Senin, 10 Agustus 2015

Tampil!

Tanpa disadari pilihan saya menjadi psikolog, membawa saya pada profesi yang harus tampil di depan banyak orang. Ketika tampil, kebanyakan peranan yang dilakoni adalah sebagai edukator dan fasilitator. Peranan ini tentu disesuaikan dengan sifat acaranya. Kalau acaranya pelatihan tentu sebagai fasilitator, kalau acaranya talkshow maka saya berperan sebagai nara sumber dan edukator.

Hal yang menantang ketika berhadapan dengan masyarakat umum mulai dari pihak media, pembawa acara, penanya dari peserta talkshow, pemirsa, peserta pelatihan, dsb, adalah adanya pertanyaan-pertanyaan yang sering kali tidak diduga dan sering juga tidak sesuai dengan clue materi yang sudah dipersiapkan. Disinilah tantangannya dan rasanya puas jika bisa melampauinya dengan 'mulus'. Meskipun, mengingat acara ini sering kali mengudara atau didengar oleh banyak kalangan, termasuk teman seprofesi, terus terang sering ada rasa deg-deg-an, takut apa yang saya jelaskan itu salah dari segi keilmuan. Jika memang salah, bisa kacau dong reputasi saya. Untuk menghindarinya, saya sering kali menyiapkan diri sebelum 'terjun' dalam tugas-tugas ini. Menyiapkan dirinya tidak hanya menyiapkan baju yang ciamik (meski penting banget inih), sepatu yang cantik (penting juga kan) serta make up (untungnya media selalu menyediakan, jadi ga malu-maluin karena saya ga bisa dandan), tapi yang penting saya biasanya survey dulu mengenai materi yang akan dibicarakan, terutama jika materi tersebut masih kurang familiar untuk saya. Yah namanya coba-coba, kadang mulus kadang berkerikil... untungnya sampe sekarang belum sampai kacau balau sekali. Mungkin karena, saya juga cukup memilih dan menyesuaikan materi dengan spesialisasi bidang saya sehingga ketika topik dikembangkan, masih di seputar bidang saya. Misalnya, saya pasti ga akan menerima kalo diminta menjadi narasumber atau pendapat mengenai faktor-faktor psikologis yang mendukung kinerja pegawai karena saya bukan psikolog bidang industri, atau bagaimana mendapatkan pasanganan yang ideal karena saya bukan psikolog perkawinan.

Salah satu contoh peristiwa dimana materi wawancara berbeda dengan materi yang disampaikan sebelum acara adalah kejadian ketika siang tadi. Jam 12 siang tadi saya di-SMS salah satu radio di Jakarta. Isinya meminta saya menjadi narasumber live pada siang hari itu, yaitu tentang apakah wanita pantas jadi pemimpin? serta apa saja yang harus dipersiapkan wanita ketika ingin memimpin. Ya sudahlah, saya menyetujui, karena kebetulan topik tersebut berpotongan dengan kerja saya di kantor saya sekarang ini. Nah, karena itu acuan materinya, saya pun membaca-baca beberapa artikel tentang topik tersebut. Ga pa-pa deh ya bongkar dapur sedikit, bahwa sumber nya juga di google kok. Cuma memang saya pilah mana materi yang sesuai dengan prinsip saya serta ilmu dan wawasan yang saya ketahui, jadi ga mentah-mentah dari mbah google lohh... hehehe... Nah telponpun berdering dan saya pun mulai berbincang dengan si pembawa acara. Pertanyaan pertamanya saja sudah memberikan tanda bahwa pertanyaan-pertanyaan berikut menjurus berbeda dari yang disampaikan di SMS tadi : Menurut Mbak, kira-kira lebih baik mana, pemimpin perempuan atau laki-laki? Lalu pertanyaan selanjutnya tentang karakteristik pemimpin perempuan yang biasa 'dipercayai'dimiliki perempuan, seperti rapi, komunikatif, pintar bernegosiasi, dsb. Dan akhirnya saya malah mengedukasi bahwa pemimpin yg baik ya yg memiliki karakteristik dan kompetensi yang baik sesuai kebutuhan peranan kepemimpinan organisasi, tidak ditentukan oleh jenis kelamin. Dan juga semua karakteristik tersebut cenderung banyak dimiliki perempuan karena memang perempuan lebih banyak diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasinya. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa laki-laki juga memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dan bersifat rapi. Namun memang topik pemimpin perempuan ini banyak dibahas karena secara umum pemimpin biasanya laki-laki akibat dari budaya dan kebiasaan, namun tentu perempuan bisa juga menjadi pemimpin yang baik seperti yang selama ini banyak dibuktikan para pemimpin perempuan yang sukses. Atau di kesempatan lain ketika mengisi di sebuah televisi lokal. Pembahasannya adalah tentang usia pra sekolah. Pada clue pertanyaan tidak disebutkan tentang suatu sistem sekolah, eh ternyata ditanyakan. Maka saya jawab secara umum saja. Disinilah ilmu ngeles dipakai hehehe....

Hal menarik lainnya yang membuat saya tertarik untuk menjalankan peran edukator ini adalah bahwa saya senang berbagi ilmu serta selalu ingin tahu pendapat beragam pihak tentang isu-isu yang berkembang dalam bidang psikologi anak dan fenomena sosial lainnya. Dengan begitu, saya tidak terkungkung dalam realita saya sehari-hari saja namun mendapat banyak masukan wawasan. Jadi ketika saya menjalani peran ini, tidak hanya saya yang membantu orang lain untuk belajar namun sesungguhnya saya juga difasilitasi untuk belajar lebih banyak lagi.

Semoga peranan saya ga cuma basa basi tapi bisa berkontribusi yang berarti untuk kalangan luas.

Tidak ada komentar: