Sabtu, 07 Maret 2009

Cerita Tentang Satu Jam di Dunia Maya

Siang itu, seorang teman bercerita kepadaku tentang pengalamannya kemarin malam. Cuma tentang pengalaman sejam-an bersama dengan seorang pria, lewat dunia maya lagi. Aku cuma menggeleng-gelengkan kepalaku, heran. Betapa dunia maya bisa mengaduk-ngaduk perasaan seseorang...

Pria ini, katakanlah namanya Frans, adalah cinta lamanya temanku. Ketika dulu bertemu, Frans dan temanku sama-sama aktif di senat kampus. Yah, namanya aktifis mahasiswa, ada-ada saja kegiatannya. Dan membuka peluang bagi mereka untuk semakin dekat dan akhirnya berpacaran. Kegiatan pacaran diisi dengan kebersamaan ke berbagai forum diskusi, rapat rutin, pembentukan AD/ART, dan segala tetek bengek kegiatan organisasi. Lucu juga waktu itu kalau ingat gaya mereka berpacaran. Pembicaraan romantis diganti dengan diskusi tentang program senat. Kencan di bioskop diganti dengan forum diskusi tentang isu politik. Pokoe laen dari yg laen deh, gaya pacaran mereka. Tapi, dari sisi lain, enjoy juga melihat mereka berpacaran. Jarang berantem karena masalah sepele yang biasanya diributkan pasangan seusia mereka waktu itu. Mereka ga pernah tuh, berantem karena masalah salah satu dari mereka lupa tanggal jadian mereka. Mereka ga pernah ribut lantaran seseorang laen tidak menelpon atau lupa meng-sms. Atau ketika ada yang terlambat datang janjian. Atau ketika tidak bisa menemani ke tempat hang-out favorit. Hihihi... aneh bin ajaib juga, kan...

Tapi kalo masalah cemburu... Wuih! Ini ni yg seru! Ini satu-satunya hal yg mungkin agak sama dengan pasangan pada umumnya. Mereka pernah saling mencemburui sampai tidak berbicara 1 bulan lamanya. Mereka sama-sama tidak mau membuka pembicaraan ttg topik ini, biasa lah masalah harga diri. Jadi, mereka akhirnya berbaikan kembali karena dua orang yg mereka curigai sebagai selingkuhan masing-masing ternyata adalah saudara sepupu mereka masing-masing. Hahaha, suatu kebetulan yang membuat mereka tak habis pikir, pada waktu itu.

Tapi entah kenapa, setelah lulus kuliah, mereka kehilangan kontak satu sama lain. Maka bubarlah juga perasaan istimewa yang pernah mereka bagi bersama. Frans entah kemana, dengar-dengar dia mendapat beasiswa ke luar negeri dan mengabdikan diri di pulau ujung negeri ini. Sedangkan temanku, mulai memasuki dunia karier dan kebetulan satu kantor denganku, sahabatnya sejak kuliah. Memori tentang Frans memang tetap lekat dalam benak temanku. Maklum pacar pertama yang serius dan dilakoni 4 tahun lamanya. Apalagi perpisahan terlaksana tanpa kata perpisahan. Jelas ada pertanyaan-pertanyaan yg masih menggantung di benak temanku. Namun apa mau dikata, Frans hilang ditelan dunianya sendiri. Dan temanku terdampar di kantor redaksi majalah perempuan ini bersamaku.

Tak disangka oleh temanku, suatu hari yang cerah, nama Frans muncul dari salah satu email yang ada di inboxnya. Di situ, Frans meminta nama id nya dalam ruang percakapan maya. Memang temanku tipe setia, buktinya alamat email sejak kuliah masih terus digunakannya sampai hampir 10 tahun-an ini... Maka tak heran Frans dengan mudah bisa melayangkan email nya kepada temanku... Lalu pertanyaannya, mengapa baru sekarang Frans berani mengirimkan email itu? Pertanyaan ini yang mungkin hanya Frans dan email yang tau. Ketika nama Frans muncul Memori lama kembali tanpa diundang. Maka mereka pun saling bertukar nama identitas messenger, agar bisa chatting katanya. Mengapa bukan nomor HP atau alamat rumah sekalian? Entahlah, hanya rumput yang bergoyang yang tau. Mungkin ini bagian strategi marketing tarik-ulur temanku.

