Selasa, 11 Oktober 2011

Mimpi Itu

Mimpi selalu indah. Mimpi selalu ada dalam hati untuk menyemangati langkah kita, untuk menyalakan lagi api semangat ketika negativistik melanda. Ketika hidup hadir tanpa mimpi, pastilah hidup yang tak 'hidup' lagi.

Buat aku, mimpi adalah hal yang tersimpan paling dalam di hati, di jiwa. Beberapa mimpi sudah terwujud perlahan. Karena kadang mimpiku tidak terwujud di satu titik saja, tapi lambat laun aku sadar mimpi itu adalah kondisi yang berproses terus. Yang akan mematikan mimpi itu jika berhenti dan berkata bahwa aku sudah berada di tujuan.

Abstrak? Mungkin dan memang. Karena hidup adalah lukisan yang subjektif bagi masing-masing orang. Satu kejadian secara objektif dan deskriptif adalah sama. Namun manusia-manusia yang terlibat di dalamnya memiliki interpretasinya masing-masing. Tidak ada yang sama satu sama lain. Kebenaran dalam dunia interpretasi sangat relatif artinya. Tak akan ada satu kebenaran yang mutlak. Karena manusia diberikan anugerah untuk berpikir dan merasa secara fleksibel dan multifaset.

Tadi, aku melihat suatu tayangan di televisi. Diberitakan mengenai sebuah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) bernama Friends di Pnom Penh, Manila, yang memiliki program-program komprehensif yang menangani anak jalanan sampai ke akar permasalahannya. Di LSM tersebut para anak jalanan mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan serta mendapatkan skill kerja, sehingga akhirnya mereka bisa mencari nafkah menopang keluarga. Selain itu LSM tersebut juga memiliki rumah-rumah singgah yang disediakan sebagai tempat anak-anak jalanan beristirahat. Untuk memenuhi kebutuhan finansialnya, LSM ini memiliki restoran-restoran yang secara dijalankan secara komersil sehingga mampu membiayai kegiatan LSM tersebut sebesar kurang lebih 40% dari keseluruhan kebutuhan finansial mereka.

Kisah LSM ini sungguh menggugah hatiku. Mengapa? Karena ada keinginan pribadiku untuk mewujudkan LSM semacam itu, LSM yang bergerak untuk anak-anak jalanan yang memiliki pendekatan komprehensif.

Mimpi ini bukan baru saja terpikirkan. Sudah lama terpupuk namun masih mencari bentuknya. Dengan melihat liputan tadi, semua pertanyaan tentang apa dan bagaimana rasanya sebagian kecil sudah terjawab. Minimal memberi kerangka.

Tapi sebagaimana aku sebutkan tadi, ini masih merupakan mimpi. Karena masih ada pertanyaan besar di samping mimpi itu selalu, mengenai realisasinya. Agar mimpi tidak jadi ide yang berkarat dan lumutan di sudut peti.

Malam ini ijinkan aku sekadar berbagai mimpi ini dulu. Semoga lain kali bisa berbagai tentang perwujudannya.

Adakah mimpi yang ingin kau impikan malam ini? Selamat bermimpi :-)

Little Stories : Menghitung & Kutub Es

Menghitung :

Ketika habis sikat gigi, tiba-tiba T nyeletuk : Mah, satu ditambah dua sama dengan tiga kan? Mama : iyaaa benerr... (dengan senyum lebar) T : Teresa bukannya mikirin itu (1+2=3) loh... tp T udah tau aja... (maksudnya sudah hafal kayanya) Mama : oooo gitu... hehehe... (sambil mikir, waduhhhh ni anak kok pinter bener dah bisa mengenali cara kerja pikirannya bravooo!)

Kutub Es

T sedang menggambar kutub es lengkap dengan iglo dan orang eskimo. Lalu ada juga gambar semacam mobil dan seseorang yang katanya akan pulang ke Indonesia. Atas permintaan T, Mama menggambar dan yang digambar Mama adalah beruang kutub. T : ini beruangnya ikut ke Indonesia sebagai oleh-oleh. Mama : Loh, kasian dong beruangnya nanti kepanasan. T : nanti dikasi AC yang dingiiiinnnn banget... 25 (suhu udara maksudnya hehe...) itu dingin kan? Mama : hehehe.. itu dingin tapi kurang dingiiinnn banget utk beruang... T : berapa dong jadinya? Mama : wahhh bisa2 0 derajat... T : Ya udah, nti dikasi AC nya 0 derajat... Mama : iyaaa bisa jadi bekuuu seperti di Krusty Crab nya Mr. Crab dooonnggg (salah satu adegan di film Spongebob)

-Fun conversation n imaginative ;D

Matrealistic World

Aku bersyukur dibesarkan dengan cara yang tidak bersifat matrealistis. Artinya sejak kecil, orang tuaku tidak pernah menularkan nilai2 yg mengutamakan matrealisme belaka. Hal ini amat mempengaruhi diriku sekarang. Hidup sederhana dan mengutamakan "isi" (hati, otak, kepribadian) di atas hal2 lainnya.

