Selasa, 25 November 2008

Bola Merah dan Si Pus

Kayla berlari kecil mengejar bola merahnya. Bola itu berloncatan lincah, membuat Kayla tergelak senang. Ya! Kayla amat menyayangi bola merah hadiah dari Papanya itu. Bola itu berwarna merah terang dengan motif kupu-kupu dan bunga. Papa baru saja membelikan bola itu seminggu yang lalu. Sejak dibelikan sampai hari ini Kayla selalu membawa bola itu kemanapun. Kadang-kadang Kayla bermain bersama Mama, Mbak Sum atau sendirian saja seperti sekarang ini. Kayla akan mengejar bolanya kemanapun bola itu menggelinding. Bila sudah bermain seperti ini, Kayla akan lupa segalanya. Bahkan sering kali Mama harus mengambil bola itu untuk membuat Kayla berhenti bermain dan mandi atau makan sesuai jadwal.
Siang ini udara cukup panas sehingga Mama mempunyai ide untuk bermain di dalam rumah saja. “Ayo Kayla, kamu mau menggambar apa? Ini Mama siapkan kertas sebanyak yang kamu mau dan krayon kesukaanmu,” dengan semangat Mama mengajak Kayla menggambar. Biasanya Kayla memang suka menggambar. Namun sejak ada bola merah itu, Kayla seperti kehilangan minat pada aktivitas kesukaannya itu. Kayla pun menghampiri Mama dengan langkah terseret malas, “…Engg… Aku mau main bola aja di luar. Boleh ya, Ma?” Mama memandang Kayla dan berkata, “Di luar panas sayang, nanti kamu kelelahan.” “Ayolah, Ma. Aku ga pingin menggambar, aku pingin main bola…” Kayla memohon lagi dengan wajah memelas. Mama menghela napas, tidak tega memaksa putrinya melakukan hal yang tidak disukainya. “Baiklah. Kamu boleh main di luar. Tapi, pakai dulu topi mu dan jangan terlalu lama. Kalau Mama memanggil 1 jam lagi, kamu harus berhenti bermain dan mandi ya. Oke?” Wah! Senyum lebar mengembang di wajah Kayla. “Asyik!!! Mama baik dehhh! Iya aku akan pakai topi dan masuk kalau Mama memanggilku.” Dengan cepat Kayla memeluk Mama. Mama membalasnya dengan mengelus kepala Kayla.
Kayla pun bermain bola dengan asyik di halaman depan rumahnya. Memang keluarga Kayla cukup beruntung memiliki rumah dengan halaman yang cukup luas untuk bermain. Kayla melempar bolanya ke sana ke mari. Mulai disepak seperti pemain bola, dipukul seperti pemain voli sampai dipantulkan dan dimasukkan ke jaring seperti pemain basket. Kayla senang sekali.
Ketika sedang mencoba memasukkan bolanya ke jaring basket, Kayla dikejutkan oleh suara kucing tetangga yang sedang berkelahi. Suara kucing itu memecah perhatian Kayla sehingga ia tidak memperhatikan kemana bolanya menggelinding. Ketika menyadari bolanya hilang, Kayla segera mencari ke segala penjuru di halamannya. Halaman rumah Kayla memang memiliki banyak pohon dan semak sehingga udara di rumah Kayla sejuk dan segar. Papapun hobi membawa tanaman-tanaman baru, yang karena kesibukannya, jadi terlihat kurang tertata dan tumbuh tak beraturan. Kayla tidak menemukan bolanya. Ia pun mulai mencari ke semak-semak dan sudut-sudut halaman yang tampaknya jarang dihampiri orang itu. Kayla tidak memperdulikan sarang laba-laba yang menempel di rambut dan bajunya. Tak diperhatikannya lagi kakinya yang kotor karena melangkah tanpa memperhatikan tanah yang lembab dan becek. Pokoknya Kayla bertekad menemukan bola merah kesayangannya.