Maka terjadilah percakapan di dunia maya itu antara temanku dan Frans. Mereka bersapaan layaknya teman lama yang baru bertemu kembali. Awalnya tak ada kata mengungkit masa lalu mereka. Namun, seiring percakapan yang bergulir ceria, Frans bercerita bahwa sejak lulus kuliah ia tidak memiliki kekasih karena masih menyimpan kenangan pacarannya bersama temanku itu. Dan entah mengapa, baru sekaranglah Frans berani menghubungi temanku kembali.

Temanku tergagap. Topik inilah yang ia takutkan terjadi. Maka sehalus mungkin, temanku berusaha mengalihkan. Namun, hati tak bisa tertunda lagi tampaknya. Frans langsung menanyakan kesediaan temanku untuk menjalin hubungan kembali. Lebih dari itu, Frans menyatakan keinginannya untuk meminang temanku menjadi pengantinnya. Waduh! Lihatlah, betapa fungsionalnya dunia maya dalam perwujudan hati. Meski tanpa kontak langsung, bisa saja keluar pernyataan yang bisa mengubah nasib orang selamanya.

Temanku sekali lagi hilang kata. Jari jemarinya tak mampu menekan tuts keyboard. Agak aneh, mengingat dia adalah penulis andalan di kantor kami. Otaknya yang biasa penuh kata indah, kini kosong melompong seperti udara dalam balon. Hatinya yang biasanya penuh nuansa cerah ceria, kini mati rasa. Kakinya yang biasanya bisa aktif bergerak, kini hanya sekaku batu. Hah, kemana dirinya pergi pada menit-menit krusial semacam ini? Aku pun tak percaya mendengarnya. Ini amat berbeda dengan yang biasanya temanku lakukan, ceria, aktif dan tak pernah habis ide, apalagi kata. Memang cinta bisa merubah batu jadi roti, tampaknya.

Sekejab momen menjadi patung itu menetap pada diri temanku. Lalu jam dinding berdentang, membangunkan diri yang bersemadi di dalam patung diri temanku itu. Maka, sedikit demi sedikit, perlahan demi perlahan, temanku mulai menyadari posisinya.

Suara gesekan kaki kecil di boksnya, wangi bedak bayi kembali menghampiri hidungnya. Gantungan popok dan kaos mungil menghiasi temboknya. Seorang lelaki, yang telah mengikat janji sehidup semati sedang tidur dengan lelap di tempat tidur mereka. Ya, temanku telah bersuami dan beranak satu orang. Sudah 1 tahun mereka menikah. Anak mereka cantik seperti temanku dan aktif seperti suaminya. Ternyata bukan cinta yang menyebabkan temanku menjadi patung seperti itu. Namun realita yang menyebabkan ia harus berpikir, apa yang harus dijawabnya pada cinta lamanya bahwa hatinya bukan lagi milik laki-laki itu. Bahwa jiwanya sudah dimiliki kehidupan pernikahan, yang telah dipilihnya untuk dijalani sehidup semati sejak 1 thn yang lalu.

Maka tak ada kata lain yang bisa diketikkan pada layar laptopnya. "Frans, maaf, aku sudah berkeluarga. Mari kita berteman saja."

Sesudah kata-kata itu terkirim. Maka giliran Frans yang membisu laksana arca batu. Bahkan tak ada respon apapun sampai pagi berikutnya, ketika temanku bercerita saat ini. Rupanya kebiasaan pergi tanpa pamit masih melekat pada diri Frans.

Cerita itulah yg meluncur tanpa jeda dari mulut temanku. Tentang chat sejam-an yang merubah suasana hatinya. Meski jarinya mampu mengetikkan kata-kata yang menjauhinya dari permainan api, namun hatinya tak bisa menampik. Hatinya dengan jelas memberitahunya, bahwa ia masih menyayangi Frans.

4 komentar:

Anonim mengatakan...

mengingat masa lalu memang selalu memberikan kenikmatan tersendiri ya :)

Anonim mengatakan...

hemmm tapi ini memang ramuan antara fiksi dan realita... hehehe

Love, Lover, Lovely mengatakan...

Hmmm...cinta tak harus memiliki itu basi ya???Hahaha

Marooned Mom mengatakan...

yah gitu deh rip hihihihi