Minggu, 27 September 2015
Heritage of Tangerang, Heritage of My History
Selasa, 22 September 2015
What is My Values?
Saya termasuk cukup perfeksionis dan ambisius dalam memenuhi target-target dan rencana-rencana kerja saya. Target saya biasanya ga besar dan ga abstrak. Karena saya cukup konkrit dan realistis. Sehingga rencana-rencana saya yang ambisius ingin dicapai adalah rencana-rencana jangka pendek yang menurut saya sangat bisa ditepati sesuai standar-standar kerja saya yang sebisa mungkin dipersiapkan. Misalnya saja, jika saya diberi tanggung jawab untuk melaksanakan sebuah acara besar, maka saya akan memusatkan perhatian saya pada acara ini. Mulai dari persiapan, pembentukan panitia, detail pembagian kerja, persiapan teknis, peserta, narasumber bahkan sampai publikasi acara. Intinya saya ingin semua aspek acara itu sudah direncakan dan berjalan sesuai time table yang saya rencanakan. Bagaimana jika ada perubahan last minute? Nah, inilah yang saya bisa sebutkan sebagai sikap kerja kedua saya, yaitu fleksibel tapi bukan tanpa perencanaan dan tanpa usaha. Artinya Fleksibilitas tetap diperlukan dalam setiap rencana. Namun bukan tanpa persiapan atau tanpa usaha. Buat saya yang penting saya sudah menyiapkan, melaksanakan perencanaan sebaik mungkin, sehingga meminimalisir kekurangan-kekurangan yang sudah dapat diprediksi. Intinya perencanaan mendukung kualitas pencapaian rencana. jika ada yang di luar rencana, saya akan bisa menyesuaikan karena biasanya sudah terpikirkan sebelumnya. Termasuk dukungan tim kerja dan panitia.
Tampak jelas ya, bahwa saya agak-agak terfokus pada kerja saya agar meminimalisir sesedikit mungkin eror. Maka bisa terbayang betapa saya akan cukup stress jika ada rencana kerja lain yang menghadang di tengah-tengah rencana saya itu.
Sikap kerja ketiga yang cukup dominan pada saya adalah dorongan utk terus meraih yang terbaik dan melakukan yang terbaik, dengan cepat dan tepat. Ya, Cepat. sampai-sampai sering kali sih kurang tepat hehehehe.... Karena saya ingin melakukan yang tercepat dan terbaik, sering kali saya cenderung kecemplung kepada reaksi yang impulsif.Meski beberapa kali saya merasa tindakan saya adalah yang terbaik sih.... No complicated reasons here, karena emang simply saya pengen merespon cepat dan memberikan yang terbaik.
Namun hal ini tampaknya harus saya hadapi dan sudah terus saya pelajari sejak lama karena bidang pekerjaan saya yang sangat rentan akan perubahan last minute. Ya, bekerja di bidang pelayanan sosial sebenarnya menjadi tantangan bagi saya, terutama dalam sikap kerja yang sering kali tidak bisa diprediksi, tidak bisa direncanakan dan bisa terjadi perubahan pada menit-menit terakhir. Karena saya berhubungan dengan manusia dengan beragam dinamikanya, bukan robot yang terprogram rapih.
Lalu, mungkin banyak orang mengernyitkan dahi, bertanya akan tulisan saya ini (saya ga bisa lihat anda sih, cuma berasumsi saja hehehe...), "Lalu mengapa kamu kekeuh tetap pada bidangmu itu kalau sebenarnya bikin kamu stress dalam sikap kerjanya?" Well, itu sih yang selalu saya pertanyakan juga ke diri saya, yang mana sudah saya putuskan sejak 17 tahun yang lalu, bahwa saya memang senang bekerja dalam bidang ini. Jadi memang sudah lama juga saya menyadari bahwa saya harus banyak mengelola diri agar saya bisa fleksibel agar terus eksis di bidang ini. Meskiiii... ternyata karena karakteristik keteraturan itu tampak cukup mendarah daging, sering kali pada titik-titik tertentu, fleksibilitas saya amat terbatas.Nah pada titik-titik itulah saya merasa amat sulit mengelola energi agar tetap waras. dan sering kali bertanya, What is my values? dan How much is enough?