Namun, tak bisa disangkal dan dihindari, ketika memasuki tahap pernikahan, kemandirian finansial is a must! Artinya tidak bisa melepas diri sama sekali dari hal2 materi terutama uang. Apalagi ketika si kecil hadir, rasanya tidak mungkin mengabaikan keperluan pengasuhan yang terkait erat dengan faktor finansial yang tidak sedikit jumlahnya, selain tentu saja mengedepankan nilai-nilai moril serta perkembangan psikologis. Atas pertimbangan inilah maka akhirnya dengan modal nekat aku terjun bebas dalam dunia jual-beli, yang tadinya aku sangat hindari. kenapa sangat hindari? yah mungkin karena alasan di atas bahwa sejak kecil selalu lebih ditekankan hal-hal lain selain mencari keuntungan materi. But, India Arie said that the only constant thing in life is changing. Dan aku sangat percaya hal itu, maka mulailah usaha itu bergulir sampai sekarang... :) demi menjawab perubahan tantangan tahapan kehidupanku.

Nah, kembali kepada faktor finansial dalam pengasuhan anak. Tulisan ini sebenarnya terpicu dari curhatan para orang tua (ibu2 terutama) yang sering aku dengar. Mereka mengeluhkan mengenai biaya yang tinggi untuk pengasuhan anak jaman sekarang ini. Terutama untuk pendidikan. Bahkan menyebabkan banyak anak terpaksa putus sekolah. Ya, kesadaran akan pentingnya pendidikan melahirkan masalah baru bahwa biaya yang tidak sedikit harus disediakan demi memfasilitasi pendidikan anak. Meski banyak pihak mendengungkan pendidikan berkualitas haruslah tidak mahal, namun ternyata fasilitas ideal ini belum menyentuh banyak kalangan. Selain tentu saja terjadi karena adanya sandungan dari berbagai macam pihak. Intinya, orangtua sekarang masih mendapati realita, bahwa jika ingin mendapatkan pendidikan bagi anak maka biaya lah yang menentukan kebutuhan itu terpenuhi. Dan kalo ditarik ke area makro, hal inilah juga yang memperparah lingkaran setan kemiskinan pada kebanyakan masyarakat kita (Indonesia).

Selain masalah pendidikan, dunia ini juga menawarkan berbagai macam hal matrealistis yang sangat menggoda untuk dicoba dan dengan mudah mencandunya. Misalnya masalah fasilitas permainan anak, penampilan (dari ujung rambut sampe ujung kaki), gaya hidup (termasuk memiliki gadget terbaru) dan sebagainya...

Aku sendiri sangat berhati-hati agar tidak kecemplung masuk ke dalam dunia konsumtif dan bersifat matrealistis itu... meski sangat tidak dipungkiri bahwa aku adalah orang yang sangat menikmati kenikmatan2 yang ditawarkan dunia fana ini. Misalnya, senang sekali menikmati berbagai karya seni, senang sekali memakai baju2 bagus (dengan budget yg ssi tentunya hehe...), senang sekali makan enak (hampir semua makanan aku suka), senang sekali menonton acara2 hiburan2 yang berkualitas dan mencerahkan, senang sekali membaca buku dsb dsb....

Yah, akhirnya aku harus mengakui, manusia fana tidak mungkin lepas dari kebutuhan matrealistis seperti itu. Hal yang aku cermati disini adalah nilai yang mencegahku dari kecanduan akan dunia matrealistis itu mungkin krn ajaran kesederhanaan hidup sejak kecil, bahwa materi bukanlah segalanya. Sehingga selalu berusaha agar tidak besar pasak daripada tiang ;) Tapii, aku ga mengatakan hal ini mudah, bahkan seringkali aku 'berantem' sama diri sendiri untuk mengatakan 'sudah cukup!' ketika tiba-tiba sudah terlalu lama memelototi banyaknya barang menarik dan lucu di berbagai online shop ini hehehe....

Minggu, 09 Oktober 2011

Pesta

Hari Sabtu kemarin aku menghadiri sebuah pesta pernikahan teman baik semasa SMP dulu. Pesta itu diselenggarakan dengan adat Batak. Salah satu adat yang masih terus sukses mempertahankan kebiasaan kebudayaannya ditengah-tengah banjir budaya modernisme. Karena saya datang terlambat, maka saya berkesempatan untuk menyaksikan tahapan pemberian ulos sebagai tanda restu dari pihak orang tua. Suatu tahapan yang diadakan dengan meriah, meski tak hilang sentuhan haru nya, bahwa sang orangtua 'melepas' anak (perempuan) nya kepada pihak mempelai pria. Lalu, hari ini, di gereja ternyata petikan ayatnya pun membahas mengenai pesta. Bahwa manusia yang ingin bergabung dalam pesta di surga harus memakai baju pesta, alias berbuat kasih kepada sesama. Maka aku pun jadi berpikir mengenai PESTA. Aku tidak pernah mengadakan pesta. Tapi aku senang merasakan suasana pesta jika pesta itu dihadiri dengan orang-orang yang tepat, orang-orang yang aku sayangi. Jadi pesta untukku tidak perlu mewah sebenarnya, karena yang terpenting ada kesan yang dirasakan ketika hadir dalam pesta itu, yaitu kebahagiaan dan keceriaan. Tak perlu lah terlalu banyak basa-basi tapi yang penting ada canda tawa yang tulus bergema dan percakapan akrab tanpa nada dibuat-buat. Aku tahu tak semua pesta bisa seperti itu, kadang kita harus menghadiri pesta-pesta dengan orang-orang yang tidak kita sukai atau bahkan orang-orang yang mencela kita. Pesta-pesta semacam ini terpaksa dihadiri karena sebagai syarat untuk tetap menjadi anggota suatu kelompok sosial. Jadi hanya berfungsi sebagai kedok dan syarat kosong saja. Yah, tidak salah juga sih untuk melakukannya karena kadang dunia penuh hal-hal yang tidak sesuai dengan diri kita untuk mencapai apa yang kita inginkan. Jadi ketika undangan pesta berikutnya datang, dengan semangat aku akan memeriksa dulu, siapa saja yang akan datang ke pesta tersebut dan seberapa pentingnya fungsi sosial dari pesta tersebut. Dan bila aku memutuskan untuk menghadirinya, aku akan memastika tampil dengan dandanan yg oke :) serta suasana hati yang siap utk menikmati pesta :) Selamat berpesta :)

Jumat, 07 Oktober 2011

Anak perempuan ga boleh memanjat?

Kemarin aku menemani Teresa bermain di taman bermain sekolah, sekalian menyuapinya sebelum masuk ke kelas untuk les baca. (mengapa les baca? well, nanti dipostingan lain ya ceritanya hehe..). Teresa makan sambil bermain panjat-panjatan. Yah, aku memang tidak kaku untuk hal ini. Mungkin ada orang tua yang menuntut anaknya duduk ketika makan. Tapi kalo aku sangat fleksibel. Jika memang tempatnya tepat, aku akan menyuruhnya duduk tp jika kondisinya seperti tadi, aku akn membiarkan dia bermain sambil makan. Alasannya, agar dalam waktu singkat dia bisa tetap refreshing sambil bermain, dan juga bisa mengisi perutnya untuk tenaga mengikuti les. Lalu ketika Teresa menaiki panjat-panjatan yang berbentuk melengkung itu, seorang temannya (N) berkata kepadaku dengan nada mengadu dan pandangan yg berkata 'itu kan ga boleh.' : "Tuh, Teresa panjet-panjetan, kan anak perempuan ga boleh panjet-panjetan..." Kata-katanya yang polos tidak begitu mengejutkanku namun dengan spontan aku berkata, "Boleh kok, asal hati-hati dan pegangan." Lalu N hanya melihatku sekilas dan aku perhatikan dia jadi lebih berani mencoba-coba naik panjat-panjatan. Dari adegan singkat itu, tampak bahwa kerangka berpikir yang timpang gender masih terus berlaku di kalangan masyarakat umum. Ada pembatasan ruang gerak bagi perempuan dan laki-laki. Kalau anak perempuan tidak boleh naik-naikan atau terlalu banyak bermain yang melibatkan motorik kasar, kalau laki-laki harus tangguh dan ga boleh cengeng, kalau anak perempuan ga boleh main pukul-pukulan, kalau anak laki-laki tidak boleh main masak-masakan dstnya. Padahal anak membutuhkan kesempatan yang setara antara anak lelaki dan perempuan untuk mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin. Kadang memang tidak mudah dipraktekkan mengingat masyarakat sudah terbiasa mengkotak-kotakkan kegiatan atau hal apapun ke dalam kelompok feminin dan maskulin. Namun, agar anak kita berkembang dengan lebih optimal, sebaiknya berikan kesempatan stimulasi dan aktivitas yang sama kepada anak perempuan dan lelaki sehingga mereka bisa lebih optimal mengembangkan diri mereka.

