli waktu dan energi yang terhabiskan
tak peduli jika harus mengorbankan inti jiwa

Ketika Perempuan memutuskan untuk mencintai,
luka berkali-kali tak dihitung
cacian merendahkan dianggap kritikan membangun
pujian dianggap angin surga yang menjadi harta tak ternilai

Ketika Perempuan memutuskan untuk mencintai,
tak hanya kata yang berkoar tak henti
namun hati dan tangan tak henti bekerja
pikiran berusaha terus diselaraskan

Ketika Perempuan memutuskan untuk mencintai,
kelebihan diri dioptimalkan untuk kepentingan disekitarnya
kekurangan diri berusaha diminimalkan
meski selalu sadar akan ruang belajar yang terus menggema tak henti
terus sadar untuk selalu memperbaiki diri

Ketika Perempuan memutuskan untuk mencinta,
semua kepahitan menjadi obat bagi jiwa
semua rasa manis dibagikan bukan dinikmati sendiri
kesenangan yang ingin dibagi
bukanlah duka yang disebarkan

Ketika Perempuan memutuskan untuk mencinta,
kesadaran terus bertumbuh
bahwa mencinta bukanlah pekerjaan dalam semalam
mencinta menuntut pengorbanan tak henti
sepanjang nafas masih berhembus

Ketika Perempuan memutuskan untuk mencinta,
benci tak lagi memupuskan harapan
rasa tak suka tak lagi menghalangi langkah
kesedihan tak lagi menjadi lautan keputusasaan
karena cinta mengatasi segalanya

Ketika Perempuan memutuskan untuk mencinta,
alasannya akan berjuta lembar buku
tak habis dibaca jiwa
tak lekang oleh waktu
mungkin lebih berguna
jika diteliti apa hasil karya dan usahanya
apa yang telah diperbuat
yang tengah diusahakan
apa yang menjadi prinsipnya

Perempuan yang mencintai,
berharap sederhana
agar cintanya mewujud
agar usahanya tak dimentahkan
karena nyawa jiwanya taruhannya
hargai dan penerimaan mungkin itu lah kuncinya