Sabtu, 03 Oktober 2015

Berteman dengan Kecemasan

Kata orang saya mudah panik. Mungkin karena saya memang mengekspresikan (hampir) semua perasaan saya pada saat itu juga sehingga sering kali orang pusing melihat saya. Ketika ada perubahan atau masalah yang dihadapi kadang tanpa berpikir panjang, saya akan langsung merespon, sehingga ya sering kali tampak impulsif. Namun sering kali impulsifnya secara emosi sih... ditambah sifat saya yang memang ekspresif. Jadi banyak yang bilang saya Mrs. Panic.

Saya sendiri? Sedikit sih merasakan saya mudah panik yang mana kata teman, itu karena saya cemas. Setelah saya tilik dari beratus bahkan mungkin berjuta respon "panik" saya, berasal dari pemikiran saya yang bercabang (atau banyak yg bilang ga fokus) karena saya langsung terpikir banyak hal pada satu waktu. Saya ga tau itu hal aneh atau tidak, namun mengingat manusia memang makhluk yang ajaib dan 'hebat' jadi ya saya rasa bisa saja sih seseorang bisa mengalaminya. Contohnya saya.

Nah, diakui atau ga (saya terpaksa mengakui), kecemasan saya ini ternyata memang nyata. Terlihat dari gejala psikosomatis yang saya alami jika sedang berada dalam proses kerja yang hectic dan memiliki tuntutan yang tinggi. Dimana saya terus berpikir, merencanakan dan tentu mengelola emosi2 yang sering kali ekstrem. Gejala psikosomatis yang sudah lama saya alami (kurang lebih 15 th belakangan ini) adalah rasa gatal.

Dulu, ketiksa saya kuliah S1, gejala psikosomatis gatal-gatal muncul di kaki. Lalu di dada, dan bagian pusar perut. Gatal itu awalnya hanya semacam bentol digigit nyamuk, namun kemudian terus menyebar dan karena terus saya garuk, jadi tampak luka basah. Sampai-sampai Ayah saya berulang kali membawa saya ke seorang dokter kulit. Namun obat kedokteran tidak mempan. Waktu itu gatal muncul ketika saya sedang ujian. Lalu Ayah saya membaca sebuah buku mengenai khasiat jus-jus alami. Maka sesuai anjuran Ayah, meminum jus wortel (mentah dan tanpa penambah rasa apapun), sehari sebanyak 2 -3 kali. Sehingga ada masanya saya memiliki stok bergelas-gelas jus wortel di dalam kulkas dan kulit saya tampak sedikit menguning. Gatalnya cukup berkurang. Jadi salep dokter tetap saya gunakan untuk menghilangkan bekas gatal yang cukup tampak pada kulit kaki, dada dan perut.

Selama beberapa tahun saya mengalaminya, namun dari tahun ke tahun saya mengamati tingkat kegatalan dan besaran daerah kulit yang gatal juga semakin mengecil. Saya pun sudah mengurangi dan sampai tidak lagi mengkonsumsi jus wortel, Namun masih menyimpan sedikit salep gatal jika ada bekas gatal yang tidak tertahankan.

Titik gatal kemudian bertambah, tidak lagi di kaki, perut dan dada, tapi pada masa deawasa tengah saya adalah di punggung kaki kanan. Seperti bulatan dengan rasa gatal setiap kali ada tekanan tugas-tugas perkuliahan profesi.

Pada 3 tahun belakangan ini rasa gatal psikosomatis ini juga masih berlanjut, bukan di punggung kaki lagi, tapi lebih sering di bagian jadi kelingking kanan. Contoh terbaru adalah di minggu lalu dimana selama empat hari terdapat acara pelatihan yang menjadi tanggung jawab saya. Dan jari kelingking saya otomatis muncul semacam jerawat berair yang sakit jika tidak dipecahkan. Meski resikonya jika dipecahkan maka rasa perih muncul. Tapi lebih baik perih sebentar lalu kering daripada airnya terus mengeras dan sakit. Dan ketika minggu itu lewat, saya merasa lega dan cukup santai, mengeringlah semua bekas jerawat tersebut di jari saya. Jelaslah apa yang menyebabkannya. Rasa cemas,. Rasa khawatir. Was-was.

Kata ahli psikologi, rasa was-was atau cemas ini sebenarnya penting bagi semua manusia karena menentukan keputusan yang diambil ketika menghadapi bahaya atau situasi darurat. Bagi saya pun terasa demikian. Kewaspadaan tampaknya menjadi salah satu sifat kerja saya, yang menurut saya mendorong saya dan mendukung saya mencapai target-target saya.

Semoga hal ini menjadi tanda bahwa saya sudah (cukup) bersahabat dengan kecemasan ini.

Tidak ada komentar: