Rabu, 30 September 2009

Casting

Suatu siang, aku menuruni mobil kami yang berdebu.

"Ayo, Nak. Nanti jangan lupa senyum ya di depan kamera. Terus nanti kalo disuruh sama tante atau Om-nya, nurut ya... Senyum dan da-dah ke kamera. Oke...?" kataku memberikan wejangan terakhir kepada si cantik berkuncir satu, anak semata wayangku itu.

"Iya, Mah..." kata si cantik patuh.

Sampai disana, sudah ada Mbak berbaju ungu menyuruh kami absen. Dengan agak ketus ia menyuruh kami duduk menunggu giliran sesi pemotretan dan pengambilan adegan dengan menaiki odong-odong di halaman depan.

Aku mengintip dan melihat studio foto agak kosong. Aku nekat ke dalam bersama si cantikku.

"Mbak, anak saya bisa dipotret sekarang?" kataku cuek.

"Ooo.. Mbak dari mana ya? dari agen mana? " jawabnya dengan tanya juga, sambil meneliti kami berdua dari kepala ke ujung kaki.

"Kami diminta datang oleh Mbak Vivi. Kemarin bertemu di sebuah mall." aku berusaha menjelaskan.

"Ooo... oke... coba aja masuk ke dalam studio, tunggu giliran sesudah anak itu." ia mempersilahkan kami masuk.

Sesi pemotretan berlangsung singkat dan lancar. Si cantik tidak kesulitan bergaya sedikit di depan kamera, bahkan direkam dengan mengucapkan perkenalan singkat.

Lalu sesi disyut kamera di halaman depan dengan menaiki odong-odong, bersama tiga anak lainnya.

Anakku standar. Tidak tampak banci kamera, tapi juga tidak kaku. Dan juga tidak bergaya aneh-aneh. Anak perempuan di depan anakku tampak sangat terlatih, tersenyum tampak gigi dan menggoyang-goyangkan kepala ke kanan-kiri tak henti mengikuti lagu odong-odong. Anak lelaki di sebelahnya, cukup ganteng dan berisi. Namun tak henti mengedipkan salah satu matanya. Entah mengapa. Kedua orangtua anak lelaki itu beserta kakaknya tak henti mencoba menghentikan kebiasaannya mengedipkan mata itu. Di belakangnya, di sebelah anakku, ada anak perempuan yg sama standarnya dengan anakku. Namun sedikit lebih cemberut.

Lagu berganti-ganti. Beberapa lagu yg familiar bagi anakku. Maka ia sibuk mengikuti kata demi kata lagu itu. Dan anak perempuan di sebelahnya mengikuti kegiatan anakku ini. Akibatnya, instruksi tante sutradara tak terlalu diikuti, yaitu untuk berteriak Horeee dengan gembira sambil mengangkat tangan ke atas. Kadang diikuti kadang tidak. Yang konsisten dan responsif ssi tuntutan sutradara hanya si anak perempuan di depan anakku tadi.

Setelah itu masih ada satu adegan ternyata. Di tengah siang bolong, empat anak balita itu diminta berlarian. Sementara si anak yg baik aktingnya tadi (yg tadi duduk di depan anakku) diminta berakting sedih. Spontan anak tsb menolak.

"Aku ga seneng disuruh sedih..." katanya protes kepada Ibunya.

Dibujuklah ia agar skenario terpenuhi, dengan es krim. Tapi masih belum lancar. Yahh... namanya juga anak2 ya... Maka adegannya dibuat terpenggal. Yang lari dulu, baru yg sedih. Sekali lagi, anakku tak mengalami kesulitan memenuhi peranannya berlari ke arah odong-odong. Karena si Papa ada di ujung menyuruhnya lari ssi aba-aba sutradara.

Maka saatnya kami pulang

Mbak Vivi, yg dari tadi tampak sedikit bangga akan kehadiran anakku, mengucapkan terima kasih dan berjanji akan mengabari kami.

Dalam hati, spontan, terbersit harapan supaya adegan atau usaha semacam tadi berhenti disini. Kurang sreg rasanya utk kembali menjalani proses tadi, meski anakku tampak lancar-lancar saja menjalaninya.

Maka dengan lega hati kami meninggalkan lokasi. Dan mencari es krim, memenuhi rengekan si cantik kecilku.

Setelah makan es krim di mobil, ia pun tertidur. Lelah karena pengalaman baru tadi dan hawa panas yang memang ckp menyesakkan.

***

Di mobil, aku dan suamiku sepakat, akan mengutamakan sekolah dan pengembangan diri lainnya utk anakku. Pengalaman tadi untuk menambah wawasan saja. Tak perlu ngoyo untuk mengejar "pengembangan diri" di bidang entertainment. Dunia yg dari awal memang kurang cocok bagiku pribadi. Ada bbrp alasan mengapa aku tak menyukai dunia yg satu itu. Misalnya, waktu aktivitas yg kadang tak menentu, kurang 'mengajarkan' nilai penting dari suatu proses atau usaha sebelum bisa tampil secara publik, instan, dll.

Buat anakku? Ya, tampaknya dia enjoy aja mengikuti proses casting tadi. Tapi, ga kebayang dan ga mau lah jalanin lagi secara lebih sering proses seperti itu lagi. Melelahkan utk anak seusianya. Lebih baik diisi dengan bermain, bersenang-senang, mengembangkan potensi lain, berteman, bersekolah...


Tidak ada komentar: