Kamis, 20 Desember 2012

Konsistensi

Dalam pengasuhan anak, konsistensi memegang peranan penting. Hal ini saya simpulkan setelah mencermati berbagai kasus pengasuhan anak, terutama dua kasus berikut yang kebetulan sy temukan di lingkungan yang sama. Kebetulan juga, keduanya berkaitan dengan pengaruhnya ke kemampuan anak berprestasi dan motivasi berprestasinya. Saya mulai dengan cerita pertama, ibu yang konsisten.

1. Cerita Ibu yang Konsisten (IK) Saya bertemu IK secara tidak sengaja bertemu di sekolah anak saya. Sambil menunggu anak-anak kami pulang sekolah, kami pun mengobrol. Herannya, meski baru pertama kali bertemu dan mengobrol, kami tidak merasa jengah untuk mengobrol satu sama lain. Keakraban terasa dari isi pembicaraan dan nada suara kami berdua. Ternyata ngobrol punya ngobrol, I adalah orang tua salah seorang teman anak saya (T) yaitu E. E dan T sering bermain bersama sepulang sekolah. Dan setahu saya E merupakan murid yang cukup mampu mengikuti pelajaran dengan memadai, yaitu jarang ketinggalan catatan ketika di kelas. I pun mengakui hal ini dan hal menarik disini, I juga menyatakan bahwa I tidak pernah mengikuti secara detil pelajaran-pelajaran E di SD ini. Kerena menurut I, E sudah sangat mandiri untuk melaksanakan rutinitas belajarnya di rumah. Hasil nilai yang E dapatkan juga rata-rata 90 dan 80. Kemandirian E dalam belajar juga terbentuk karena TK yang dienyam E dulu adalah TK yang cukup disiplin (tentang tuntutan TK ini tentu bisa menjadi bahan tulisan selanjutnya...) E mengenyam TK hanya dari TK B saja. --> belajar di sekolah yang sama = konsistensi 1 (mengapa belajar di skolah yang sama saya berikan penekanan? karena ada kaitannya dengan cerita Ibu yang kurang konsisten di bawah)

E juga mandiri dalam menyelesaikan pekerjaan rumah yang ditugaskan oleh I, yaitu mencuci piring dan menyapu rumah. Hal ini dibiasakan oleh IK kepada E agar E mandiri sejak kecil, mengingat I dan suami bekerja. --> ini konsistensi 2.

Ketika E kecil, memang ada pengasuh yang menjaga E dan adiknya di rumah. Namun akhir-akhir ini, E dan adiknya harus dititipkan pada tetangga karena pengasuh tidak lagi bekerja di rumah mereka.

Setiap hari E dan adiknya terbiasa "mengikuti" jadwal kerja I, yaitu biasa terbangun pagi pukul 04.30,dimandikan dan disuapi oleh I. Menurut I, kegiatan ini adalah prinsip I sejak anak2nya kecil bahwa mandi dan makan adalah urusan I. --> konsistensi 3

Lalu E diantarkan I bersekolah dan meski E meminta I mengantarkan sampai di depan kelas, namun I sering kali membiasakan E untuk berjalan sendiri. Lalu siangnya, tugas Auah lah yang menjemput E dari sekolah. Secara rutin I selalu membiasakan jam 5 sore sudah berada di rumah. Jadi jam 4.30 sore ia pasti sudah pulang dari rumah. --> jadwal yang pasti, konsistensi 4

Jadi dapat dilihat bahwa pengasuhan IK dilakukan secara konsisten kepada E sehingga E memiliki dasar yang baik untuk mengembangkan potensi dirinya. Hal ini terlihat dari performanya di sekolah. Tentu saja ini adalah analisa kasar dari obrolan 30 menit-an ditambah observasi acak yang tidak direncanakan kepada E. Tapi cerita ini cukup baik menggambarkan bahwa komunikasi yang baik, pengasuhan yang konsisten akan dapat memfasilitasi anak mengembangkan dirinya dengan baik.

2. Ibu yang tidak konsisten (ITK) ITK adalah seorang orang tua dari salah satu teman anak saya jugam yaitu F. F saat ini masih kurang mampu secara lancar mengikuti pelajaran di sekolah, yaitu sering tidak termotivasi untuk menulis catatan di kelas, belum lancar membaca, serta sering kali 'mogok' melakukan tugas-tugas sekolah. Sejarahnya, F ini berpindah-pindah sekolah sejak kelompok bermain. Jumlah total sekolah yang telah dihadiri oleh F semasa pra sekolah adalah kurang lebih 4 sekolah yaitu 2 sekolah di taman bermain, 2 sekolah di masa TK. Lalu masuklah F ke SD nya sekarang ini, dimana tentu saja masing-masing sekolah memiliki standar prestasi yang berbeda-beda (ya, prestasi, meski ini TK, hal ini memang bisa menjadi bahan menarik lainnya utk dibicarakan). --> tidak konsisten 1

Lalu ketidakkonsistenan kedua adalah, ketika pra sekolah, F mengalami 2 masa yaitu masa ketika ITK tidak bekerja dan masa ketika ITK bekerja. Ketika ITK bekerja, F dititipkan pada seorang tetangga (T1). ITK bercerita T1 itu merupakan pengasuh yang tidak dapat memberikan disiplin kepada F sehingga F bebas berbuat sesukanya. ITK pun merasa tak kuasa mengendalikannya. Ketika T1 pergi entah kemana, F pun berganti pengasuh, tetangganya yang lain (T2). Bersama T2, menurut ITK, F memiliki jadwal harian yang lebih teratur. Meski belum seperti harapan ITK --> tidak konsisten 2 (berganti-gantinya pengasuh dan peraturan pengasuhan yang tidak konsisten)

Dari dua faktor tersebut terlihat bahwa F memiliki dasar pengasuhan yang tidak bisa diandalkan. Anak memang memiliki karakteristik khas nya masing-masing. Namun ketika anak dihadapkan pada lingkungan yang tidak konsisten, baik dari segi significant others (pengasuh2 yang utama) dan juga nilai-nilai yang diterapkan (termasuk sistem disiplin), maka anak akan 'goyah', seperti rumah yang tidak memiliki pondasi yang kuat.

Dari kedua kasus tersebut, saya memang hanya menyoroti faktor konsistensi pengasuhan secara kasar saja. Hanya sebagai reminder untuk saya, sebagai psikolog dan orang tua serta sebagai sharing saya kepada teman-teman orang tua semua, bahwa jadilah orang tua dengan pengasuhan berkualitas yang baik dan KONSISTEN. Karena dengan konsistensilah, anak mendapatkan dasar bagi kehidupannya kelak.

Catatan : cerita ini berdasarkan cerita dari kalangan para ibu, bukan berarti meniadakan peranan ayah atau menaruh beban yang berat sebelah kepada ibu dalam pengasuhan anak. namun hanya mengambil sisi praktis dari cerita yang kebetulan saya dapatkan.