Selasa, 04 Oktober 2011

Niat

Sudah lama aku tak mendatangi blog-ku ini. Kenapa? Karena ada kesibukan lain ketika sedang online. Kalau dulu, online benar-benar untuk ngalor ngidul dan bersantai cari hiburan. Dan tentu untuk keperluan pengiriman pekerjaan dan penunjang menyelesaikan tugas-tugas. Namun, sejak April 2011 (kalau tidak salah)kegiatan online aku manfaatkan untuk mencari tambahan pundi-pundi keluarga dengan membuka toko online. Selain itu, maksud kedua (tadinya) ingin menyebarkan produksi dalam negeri. Yang artinya hanya menjual produk2 made in Indonesia. Namun dalam prakteknya, tuntutan pasar sangat menggoda untuk diikuti, jadi diadakanlah bebeberapa item yang bukan made in Indonesia. Meskipun untuk tas dan perniknya, aku tetap mempertahankan seleraku, yang tidak suka merk-merk ternama itu. Untuk detilnya bisa di dicek di online shop ku di Facebook : Allegra Os :) tidak promosi tapi ya mempergunakan saja kesempatan ini.

Efeknya blog ini terbengkalai, begitu juga cita-citaku menjadi penulis (profesional-yg punya buku dll). Ada satu sahabat (cuma satu sih ya hehe..) yang bertanya, kenapa aku tidak menulis lagi ataupun nge-blog. Yah, aku hanya bisa bilang untuk saat ini waktuku tersita oleh online shop itu, ditambah pekerjaan part time lainnya itu juga (karena kan pekerjaan yg full time masih sebagai Ibu :D). Dan aku tambahkan embel2, bahwa hidup adalah pilihan dan selalu ada yang harus diprioritaskan pada satu masa. Tidak bisa langsung mendapatkan semuanya dalam satu waktu. Sebenarnya embel-embel ini lebih ditekankan pada diriku sendiri sih, supaya menyadari pilihan yang sedang dijalani ini. Agar tidak terlalu berkepanjangan memikirkan yang tidak perlu.

Namun, ternyata memang jiwa tidak bisa berbohong. Keinginan untuk menulis terus menggaung. Dan semakin ingin diwujudkan akhir2 ini. Terutama kemarin setelah membaca buku karangan Dee, salah satu pengarang favoritku. Hal yang memicuku cukup sederhana, salah seorang tokoh di dalam buku tsb mengatakan berjanji untuk meluangkan waktu minimal 1 minggu sekali untuk mengisi blognya, dengan tulisan apapun. Reguler, rutin. Dan si tokoh adalah orang yang digambarkan sangat tidak teratur, tapi dia bisa. Maka, aku berniat, baiklah, aku perlu menyalurkan keinginan menulis ini ke suatu tempat. Dan blog ini adalah tempat yang tepat. Aku merasa seperti itu. Entah karena ingin membagi cerita, atau ingin dikenal, aku pikir tak masalah. Yang penting, aku bisa mengeluarkan ceritaku. Syukur2 semakin melanggengkan jalan menuju cita-citaku sbg penulis profesional.

Jadi, aku berniat untuk melaksanakannya. Mengupdate blog minimal 1 minggu sekali. Kecuali ada alasan urgent yang bisa membuat aku terpaksa tidak melakukannya *ups aku harap ini tidak membuka peluang bagiku untuk melanggar janji pribadi ini ;)

Baiklah. Mari berniat dan melaksanakannya.

PS. akan ada beberapa postingan yang sudah pernah ditulis di FB sebelumnya. mengapa waktu itu ditaruh di notes FB? well, sebenarnya karena sedang lebih banyak mengakses ke FB, jadi cenderung malas mengaktifkan blog :) tapi mari kembali ke niat awal, untuk menaruh tulisan2 di blog. Mari, ayo lakukan *self talk.