Kamis, 25 Juni 2009

Suatu Siang di Sebuah Bus

Siang ini aku berkendaraan Kowanbisata. Itu tu, bis mini sodaranya Metro Mini hehehe… Seperti biasa, karena menggantungkan hidup lewat uang setoran, maka si supir mengetem di beberapa titik. Suasana khas bis Jakarta pun mulai terasa sejak aku masuk dan duduk di salah satu tempat duduk yg cukup nyaman untuk ukuran kendaraan umum. Seperti dari tadi pagi, aku perhatikan banyak anak-anak beragam usia turut menjadi penumpang dalam berbagai kendaraan umum hari itu. Mungkin karena libur sekolah, yang rutin jatuh pada tengah tahun itu, telah tiba (terdengar OST “Libur tlah tiba, Libur tlah tiba… Hore! Hore! Hore! ….” Oleh Tasya). Di seberang tempat dudukku kulihat seorang ibu menggendong bayinya. Aku berusaha menyibukkan diri dengan memasang radio dari si Hape… Karena mata seorang ibu milikku tak bisa absent memperhatikan anak-anak, maka aku pun tetap tidak bisa lepas memandang kegiatan si IBu di seberang tempat dudukku itu. Ibu itu ternyata sedang sibuk meracik susu ke dalam botol susu sang bayi. Ia memasukkan bubuk putih itu ke dalam botol yang sudah terisi air bening. Sedang selurusan dengan si Ibu dan botol susu yang terpegang olehnya, ada sebuah pintu bus yang menganga dan membiarkan berjuta debu serta kotoran jalanan yang entah apa jenisnya masuk menerpa apapun yang ada di dalam bus ini. Hem… tak usah ujian ilmiah untuk memastikan banyaknya bakteri dan kuman yang ada di dalam botol susu itu sekarang. Namun, apa daya, si anak harus diberi minum, apapun kondisinya. Maka, masuklah susu itu ke dalam sistem pencernaan sang bayi. Meski tampaknya sang bayi kecil kurang berminat pada susu itu. Entah kenapa.



Bus berjalan lagi, memberikan sedikit angin dalam bus non ac ini. Namun seperti biasa, karena penumpang belum penuh, maka mengetemlah ia lagi. Kali ini bahkan dalam waktu yang lebih lama dari sebelumnya. Heh… aku kembali menghela nafas dan berusaha mencari lagu-lagu menghibur dari radio. Kembali perhatianku tersirap ke Ibu dan sang bayinya. Sang bayi tampak mulai gelisah, berusaha berdiri dan merengeklah dia. Si ibu, yang tampak sama tak nyamannya, tidak bisa berbuat lain selain berusaha mengipasi sang bayi. Terdengar gerutuan kecil dari mulut si Ibu, agar Pak Supir cepat menggerakkan bus agar tidak terasa terlalu panas. Tapi bus masih menunggu penumpang mengisi tempat duduk di dalamnya. Masuklah beberapa penumpang sehingga akhirnya Pak Supir kembali menjalankan bus. Tepat sebelum bus melaju, masuklah seorang perempuan muda menggendong seorang bayi. Ternyata ia adalah salah satu kaum warga kota yang mencari nafkah di jalan. Ia mengeluarkan senjata andalannya, sebuah kecrekan, dari tas kecil yang menggantung di tangannya. Mulailah ia bernyanyi sebuah lagu, yang aku tak kenal. Nada yang tak bisa dikatakan apik mulai mengalun. Suara kerasnya tampak berusaha sekuat tenaga mengalahkan bunyi deruman bus. Sepertinya menggambarkan betapa keras usahanya berjuang untuk mencari sesuap nasi di jalanan Ibu Kota. Aku teringat akan cerita mengenai kaum warga yang bekerja di jalan seringkali menyewa bayi demi mengais rejeki. Cerita ini banyak yang bersumber pada kabar burung, namun ada juga yang didapatkan dari berbagai liputan media massa. Namun tak kuasa menahan kata hatiku kepada bayi yang si pengamen gendong, aku pun memberikan sekeping logaman ke dalam kantong kumalnya. Kulihat beberapa penumpang lain melakukan hal yang sama. Si pengamen perempuan berlalu. Tanpa ada yang tahu, apakah bayi yang digendongnya adalah anak kandungnya atau hanya pinjaman belaka?


Di perhentian berikutnya masuklah tiga orang remaja laki-laki dengan dandanan khas anak punk. Aku ingat, di titik jalan inilah mereka mangkal dan selalu rajin mengamen di dalam bus-bus yang mengetem. Mereka tampak ajaib, seperti biasanya. Tindikan dimana-mana. Asesoris mewarnai pakaian mereka. Sedikit aroma jalanan pun mulai menyebar. Mereka hadir dengan lagu bertema perjuangan sosial. Amat kontras dengan lagu asmara cengeng yang dibawakan pengamen perempuan sebelumnya. Setelah bernyanyi, sebelum bus mulai berjalan, mereka pun mengedarkan tadahan tangannya ke penumpang. Karena mulai kehabisan koin dan rasanya sayang memberikan selembaran uang kecil yang bisa kugunakan untuk ongkos angkot berikutnya (maaf temans, saya agak perhitungan hari ini…), maka aku pun tidak memberikan apa-apa kepada mereka. Kulihat hanya ada selogaman uang 500 rp di tadahan tangan mereka. Tak tahu apa lah yang menjadi pertimbangan penumpang lainnya, sehingga ternyata mereka mendapatkan lebih sedikit dari pengamen perempuan dengan bayi tadi. Mungkin sekali penampilan yang menjadi penyebabnya.


