Selasa, 25 November 2008

Apakah Siti Harus Memakai Rok?

(catatan : tulisan ini dibuat pada tanggal 7 Maret 2008)
Pernah lihat acara “Idola Cilik” di sebuah televisi swasta? Bagi mereka yang sempat menyaksikan televisi jam 13.0 WIB setiap hari Senin sampai Jumat, pasti hafal pada wajah-wajah cilik yang ingin menjadi kontestan di acara tersebut. Bukan, saya tidak akan membicarakan mengenai acara tersebut. Di sini saya akan menyorot seorang kontestan yang bernama Siti. Siti tampak cukup menyita perhatian dari para komentator, pembawa acara dan semua yang menyaksikan penampilannya. Saya menjadi penasaran akan penampilannya, terutama komentar-komentar apa lagi yang akan dikatakan para komentator dan yang lainnya.

Menurut cerita sang pembawa acara, Siti adalah seorang anak perempuan (saya lupa usianya, kurang lebih 12 tahun) yang tinggal di Surabaya serta datang dari keluarga tidak mampu. Penampilan Siti memang tidak seperti anak perempuan pada umumnya. Rambutnya dipotong pendek, kulitnya berwarna gelap tanda banyak berada di bawah sinar matahari, serta tidak pernah sekalipun memakai pakaian ala perempuan pada umumnya. Maklum sering kali Siti harus mengamen dan secara berkala menjadi petinju (!) jalanan untuk sedikit meringankan beban ekonomi orangtuanya. Ibunya menjadi pemulung sampah, sedangkan Ayahnya sedang sakit parah sehingga tidak dapat memenuhi perannya sebagai pencari nafkah. Maka keikutsertaan Siti di ajang Idola Cilik ini tentu membawa harapan besar bagi keluarga Siti.

Hal menarik yang saya ingin bahas di sini adalah reaksi para pelaku acara tersebut (komentator, pembawa acara, maupun Ibu dari Siti sendiri) yang sibuk mencoba ‘merubah’ penampilan Siti yang tomboy itu menjadi seorang perempuan sejati. Misalnya, salah seorang komentator memintanya memakai rok, yang pada akhirnya membawa bahasan lain dari komentator lainnya. Atau juga komentar Ibu dari Siti yang mengatakan bahagia Siti memakai rok meskipun belum menjadi perempuan 100%. Mungkin komentar-komentar demikian yang membuat Siti berkata, “Saya tidak nyaman pakai rok ini tapi karena saya perempuan maka harus bisa memakai rok.” Buat saya, reaksi-reaksi tersebut tampak berlebihan dan menampakkan kentalnya tuntutan gender kepada anak-anak, anak perempuan khususnya. Mengapa seorang anak perempuan yang begitu hebat dengan banyak talenta dan kebisaan harus merubah dirinya? Mengapa Siti yang jago bertinju dan bermain drum harus merubah bahasa tubuh dan pakaiannya untuk menjadi seseorang yang bukan dirinya sendiri? Mengapa seorang anak seperti Siti harus merubah dirinya sehingga membuatnya tidak nyaman menjadi dirinya yang hebat itu?

Sebagai orangtua atau orang dewasa, memang tidak mudah bagi kita untuk membiarkan seorang anak, yang notabene masih polos, untuk menjadi dirinya sendiri. Sering kali kita sibuk membentuk anak-anak kita atau kaum muda di sekitar kita sesuai dengan harapan dan kemauan kita. Seorang anak, baik itu perempuan maupun laki-laki tidak mempunyai sifat-sifat bawaan untuk menjadi feminin(baca: sifat-sifat/karakteristik yang diharapkan dimiliki pada seorang perempuan, misalnya : memakai rok, teliti, kalem, dll) maupun maskulin (baca : sifat-sifat/karakteristik yang diharapkan dimiliki pada seorang laki-laki). Memang betul manusia terlahir dengan kondisi fisik yang berbeda, sehingga seseorang dapat disebut seorang laki-laki atau perempuan. Perkembangan fisik antara bayi perempuan maupun laki-laki pun berbeda. Namun, secara psikologis, perbedaan karakteristik yang dimiliki bayi perempuan dan laki-laki bukanlah sesuatu yang terberi (nature) namun sesuatu yang terjadi karena pengaruh lingkungan atau faktor eksternal (nurture).

Jadi apakah seorang anak perempuan atau laki-laki menyukai jenis pakaian tertentu atau kegiatan tertentu adalah hasil pembelajaran dari lingkungannya. Seperti Siti, yang jelas lebih memilih memakai celana panjang dan kaos t-shirt daripada tank top dan rok karena memang menjalani keseharian yang memang lebih nyaman dan aman jika memakai baju pilihannya tersebut. Juga tidak mengherankan jika gerak-gerik Siti jauh dari gemulai anak perempuan pada umumnya, karena dituntut tegar menghadapi aktivitas yang ‘lebih keras’ daripada anak perempuan lainnya. Nah, kalau melihat apa yang dihadapi Siti dalam kesehariannya, tentu kurang bijak jika para orang dewasa di sekitarnya memaksakan atau menyarankan Siti untuk bertindak-tanduk lemah gemulai ataupun luwes ketika berjalan di panggung dengan memakai rok dan cardigan. Menurut saya, seperti yang dikatakan juga oleh salah satu komentator acara Idola Cilik, sebaiknya Siti tetap menjadi dirinya sendiri. Siti dapat memilih pakaian serta gaya panggung ataupun sikap yang sesuai dengan dirinya. Tak ada salahnya menjadi anak perempuan yang tomboy. Tak ada salahnya sebagai anak perempuan untuk selalu menggunakan celana panjang dari pada rok. Tak ada salahnya bertangan kasar dan bersikap maskulin meskipun tetap menjadi perempuan. Apa lagi Siti masih berusia belia. Ia akan masih terus menjalani proses kehidupan yang membantu pembentukan kepribadiannya. Tokh banyak perempuan dewasa yang tetap menjalani kehidupannya sebagai seorang perempuan dengan begitu banyak peran yang dekat dengan dunia maskulin, namun tidak meninggalkan tuntutan perannya sebagai ibu dan istri.

Saya harap kasus-kasus seperti Siti ini dapat kita hadapi dengan bijak, terutama bagi para orangtua. Sehingga anak-anak Indonesia semakin jauh berkembang dan maju karena tidak lagi dibebani tuntutan-tuntutan yang tidak perlu.

1 komentar:

mawar mengatakan...

iya La, betul juga ya. kadang kita lupa, suka memaksakan keinginan kita hanya supaya enak dilihat orang, padahal belum tentu yang bersangkutan nyaman dengan apa yang kita lakukan sama dia.

contohnya anak kita sendiri, kadang kita pengen dilihat orang bahwa anak kita hebat, pintar, dll sehingga kita memaksakan kehendak kita sama anak, memaksa mereka harus begini dan begitu, padahal tugas kita sebenarnya hanya merawat dan mendidik mereka (dalam arti mengarahkan mereka supaya masih sesuai dengan norma yang ada), memberikan kasih sayang bukannya memaksakan.
btw, toh mereka juga punya hak asasi seperti halnya kita kan?

nb: lho, kok gw jadi napsu begini ya?? he..he..