Rasanya sudah lama sekali Kayla mencari bolanya, tapi kok belum ketemu. Kayla merasa lelah dan terduduk di rumput. Kayla seperti termenung mendekap lututnya. Tak didengarnya suara Mama memanggilnya untuk segera mandi. Tiba-tiba saja Kayla melihat sesosok benda berwarna merah mengintip dari semak-semak di ujung sana. “Pasti itu bolaku!” Pikir Kayla senang. Kayla pun berlari menyeberangi halaman dan mengintip ke balik semak-semak yang ternyata cukup rimbun itu. Wah! Betapa terkejutnya Kayla ketika melihat apa yang ada di balik semak-semak itu. Selain bolanya, ternyata Kayla menemukan seekor kucing kecil yang terluka kakinya. Kucing itu mengeong lemah. Ternyata suara kucing yang berisik tadi ada suara anak kucing itu yang berkelahi dengan saudaranya. Akibatnya anak kucing itu terjatuh dari tembok dan berada di semak-semak halaman rumah Kayla. Kayla memandang iba pada anak kucing itu. Ternyata kakinya terluka, jadi anak kucing itu tidak bisa melompati tembok kembali ke rumahnya.
Kayla menjulurkan tangannya dan menggendong anak kucing itu. Sejenak Kayla melupakan bola merahnya. Dielusnya kepala anak kucing yang berbulu lembut itu. Kayla tersenyum kepada anak kucing dalam pelukannya sambil berbisik, “Jangan khawatir, Pus. Aku akan mengobati lukamu.” Seakan mengerti apa yang dikatakan Kayla, anak kucing itu mengeong lembut dan menggesekkan kepalanya ke dada Kayla. Ketika hendak melangkah kembali ke rumah, Kayla berhenti sejenak dan mengingat apa yang ia lupakan. Ah iya! Bola merahnya! Kayla bergegas mengambilnya karena terdengar langkah Mama sambil berseru memanggil namanya, “Kayla, dimana kamu, Nak? Ayo mandi dulu, sudah sore.” Kayla buru-buru menjawab, “Iya, Ma…”
Ketika bertemu Mama, Kayla langsung menunjukkan anak kucing itu dengan bersemangat. “Mah, lihat! Aku menemukan anak kucing ini. Sepertinya ia jatuh dari tembok. Kasihan ya… kakinya luka… Aku ingin merawatnya, Ma. Boleh kan? Boleh ya? Ya, ya, ya?!” Mama tersenyum melihat Kayla, “Ehm… boleh saja kamu merawatnya. Tapi setelah ia sembuh kamu harus berjanji mengembalikannya kepada Kak Susi, tetangga sebelah. Bagaimanapun juga anak kucing itu bukan milik kita, Kayla. Oke?” Kayla agak kecewa mendengar syarat Mama itu, tapi agar diperbolehkan merawat kucing kecil itu, Kayla pun mengangguk. “Ya sudah, sekarang kita bersihkan luka si kucing kecil dan kita carikan tempat nyaman untuknya. Sehabis itu kamu mandi ya, sudah dekil begitu tampangmu…” Ajakan Mama disambut Kayla dengan bergegas ke dalam rumah mencari obat untuk kucing itu.
Dua minggu berlalu, kucing kecil yang dipanggil Pus oleh Kayla telah kembali lincah. Berkat kesabaran perawatan Kayla yang penuh kasih sayang luka kakinya telah sembuh. Pus juga kelihatan tambah gemuk karena Kayla selalu makan dengan lahap. Dan Kayla pun tak kalah senangnya. Sejak kehadiran Pus, Kayla selalu punya teman untuk bermain bola. Bahkan sampai Kayla lelah pun, Pus tampak masih bersemangat. Selain itu Kayla pun belajar bertanggung jawab untuk memberikan makan dan mengobati luka kaki si Pus, tentu saja dengan bantuan Mama dan Mbak Sum.
Melihat Pus yang telah sembuh, Mama mengingatkan Kayla akan janjinya, “Kayla, seperti janjimu dua minggu lalu, kalau Pus sembuh, kamu akan mengembalikannya kepada Kak Susi. Nah, sekarang Pus sudah sembuh. Maka sebaiknya segera kita antar dia ke rumahnya.” Kayla menyahut dengan sedih, “Tapi Ma, aku sayang sama si Pus, aku ga pingin mengembalikan dia kepada Kak Susi. Nanti aku ga punya teman main bola lagi.” “Kayla, kamu sudah berjanji. Maka kamu harus menepatinya. Kamu tidak mau berbohong kan? Lagi pula si Pus bukan milik kita. Coba kamu bayangkan kalau kamu adalah Kak Susi yang kehilangan si Pus. Pasti kamu akan senang jika Pus dikembalikan bukan?” Kayla tertunduk sedih, mau tak mau ia mengakui kebenaran yang dikatakan Mama, “Iya sih Ma, pasti aku senang kalau si Pus dikembalikan kalau aku jadi Kak Susi. Tapi…” Mama tersenyum bijak, “Begini saja, nanti sore Mama antar kamu ke rumah Kak Susi, untuk mengembalikan si Pus. Sekalian juga kamu sampaikan bahwa kamu sayang dengan si Pus. Pasti Kak Susi akan memperbolehkan kamu bermain sesukamu dengan si Pus.” Kepala Kayla perlahan menengadah sambil tersenyum kecil, “Betul, Ma? Kak Susi akan memperbolehkan aku bermain lagi dengan si Pus?” Mama menjawab, “Mama yakin Kak Susi akan memperbolehkan. Pasti Kak Susi senang si Pus punya teman baru yang baik hati seperti kamu. Jadi, nanti sore kita ke rumah Kak Susi ya…” Kayla mengangguk.