Selasa, 01 September 2015
Film Inside Out
Film ini khas Disney dengan nilai kekeluargaan yang kental, alur cerita yang compact (utuh), menarik dari segi grafis namun tetap kerasa riil serta terasa familier serta tetap ga kehilangan rasa ajaibnya. Film diawali dengan nuansa yang bahagia dari kehidupan si Riley, anak perempuan yang menjadi tokoh utama dari film ini. Dan sudah dimulai dengan muatan penting yang dijanjikan dari gosip film yang saya dengar sejak awal itu bahwa berisi materi edukasi mengenai emmosi yang ada di dalam diri kita bahkan ada tambahan materi, yaitu mengenai proses informasi dan pengalaman masuk ke kognisi manusia lalu diproses dan masuk ke memori jangka pendek lalu ke jangka panjang dan akhirnya membentuk 'pulau-pulau' kepribadian dari hal-hal penting yang terjadi di dalam kehidupan awal seorang anak, yang menjadi pondasi kepribadian. Hal ini diilustrasikan dengan bagus dan menarik, apalagi untuk seseoang yang memang tertarik pada psikologi seperti saya. Lalu muncul konflik cerita, dimana dimulai dari kepindahan Riley dan keluarganya, yang terus diceritakan secara mengalir dan detil dinamika nya, bagaimana dalam diri seorang anak berproses untuk akhirnya muncul respon2 emosional dan perilaku yang sangat bisa tidak terprediksi karena menghadapi tantangan-tantangan yang juga baru tentunya. Dan memang again, yg paling saya sukai, disney delivered it well, bahwa keluarga memegang peranan PENTING, dalam perkembangan kepribadian anak.
Hal lain yang ingin saya sorot bahwa selain pesan bahwa emosi itu beragam, pembentukan kepribadian serta cara pikir dan proses informasi dalam diri manusia, dengan berproses dalam alurnya, film ini memperlihatkan bahwa sering kali kita mengabaikan salah satu aspek diri kita padahal pada akhirnya aspek itulah yang paling penting bagi hidup kita. Dalam film ini, Sadness dianggap yang paling 'mengganggu' sehingga cenderung diabaikan namun melalui proses yang rumit dan sulit akhirnya Joy menyadari bahwa Sadness lah yang akan membantu Riley melalui krisis ini. Karena sifat Sadness yang reflektif dan menjadi salah satu emosi yang sangat penting utk diekspresikan dalam konflik Riley karena perubahan2 yg terjadi. Pesan kuat di akhir cerita, biarkan semua aspek emosi berperan dan dikenali sehingga membentuk kepribadian yang solid.
Melihat kompleksitas alur cerita dan banyak konsep-konsep abstrak di dalamnya, saya setuju denngan beberapa teman yang berpendapat bahwa film ini bukan film untuk anak balita. jika sudah berusia 6-7 tahun dan memiliki rentang konsentrasi yang baik, anak akan mulai bisa menikmati film ini tentu masih dengan banyak pemahaman yang perlu diberi pengantar dan bimbingan dari orang tua. Karena sesungguhnya banyak hal yang bisa didiskusikan dengan si kecil lewat film ini. Film ini cukup kaya, bahkan saya dan anak saya (usia 9 thn) sepakat rasanya ingin menonton film ini kembali. Untuk anak usia 9-10 tahun ke atas, tentu mereka lebih siap untuk mengikuti alurnya baik secara dramatis dan juga mengenai beragam pesan abstrak di balik cerita. So, ketika anda menonton film ini bersama si kecil pastikan si kecil ga bosan dan sempatkan diskusi kecil2an ketika nonton film (bisik-bisik ya hihihi) atau ketika sudah menonton... lebih baik juga jika beberapa adegan yang relevan dengan si kecil bisa menjadi bahan diskusi khusus. Misalnya untuk anak yang suka marah bisa membantunya dengan mengatakan oh, sekarang kemarahan/anger lagi mencet tombol di dalam dirimu ya.... sehingga membantu anak untuk mengenali emosinya dan bisa disambungkan dengan cara ekspresi emosi yang sehat.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa film ini memang sangat baik untuk ditonton bersama orang tua dan anak, terutama anak usia sekolah ke atas. Disarankan juga bagi orang tua yang belum familiar mengenai perkembangan emosi pada anak, pentingnya regulasi dan pengenalan emosi pada anak, sebaiknya mencari referensi-referensi bacaan lain sehingga bisa lebih optimal memberi pengantar dan diskusi bareng anak mengenai materi edukasi film ini. So have fun watching it! :)