Bus masuk ke jalan tol. Semakin dekat ternyata ke tempat tujuan. Meski telah berulang kali menyaksikan semua kejadian di bus tadi, namun selalu membuatku berpikir dan membawa catatan tersendiri tentang perjuangan warga marginal kota. Selalu menarik untuk di share. Dari isu kesehatan, keamanan, sosial, kesenjangan sosial-ekonomi, kesetikawanan, kepekaan hati nurani, kebingungan untuk merespon, dan sejuta hal lainnya… Tapi sekali lagi… aku hanya bisa menshare semua ini… tanpa berusaha menggurui. Sekedar berbagi pengalaman dari apa yang terserap.


(tiba-tiba terbersit ide… :) Mungkin para pejabat itu harus lebih sering naik kendaraan umum. Supaya mengasah hati nurani mereka… dan merasakan apa yang dialami penduduknya secara riil. Masih adakah kemungkinan terwujudnya sebuah dongeng raja yang menyamar menjadi rakyat jelata? Hemm… mungkin memang alam dongeng beda dengan alam nyata ya…. ;)

Aku pun harus turun agar bisa melanjutkan ke kendaraan umum lainnya, yang akan mengantarkanku ke tempat tujuan. Dan pada akhirnya sampai ke rumah tercintaku lagi. Dan esok hari, aku akan kembali berbaur ke dalam campuran masyarakat, yang selalu menghadirkan sejuta pengalaman dan pelajaran. Sampai kapanpun, roda akan terus berputar dan jalanan tak akan habis dijelajah. Teruslah memetik berbagai moment spesial, dimanapun kita berada, sehingga tak ada yang sia-sia…

5 komentar:

Syaldi mengatakan...

Sebuah realita yang tak jarang kita lupakan karena begitu seperti sudah biasa.

Ella, jangan pernah kau berharap para pejabat itu akan naik kendaraan umum. Mereka akan lebih memilih masuk penjara daripada harus merasakan susahnya menjadi rakyat. Tak usah jauh, yang bukan pejabat saja sudah melupakannya...

Anonim mengatakan...

Setuju La, banyak sekali momen yang sebenarnya menarik untuk dilihat dalam setiap saat kita bernafas. Sayangnya, kita tidak selalu "memiliki waktu" untuk menyadarinya :)

Mengenai pengamen dengan kecenderungan punk, mungkin saja itu tuntutan pasar La. Agar tidak digebuki atau dipalaki :p

Mengenai harapanmu terhadap pejabat... Kalau mereka naik angkutan umum La, satu bus penuh ama bodyguards-nya. Malah makin repot kitah

Marooned Mom mengatakan...

Btk:iya tak, sayangnya (or bagusnya?) gw ga pernah bisa melihat itu semua menjadi sesuatu yg terlupakan... sll sedih menyaksikan perjuangan mereka... plus salut jg...

Ya... berharap boleh dong tak... siapa tuh maksud lo yg bkn pejabat&sdh melupakan?

Cilla : hemmm mgkn waktu sll ada, cm kadang kt suka punya management waktu yg jelek... plus prioritas yg menghisap energi (emangnya pasir hisap? hehehe).. ga tau jg ya yg ngepunk itu beneran ato ga... mgkn kalo mau tau musti ikt nongkrong sm mereka... hahahaha bener tuh kl mereka naek bus pasti jadi repotsss... mustinya mereka menyamar gituhh kayak di dongeng anak2 itu loh (yg rajanya menyamar jd rakyat jelata hihihi.... ga mgkn kali yaaa....)

Anonim mengatakan...

sudah dibaca. beberapa. maklumlah, semagabut magabut-nya gw masih takut kl ada bos.

mambaca tulisan Ella, rasanya seperti berbincang dengan wanita. [ya, gw tau nenek tukang kangkung pun wanita, tapi itu bukan maksut gw].
Auranya keibuan, keistrian, dan kewanitaan. Bisa banget mengekspresikan dunia pernikahan smp2 yang belum menikah jadi semakin ingin menikah. Bisa banget mengekspresikan keibuan smp2 yg belum punya anak, jadi berpikir dua kali [maksutnya, sanggup gak ya mengelola anak seperti ibu yg satu ini].

begitulah. mungkin benar kt orang, u are what u write. ini, Ella banget.

masukan : belum ada deh [maap], maklum kl murid memberikan masukan ke guru nanti gurunya malah minta tarif mengajar :)

Marooned Mom mengatakan...

dil, baru komeni komentar elo neh... yah namanya masukan mah dari siape aje... tokh kita sama2 murid dlm dunia penulisan ini hahaha... hmm tks utk pujian yg melangit itu... jadi ibu? ga lah banyak model ibu2 lain yg jg hebat. dan ga cm satu model yg bs diteladani. tiap perempuan akan punya modelnya masing2 ktk saatnya nanti menjd ibu, tmsk elo ;)