Sore itu, Kayla, si Pus dan Mama pergi ke rumah Kak Susi, tetangga sebelah rumah keluarga Kayla. Kak Susi sendiri yang membukakan pintu dan langsung mengenali si Pus yang dipeluk erat oleh Kayla. “Selamat sore Tante, Kayla. Hey! Itu kan si Manis, anak si Putih, kucingku… Oh, iya, maaf. Silahkan masuk dan duduk di dalam.” “Terima kasih, Susi,” sahut Mama. Sesudah mereka duduk, Mama langsung menjelaskan maksud kedatangan mereka, “Susi, Tante dan Kayla ke sini memang berhubungan dengan kucing kecil ini. Kayla, maukah kamu menjelaskan kepada Kak Susi?” Kayla berusaha menjelaskan kepada Kak Susi meski malu karena berbicara dengan orang yang lebih tua darinya. “Kak, engg…, aku ketemu si Pus, eh si Manis, di belakang rumahku dua minggu yang lalu. Aku lagi main bola, eh ada si Pus yang luka kakinya. Lalu aku obati supaya sembuh. Kata Mama kalau sudah sembuh aku harus kembaliin si Pus ke Kak Susi. Tapi… sebenarnya aku ga mau, karena aku sayang sekali sama si Pus…” Kak Susi tersenyum kepada Kayla, “Kayla, Kak Susi juga sayang sama si Pus. Terima kasih ya kamu mau mengobati si Pus. Tambah gemuk lagi dia, pasti kamu rajin memberinya makan. Sebenarnya si Pus ingin Kakak berikan kepada teman Kakak karena di rumah ini sudah terlalu banyak kucing. Tapi… setelah melihat betapa kamu sayang sama si Pus, Kakak ingin memberikan si Pus untukmu.”
Mata Kayla terbelalak kaget campur gembira, “Hah?!! Mah! Mama dengar Kak Susi bilang apa? Kak, betul si Pus boleh buat aku?!” Kak Susi mengangguk pasti. Mama pun tertawa senang, “Susi, terima kasih mau memberikan si Pus kepada Kayla. Kalau Susi kangen dengan si Pus, Susi bisa main ke rumah kapanpun. Iya kan, Kayla?” Kayla mengangguk-angguk semangat sambil memperat pelukannya kepada si Pus, “Iya, iya! Kak Susi boleh main kapan aja sama si Pus. Aku senang sekali Kak, si Pus bisa tinggal di rumahku. Jadi aku selalu punya teman main bola. Tadinya aku yang mau meminta main ke sini terus kalau si Pus dikembalikan ke Kakak, eh ga taunya…. Kakak yang akan main ke rumahku…” Kayla tertawa senang sambil tak berhenti mengelus si Pus yang mengeong manja. Mama dan Kak Susi memandang Kayla dengan senyum lebar.
Mama pamit kepada Kak Susi, “Kayla, ayo kita pamit, nanti kemalaman. Susi, terima kasih sekali lagi ya. Kami pamit dulu. Jangan lupa main-main ke rumah kami, ya.” Kayla menimpali, “Iya Kak Susi, Kayla pulang dulu ya. Besok kalau Kakak ke rumahku, kita main bola bertiga si Pus.” Susi tersenyum sambil mengelus kepala Kayla, “Iya, Kakak pasti akan main ke rumahmu. Terima kasih juga untuk Tante dan Kayla yang mau memelihara si Pus.” Mama dan Kayla berjalan ke rumah sambil melambaikan tangan kepada Kak Susi.
Kayla memandang Mama gembira karena bisa membawa pulang si Pus. Mama pun senang dengan kejadian ini Kayla belajar bahwa dengan bersikap jujur, menepati janji, dan bertanggung jawab maka kita akan mendapatkan kebaikan pula.

Tidak ada komentar: